Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lantai Rumah Masyarakat Sade di Lombok, Kinclong Diolesi Kotoran Kerbau

4 Maret 2017   15:57 Diperbarui: 5 Maret 2017   04:00 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bantuan Direktorat Jenderal Kebudayaan 2015 (Dokpri)

 Sejak lama saya ingin mengunjungi Dusun Sade di Lombok. Menurut beberapa teman, Dusun Sade merupakan desa tradisional Suku Sasak, suku asli Pulau Lombok. Beruntung, 1-3 Maret 2017 lalu saya diajak mengikuti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Bidang Kebudayaan 2017 yang diselenggarakan di Lombok, tepatnya dekat Pantai Senggigi. Di akhir acara itu, para peserta diajak mengikuti peninjauan lapangan ke Dusun Sade.

Dusun Sade merupakan perkampungan yang masih mempertahankan dan menjaga keaslian kebudayaan Sasak lama. Kebudayaan yang ada di sana dikenal sejak zaman pemerintahan Kerajaan Pejanggik. Sampai sekarang kebudayaan Sasak itu masih dilestarikan. Dusun Sade berada di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, NTB.

Para peserta ekskursi dipimpin oleh Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly, disambut oleh masyarakat Sade dengan meriah. Dimulai dari jalan raya setelah turun dari bis. Masyarakat Sade, tua-muda dan pria-wanita, membuat semacam pagar manusia. Kami para peserta berjalan di tengah. Berbagai jenis tarian dan tetabuhan mengiringi perjalanan kami ke tempat penyambutan resmi oleh tetua Sade. Rombongan dihibur dengan berbagai kesenian lokal dan dijamu dengan makanan tradisional.

Beratap jerami  

Masyarakat Sade memiliki sistem sosial, termasuk kehidupan keseharian yang kental dan memegang adat tradisi Sasak tempo dulu. Rumah adat khas Sasak banyak terdapat di sana. Rumah tersebut dibuat dari bambu, kayu, dan jerami atau alang-alang kering. Sebelum 2015 banyak rumah terkesan tidak terurus. Bahkan kondisi beberapa rumah sangat memprihatinkan. Pada 2015 Direktorat Jenderal Kebudayaan memberikan bantuan. Beberapa rumah yang memperoleh bantuan itu ditempeli tanda yang bertuliskan “Bantuan sosial revitalisasi desa adat 2015”.

Bantuan Direktorat Jenderal Kebudayaan 2015 (Dokpri)
Bantuan Direktorat Jenderal Kebudayaan 2015 (Dokpri)
Menurut seorang pemuda yang saya temui, bangunan tradisional Sasak terdiri atas dua jenis, yakni Bale Tani dan Lumbung. Bale Tani adalah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal, sementara Lumbung adalah bangunan yang biasa digunakan sebagai tempat menyimpan padi hasil panen atau untuk menyimpan segala kebutuhan.

Yang unik, lantai dari Bale Tani merupakan campuran tanah, getah pohon dan abu jerami yang kemudian diolesi dengan kotoran kerbau/sapi. Fungsinya untuk membuat lantai menjadi mengkilap. Bale Tani terbagi menjadi dua bagian, yakni Bale Dalam dan Bale Luar. Ruangan Bale Dalam biasanya diperuntukkan anggota keluarga wanita, yang sekaligus merangkap sebagai dapur. Sedangkan ruangan Bale Luar diperuntukkan untuk anggota keluarga lainnya, dan juga berfungsi sebagai ruang tamu. Tentang atap, menurut warga yang saya tanya, biasanya diganti setiap delapan tahun.

Pemakaian kotoran kerbau/sapi tentu saja merupakan tradisi unik. Sulit terbayangkan, tradisi yang dianggap menjijikkan ini, masih langgeng hingga kini. Masyarakat Sasak yakin, lewat kotoran kerbau/sapi lantai menjadi mengkilap dan menghindarkan penghuni rumah dari lalat atau nyamuk.

Saya sendiri sempat masuk ke sebuah rumah. Rumahnya kecil. Lantainya berwarna abu-abu, seperti halnya semen. Terlihat kinclong berkat kotoran kerbau/sapi. Saya tidak melihat listrik di dalam rumah. Entah bagaimana hiburan sehari-hari masyarakat Sade. Mereka memasak menggunakan tungku dari tanah liat dengan bahan bakar kayu.

Rumah tradisional dengan atap alang-alang/jerami (Dokpri)
Rumah tradisional dengan atap alang-alang/jerami (Dokpri)
Selain Bale Tani dan Lumbung, ada lagi bangunan khas Sasak. Bangunan itu disebut Berugak, berupa sebuah bangunan panggung berbentuk segi empat yang tidak memiliki dinding. Tiang bangunan terbuat dari bambu. Berugak disangga oleh empat tiang (sekepat) atau enam tiang (sekenem). Berugak berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu. Juga biasa digunakan sebagai tempat untuk berkumpul, berbincang-bincang serta bersantai selepas bekerja atau sebagai tempat pertemuan internal keluarga. Biasanya Berugak terdapat di depan samping kiri atau samping kanan Bale Tani.

Saya sempat berkeliling ke beberapa bagian desa. Bagian depan difungsikan untuk kepariwisataan. Berbagai penjual tenunan dan cendera mata menjajakan barang dagangan. Sepanjang penglihatan saya, yang berdagang umumnya kaum wanita. Saya sempat membeli sedikit oleh-oleh buat teman-teman di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun