Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pusat Konservasi Pernah Merestorasi Lukisan S. Sudjojono Koleksi Museum Sejarah Jakarta

7 Desember 2016   08:48 Diperbarui: 7 Desember 2016   08:57 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Anda berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah) akan terlihat di dinding sebuah lukisan berukuran panjang 10 meter dan lebar 3 meter yang diberi judul “Pertempuran Antara Sultan Agung dan Jan Pieterszoon Coen”. Lukisan tersebut merupakan salah satu koleksi paling besar dan adikarya yang dimiliki Museum Sejarah Jakarta. Pelukisnya adalah Sang Maestro S. Sudjojono.

Sebelumnya kondisi lukisan itu rusak di sana-sini akibat usia, suhu udara, kelembaban, dan akumulasi debu. Pada Juli 2008 Balai Konservasi, salah satu UPT (Unit Pelaksana Teknis) di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, mulai merestorasi lukisan tersebut terhadap kanvas, bingkai, dan sarana pendukungnya. Pekerjaan besar-besaran itu melibatkan tenaga ahli dari Heritage Conservation Center Singapore dan tenaga lokal dari Balai Konservasi sendiri. Dibutuhkan waktu lebih dari 40 hari dan tenaga lebih dari 20 orang untuk merampungkan pekerjaan restorasi tersebut. Untuk diketahui saja, sejak 2014 nama Balai Konservasi berubah menjadi Pusat Konservasi.

Ali Sadikin

Lukisan “Pertempuran Antara Sultan Agung dan Jan Pieterszoon Coen” dibuat S. Sudjojono atas pesanan Gubernur DKI Jakarta waktu itu Ali Sadikin tahun 1973. Tujuannya untuk mengabadikan peristiwa penyerangan Sultan Agung Ke Batavia pada 1628 dan 1629. Tahun 1974 lukisan tersebut selesai dikerjakan dan setelah itu dipajang di Museum Sejarah Jakarta. Kerusakan pada lukisan diketahui tahun 2000 ketika seorang keluarga S. Sudjojono mengunjungi museum tersebut. Demikian tertulis dalam buku Konservasi Lukisan S. Sudjojono (Balai Konservasi, 2012).

Restorasi merupakan salah satu kegiatan dalam lingkup tugas Pusat Konservasi. Istilah restorasi mengacu pada tindakan perbaikan terhadap koleksi benda cagar budaya atau benda karya seni untuk mengembalikan bagian yang hilang dengan cara menambal dan/atau menyambung sesuai dengan konsep desain yang estetik agar menjadi indah kembali dan mendekati keadaan aslinya.

Ketika itu berdasarkan survei diketahui terdapat sejumlah kerusakan yang terjadi pada lukisan tersebut, yakni kotor, noda, sobek, retakan pada bagian media cat, pemudaran warna, dan keropos akibat serangga. Setelah direstorasi, kondisi fisik koleksi tersebut menjadi lebih baik, sedap dipandang, dan lebih terjamin keawetannya.

Tahap restorasi (Dok. Balai Koservasi)
Tahap restorasi (Dok. Balai Koservasi)
Diharapkan koleksi itu akan bisa dinikmati dan dipelajari oleh generasi sekarang dan mendatang. Dengan demikian akan menjadi daya tarik bagi pengunjung Museum Sejarah Jakarta.

Bendera Pusaka

Pusat Konservasi didirikan pada 2002. Sebelumnya upaya konservasi dilakukan di Laboratorium Konservasi, lembaga yang didirikan pada 1997. Sejak pendiriannya Pusat Konservasi mengemban tugas melaksanakan penelitian, memperbaiki, dan memelihara benda cagar budaya bergerak milik museum-museum di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Beberapa tahun kemudian Pusat Konservasi mulai memberikan jasa pelayanan kepada museum-museum lain dan masyarakat umum. Pusat Konservasi ibaratnya “rumah sakit” benda cagar budaya. Di Tanah Air keberadaan “rumah sakit” seperti ini masih sangat langka. Setahu saya, beberapa koleksi Museum Basoeki Abdullah dan Galeri Nasional Indonesia, juga pernah direstorasi oleh tenaga ahli dari Jerman dan Korea Selatan. Nah, sudah saatnya kita memiliki konservator lukisan sekaligus bengkel kerja yang memadai.

Pelapisan bahan pelindung (Dok. Balai Konservasi)
Pelapisan bahan pelindung (Dok. Balai Konservasi)
Jenis koleksi yang ditangani Pusat Konservasi meliputi lukisan, tekstil, kertas, buku, kulit, gading, tulang, keramik, logam, batu, dan kayu. Benda cagar budaya yang pernah dikonservasi oleh instansi ini antara lain bendera pusaka, patung Hermes, meriam Si Jagur, patung Diponegoro, patung Proklamasi, dan wayang Revolusi.

Diketahui banyak benda museum rusak akibat tindakan vandalisme pengunjung. Tangan yang kotor atau berkeringat bisa menyebabkan kerusakan karena asam dari tangan menghasilkan jamur. Begitu pula polusi udara. Umumnya staf Pusat Konservasi belajar teknik konservasi di Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun