Tanyakan kepada masyarakat awam apa arti kata ‘arkeologi’? Bisa dipastikan akan ada bermacam-macam jawaban dari mereka. Mungkin ada yang mengatakan benda kuno, barang antik, harta karun, fosil, dan dinosaurus. Bisa jadi menyamakannya dengan Candi Borobudur, Kerajaan Majapahit, atau Mahapatih Gajah Mada.
Ditinjau dari katanya, arkeologi berasal dari gabungan archaeos (purbakala) dan logos(ilmu). Jadi singkatnya arkeologi adalah ilmu purbakala. Dari kaca mata ilmiah arkeologi dipandang sebagai ilmu yang mempelajari manusia masa lampau berdasarkan warisan-warisan yang ditinggalkannya. Tujuannya adalah untuk merekonstruksi kehidupan manusia dan budaya manusia yang usianya puluhan tahun hingga mencapai jutaan tahun. Arkeologi selalu menekankan upayanya untuk menggali manusia, bukan menggali benda.
Karena memiliki masa yang tidak terhingga jauh ke belakang, tentu saja warisan-warisan yang masih berada di dalam tanah juga tidak terbilang jumlahnya. Itulah sebabnya banyak kendala dihadapi oleh arkeolog-arkeolog zaman sekarang. Kendala itu berupa tenaga manusia yang terbatas, perlengkapan penelitian yang belum canggih, dana penelitian yang kurang memadai, dan tentunya masih banyak lagi.
Ironisnya, ketika kendala itu masih belum mampu ditanggulangi, berbagai aktivitas yang merusak bahkan menghancurkan sisa-sisa peradaban masa lampau, justru semakin menjadi-jadi. Pencurian arca dari situs arkeologi, penyelundupan artefak ke mancanegara, pembongkaran bangunan bersejarah demi kepentingan ekonomi, dan penghancuran bata-bata berusia ratusan tahun di situs Trowulan, merupakan contoh kecil dari sederetan pelecehan yang kerap dialami dunia arkeologi sejak lama.
Tidak dimungkiri, ilmu arkeologi masih kurang dihargai. Sebaliknya, benda-benda arkeologi justru semakin diperebutkan dengan segala cara karena memiliki nilai komersial tinggi. Sebelum tumbuhnya arkeologi sebagai ilmu pada abad ke-19, arkeologi memang bermula dari kegemaran mengumpulkan barang antik (antiquarian).
Arkeologi, bukan saja harus menghadapi masyarakat awam yang kurang memedulikan warisan masa lalu, tetapi juga harus berhadapan dengan pemerintah yang kurang tegas menindaklanjuti aturan hukum. Terbukti sejak bertahun-tahun lalu bangunan-bangunan lama, terutama peninggalan zaman penjajahan, dihancurkan dengan dalih ‘demi pembangunan’.
Banyak bangunan kuno di kota-kota besar tersingkir tanpa bisa dicegah, untuk digantikan bangunan modern yang katanya ‘lebih bermanfaat ekonomis’. Begitu pula ketika Undang-undang Benda Cagar Budaya (UUBCB) diberlakukan sejak 1992. Tetap saja bangunan bersejarah dihancurkan tanpa dapat dicegah. Mudah-mudahan revisi UUBCB 2010 ini menjadi awal kebangkitan dari para penegak hukum.
Menarik
Jelas sekali, di dunia nyata perhatian kepada masa lampau belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Padahal kalau kita lihat dunia fiksi, betapa dahsyatnya arkeologi, sehingga mampu menyedot kekaguman masyarakat. Mungkin kita masih ingat buku-buku fiksi ilmiah karangan Erich von Daniken. Situs-situs purba di Amerika Latin dikatakan tempat pendaratan pesawat UFO.
Artefak-artefak kunonya disebut-sebut bikinan makhluk angkasa luar. Masih banyak lagi hal yang dikarang-karang oleh Daniken. Meskipun tulisan Daniken dianggap “ngaco” atau pseudo-archaeology (arkeologi semu) oleh banyak arkeolog, namun beberapa seri bukunya telah menjadi best seller di banyak negara, termasuk terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Kedahsyatan juga diperlihatkan film-film yang berlatar arkeologi, selalu menjadi box office di seantero dunia berkat tangan-tangan kreatif Hollywood. Aktris jelita Angelina Jolie, misalnya, banyak dipuja karena aktingnya dalam film tentang perburuan harta karun yang menegangkan dengan setting situs Angkor Wat di Kamboja.