Kembali ke kiprah Goenawan yah. Perhatian Goenawan terhadap penderitaan masyarakat tidak pernah surut. Karena itu saat Soetomo mengajaknya terlibat dalam proses pendirian organisasi Boedi Oetomo, dia menyambut baik. Dalam organisasi Boedi Oetomo, Goenawan menjabat Sekretaris II.
Tugas Goenawan sebagai Sekretaris II sangat berat, karena mengemban kewajiban untuk membela organisasi Boedi Oetomo dari serangan dan kecaman orang yang tidak menyukainya. Aktivitas Goenawan semakin sibuk menjelang berlangsungnya kongres Boedi Oetomo di Yogyakarta, karena mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur akomodasi peserta kongres, menyusun peraturan-peraturan kongres, menyusun teks pidato pembukaan kongres, menjadi pembicara dalam kongres, dan menemui Regent Karanganyar R.A.A. Tirtokoesoemo untuk meminta dukungan dan kesediaan hadir dalam kongres.
Kongres Boedi Oetomo di Yogyakarta menghasilkan keputusan yang kurang memuaskan, sehingga kelompok yang tidak sepaham dengan kebijakan perkumpulan keluar dari organisasi, Tjipto Mangoenkoesoemo salah satunya. Goenawan tetap bertahan menjadi anggota Boedi Oetomo, dengan harapan bisa membimbing para priyayi untuk tidak tunduk pada kemauan pemerintah Hindia Belanda. Goenawan menyadari sedalam-dalamnya bahwa sudah kewajiban mereka membimbing para priyayi supaya menghargai martabat sendiri sebagai orang merdeka.
Masa menjadi dokter
Goenawan menyelesaikan pendidikan kedokteran di STOVIA pada 11 April 1911 tanpa melalui proses ujian. Pemerintah langsung mengangkatnya menjadi Inlandsch Arts, karena pemerintah membutuhkan tenaga dokter untuk memberantas wabah penyakit pes di Malang. Selesai menjalankan tugasnya, Goenawan menikah dengan adik kandung Soetomo, yaitu R. Ay. Sriati. Pasangan itu dikaruniai seorang puteri, yakni R.Ay. Opie Soematri, yang menikah dengan dr. Soehardi Hadjoloekito. Dari perkawinan anaknya itu Goenawan memperoleh tiga cucu.
Pada 1917 Goenawan melanjutkan pendidikan dokternya ke Belanda. Di sana Goenawan dengan leluasa bisa melanjutkan pendidikan sambil memperjuangkan cita-cita bangsanya. Goenawan mampu memberikan warna baru dalam organisasi Indische Vereeniging, bahkan dalam perkembangannya kemudian didaulat menjadi ketua organisasi.
Pada 20 Mei 1918 Goenawan memimpin perayaan Sepuluh Tahun Boedi Oetomo di Den Haag, Belanda. Perayaan tersebut dihadiri oleh masyarakat Hindia Belanda yang ada di Belanda, ditandai dengan peluncuran buku Soembangsih yang berisi kumpulan artikel. Dalam artikelnya, Goenawan menegaskan sumbangan Boedi Oetomo bagi bangsa. Menurutnya Boedi Oetomo merupakan langkah awal dari proses terbentuknya nasionalisme Indonesia.
Goenawan memperoleh diploma doktor pada 1920. Pulang dari Eropa, Goenawan ditempatkan di Palembang. Ia kembali terlibat aktif dalam dunia pergerakan, meskipun secara ekonomi sedang mengalami kesulitan. Umumnya pelajar dari Belanda yang kembali ke tanah air meninggalkan hutang cukup banyak, karena selama di Belanda biaya hidup cukup besar, sementara pendapatan tidak ada.
Goenawan pernah menasehati Soetomo, “Jangan mundur dari pergerakan karena kekurangan alat. Kerjalah terus bagi kepentingan nusa dan bangsa kita, saya sanggup dan bersedia memikul semua kewajibanmu, kewajiban kecil dan besar yang meminta pengeluaran uang. Jalanlah terus”.
Ketika pertama kali menerbitkan majalah Soeloeh Indonesia, Goenawan mengirimkan bantuan beberapa ratus rupiah dengan wesel telegram. Menurut Soetomo, Goenawan bukan sekadar memberikan bantuan uang dan tenaga. Ia menyumbang cita-cita dan rohnya.