Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di Indonesia Pernah Beredar Uang Kertas Bernominal Rp 25 Juta

23 Desember 2016   15:19 Diperbarui: 4 April 2017   17:10 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang kertas bernominal Rp 10 Juta, Membang Moeda, 15 April 1948 (Sumber: Katalog Uang Kertas Indonesia, 1996)

Cerita tentang uang selalu menarik. Kebutuhan siapa saja—tua  ataupun muda—tidak pernah lepas dari uang. Uang merupakan jati diri khas suatu negara, di samping bendera dan lagu kebangsaan. Melalui penelitian terhadap uang, kita bisa mengetahui banyak hal, seperti keadaan ekonomi dan keadaan politik di suatu negara.

Selembar uang mampu mengungkapkan segudang cerita. Dari periode pengeluaran atau nilai nominal yang dicetak, berbagai informasi bisa digali dari dalamnya. Terlebih bila uang yang diedarkan itu bernominal sangat besar, jauh di atas rata-rata nilai uang pada umumnya.

Banyak negara pernah mencetak uang bernominal amat fantastis, termasuk Indonesia. Saat ini pecahan terbesar uang rupiah kita adalah Rp 100.000, sehingga ada wacana untuk melakukan denominasi. Ada berbagai alasan mengapa pemerintah mengeluarkan nominal sebesar itu. Alasan yang paling mudah diterima akal sehat adalah agar masyarakat tidak perlu membawa gepokan uang  bila ingin bertransaksi.

Sesungguhnya, nominal Rp 100.000 bukanlah nominal terbesar yang pernah ada di negara kita. Pada masa revolusi fisik, yaitu tak lama setelah proklamasi kemerdekaan RI, nominal amat besar pernah dikeluarkan oleh beberapa daerah di wilayah Sumatera. Maklum, ketika itu sering terjadi kontak fisik antara pasukan Indonesia melawan pasukan kolonial yang tidak menginginkan kemerdekaan RI. Akibatnya pendistribusian uang dari pusat menjadi tersendat. Maka oleh pemerintah pusat, tiap-tiap daerah diberi kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan mata uang yang disebut ORIDA (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah).

Dampak lain dari pertempuran yang sengit itu adalah terjadi inflasi sangat hebat. Ketika membeli segelas kopi, misalnya, penduduk harus membawa setumpuk uang. Karena itu dikenal istilah uang bantal. Ini hanya olok-olok masyarakat bahwa tumpukan uang itu bisa digunakan menjadi bantal dalam keadaan darurat.

Untuk mengantisipasi hal yang lebih buruk, maka wilayah Laboehan Bilik pada 7 Mei 1948 mengeluarkan uang bernominal Rp 25 juta. Uang itu berwarna oranye. Jangan membayangkan seperti uang pada zaman sekarang. Uang pada masa itu hanya dibuat satu muka dari kertas tulis atau kertas kopi.

Numismatis (kolektor uang kuno) yang memiliki koleksi ini amat jarang. Buku Katalog Uang Kertas Indonesia 1995 malah tidak menampilkan gambarnya. Hanya ukurannya yang tertera, yakni 96 mm x 62 mm. Uang ini ditandatangani oleh Zainoedin Abduldjalil dengan pengaman berupa ‘cap wedana’.

Sebelumnya, uang nominal Rp 25 juta pernah dikeluarkan oleh kabupaten Rantau Prapat pada 9 April 1948 dengan tanda tangan A. Nasution dan pengaman ‘cap bupati’. Sebulan kemudian, tepatnya 10 Mei 1948, dikeluarkan lagi uang sejenis dengan model lain. Tanda tangan dan cap pengaman tetap sama.

Laboehan Bilik dan Rantau Prapat terletak di Sumatera bagian utara. Jelas, inflasi hebat terjadi di kedua wilayah itu. Di mana-mana memang terjadi inflasi, namun di luar Sumatera inflasi tidak begitu parah.

Karena dicetak (lebih tepat ‘distensil’) di atas kertas berkualitas seadanya, maka kondisi uang-uang tersebut tidak memadai lagi. Sayang di Indonesia jarang ada yang memiliki koleksi demikian, terutama yang berkondisi ‘sangat baik’ (uncirculated atau extra fine).  Yang memiliki koleksi-koleksi seperti itu justru adalah beberapa numismatis dan museum Eropa.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun