Sampai kini perhatian masyarakat kepada masa lampau belum menunjukkan hasil menggembirakan. Banyaknya kasus pencurian barang antik, penggalian liar, dan pembongkaran bangunan kuno, menunjukkan bahwa masyarakat belum memedulikan kehadiran warisan-warisan tersebut. Padahal, artefak-artefak masa lampau merupakan data untuk merunut perjalanan sejarah bangsa sekaligus menunjukkan bukti otentiknya kepada masyarakat masa kini dan mendatang. Yang sekarang terjadi adalah masyarakat hanya bisa membaca, mendengar, atau melihat dokumentasi foto atau dokumen tertulisnya. Jelas masyarakat telah kehilangan bukti fisik tentang masa lampau.
Fiktif
Arkeologi sebagai ilmu memang kurang mendapat perhatian. Hanya benda-bendanya gencar diburu karena dipandang bernilai seni dan komersial. Selain itu masyarakat juga lebih sering tertarik kepada hal-hal yang bersifat fiktif dan pseudosain (pseudo-science). Sejak lama banyak film berlatar arkeologi karya Hollywood selalu menjadi box office. Sebut saja film Tomb Raider yang diperankan aktris papan atas Angelina Jolie. Film ini mengisahkan perburuan harta karun di situs Angkor Wat, Kamboja.
Film sejenis yang sukses adalah sekuel Indiana Jones,kisah seorang arkeolog yang bertualang ke berbagai situs kuno untuk mencari harta karun di Amerika Tengah. Tokoh tersebut diperankan oleh aktor kawakan Harisson Ford. Sutradara kondang Steven Spielberg yang membuat film sekuel Jurassic Park, juga menuai sukses.
Di Indonesia, film-film laga berlatar sejarah seperti Saur Sepuh dan Tutur Tinular pernah menguasai gedung-gedung bioskop pada era 1980-an dan 1990-an. Begitu pula dengan buku bertema Gajah Mada, Ken Arok, dan buku fiksi sejarah lain. Sayang, ceritanya terlalu dilebih-lebihkan sebagaimana terlihat dari dialog-dialog di antara tokoh.
Dunia fiksi pernah dihebohkan pula oleh karya Erich von Daniken (kelahiran Swiss, 1935) pada 1970-an. Beberapa bukunya seperti Kereta Perang Para Dewa, Emas Para Dewa, Mencari Dewa-Dewa Kuno, dan Mukjizat Para Dewa berhasil membius jutaan pembaca. Sebenarnya khayalan von Daniken sulit dipercaya, namun dapat dicerna akal sehat.
Dikisahkan, di dataran tinggi Nazca (Peru), terdapat sebuah lajur tanah rata yang panjangnya lebih dari 50 kilometer. Para arkeolog menafsirkannya sebagai ”jalan raya bikinan bangsa Inca”. Namun von Daniken menganggapnya sebagai ”landasan bandar udara untuk melayani penerbangan antarbintang”, apalagi dia berhasil mengaitkannya dengan sejumlah temuan arkeologi.
Dengan imajinasinya von Daniken mengatakan pasti ada planet lain yang dihuni oleh makhluk sejenis manusia. Penghuni planet itu adalah makhluk-makhluk yang kecerdasan otak dan peradabannya melebihi manusia biasa. Berpuluh ribu tahun yang lalu makhluk-makhluk itu berkunjung ke bumi mengendarai wahana antariksa yang dapat mengarung angkasa dengan kecepatan supertinggi, begitu tafsiran Daniken.
Pseudosain
Kisah fiksi di film dan buku bisa dikategorikan Pseudo-archaeology atau Arkeologi Semu. Penafsirannya lebih kepada imajinasi atau “wangsit” yang diterima seseorang, jadi tidak bersifat ilmiah. Di Indonesia Arkeologi Semu berkembang cukup pesat sejak beberapa sarjana asing menganggap Atlantis ada di Nusantara.
Arkeologi Semu mampu menjungkirbalikkan berbagai pendapat, misalnya tentang Candi Borobudur dibangun oleh Nabi Sulaiman. Yang paling heboh, tentang di bawah situs Gunung Padang terdapat bangunan piramida yang menyimpan beberapa ton emas. Bisikan inilah yang rupanya mendorong segelintir orang untuk melakukan ekskavasi dengan “alat-alat modern” dibantu para tentara untuk mendukung nasionalisme. Meskipun banyak mendapat tentangan, Arkeologi Semu tetap saja memiliki pendukung, termasuk dari pihak pemerintah yang mendapat bisikan.