Sejak Ignasius Jonan menjadi pucuk pimpinan PT Kereta Api Indonesia (Persero) berbagai perubahan telah dilakukan. Sebelumnya, penumpang banyak naik di atap-atap kereta. Namun kemudian dengan sistem karcis elektronik, penumpang menjadi tertib. Sistem boarding juga diterapkan sehingga hanya penumpang yang boleh masuk peron. Saat ini PT KAI merupakan salah satu BUMN yang mampu menghasilkan laba.
Jonan diangkat pada 25 Februari 2009. Sebagai Direktur Utama, Jonan amat memikirkan aset tanah dan bangunan yang dimiliki PT KAI. Maka kemudian berdiri Unit Preservation & Architecture Design yang dikenal sebagai Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan atau Unit Heritage. Unit ini berdiri pada 1 April 2009. Unit Heritage berperan dalam kancah pelestarian, sebagaimana diamanatkan pada Undang-undang Benda Cagar Budaya No. 5/1992 yang kemudian diperbarui menjadi Undang-undang Cagar Budaya No. 11/2010.
Sejarah perkeretaapian Indonesia dimulai sejak 1864, terbagi dalam tiga periode, yaitu periode pra-kemerdekaan, periode perang kemerdekaan, dan periode pasca-kemerdekaan. Masing-masing periode tersebut meninggalkan bukti-bukti sejarah yang tidak boleh dihilangkan atau musnah karena tidak terawat. Unit Pelestarian Benda dan Bangunan bertugas dan bertanggung jawab melakukan identifikasi, inventarisasi, melindungi, merawat, dan merencanakan pemanfaatan benda dan bangunan milik perusahaan yang masuk dalam kategori cagar budaya. Lebih lanjut, sebagaimana tertulis dalam laman PT KAI, maksud dan tujuan pembentukan unit ini adalah memberdayakan dan menyelamatkan serta melestarikan aset milik PT KAI agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan komersial dan sosial perusahaan.
Dalam perjalanannya, Unit Heritage berhasil menata ulang dan merenovasi sejumlah bangunan dan stasiun tua, sebagai langkah pelestarian peninggalan sejarah. Salah satu program besar yang berhasil digarap Unit Heritage adalah renovasi Museum Kereta Api Ambarawa di Jawa Tengah. Museum itu diproyeksikan menjadi museum kereta api terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Pada awalnya Museum Kereta Api Ambarawa bernama Stasiun Willem I, dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1873. Semula digunakan sebagai sarana transportasi militer di sekitar Jawa Tengah. Pada 1976 Stasiun Ambarawa diresmikan sebagai Museum Kereta Api Ambarawa. Selain menjadi sarana pengetahuan sejarah kereta api dan konservasi, museum ini merupakan sarana pengetahuan dan pariwisata. Para pengunjung dapat menikmati perjalanan wisata dengan menaiki Kereta Api Wisata rute Ambarawa-Tuntang pulang pergi.
Yang juga sudah mengalami pemugaran adalah Gedung Lawang Sewu di Semarang. Gedung ini dibangun pada 1904-1907 dilanjutkan pada 1916-1918. Merupakan saksi bisu Pertemuan Lima Hari pada 14-19 Oktober 1945. Hasil pemugaran diresmikan pada 2011.
Di dalam Gedung Lawang Sewu terdapat museum. Gedung ini dapat disewa untuk kegiatan pameran, ruang pertemuan, pemotretan, shooting, pesta pernikahan, festival, bazar, pentas seni, dan lain-lain.
Untuk anggaran pelestarian, PT KAI sangat menggantungkan dari perusahaan karena angggaran dari pemerintah tidak ada. Saat ini penghasilan terbesar PT KAI berasal dari Gedung Lawang Sewu dan Museum Kereta Api Ambarawa. Dari sekian banyak Daop (Daerah Operasi), besar kemungkinan Daop IV Semarang memiliki penghasilan cukup lumayan.
Menurut Wikipedia, kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di Desa Kemijen, pada 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 kilometer) dengan lebar sepur 1.435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada Hari Sabtu, 10 Agustus 1867.