Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi Bukan Presiden, Lagi?

2 Mei 2015   09:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah enam bulan Jokowi menjadi presiden, ternyata harapan besar masyarakat kepadanya tidak seperti yang dibayangkan semula. Jokowi adalah presiden pilihan rakyat. Jokowi yang semula gubernur DKI Jakarta langsung naik menjadi presiden melalui pemilihan umum yang demokratis. Pesaingnya adalah seorang jenderal, politisi, ketua umum partai politik (parpol) yang cukup berpengaruh. Sedangkan Jokowi hanyalah rakyat biasa yang kebetulan atau terpaksa dicalonkan oleh PDI-P yang juga tidak menjabat apa-apa. Ia mengalahkan pesaingnya dengan 53,15% suara dibandingkan dengan 46,85%.

Cobaan pertama yang sangat berat adalah pada saat pencalonan kapolri. Atas desakan Megawati, ia terpaksa mencalonkan Komjen Budi Gunawan (BG), padahal sebelumnya ia tahu bahwa BG termasuk dalam daftar merah KPK, yaitu ketika perekrutan (recruitment) menteri-menterinya. Ternyata pada saat terakhir secara dramatis KPK menyatakan BG sebagai tersangka korupsi. Celakanya lagi, anggota DPR, termasuk fraksi PDI-P, justru langsung secara aklamasi menyetujui BG sebagai kapolri. Keruan saja situasi menjadi kacau-balau, bagaikan benang kusut.

Posisi Jokowi berada di tengah kemelut ini. Ia menghadapi dilema. Ia berhadapan dengan Megawati dan parpol pendukungnya plus parpol yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang memang sejak semula sangat anti kepadanya. Jokowi berhadapan dengan seluruh parpol dan Polri secara simultan ketika ia menunda pelantikan BG. Polri pun langsung bertindak. Semua komisioner KPK dijadikan tersangka, bahkan Bambang Widjojanto (BW) langsung ditahan. Ketua KPK, Abraham Samad (AS) juga jadi tersangka. KPK langsung lumpuh. Rupanya Polri ingin membalas dendam, untuk menunjukkan bahwa Polri masih sangat berkuasa. Apalagi, KPK tidak bisa menghadirkan saksi-saksi yang berasal dari Polri untuk membuktikan tindak pidana korupsi BG karena mereka takut atau karena esprit de corps yang salah kaprah.

Jokowi sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahaan tidak berdaya. Ia juga ikut lumpuh. Instruksinya kepada Polri supaya memperbaiki hubungan dengan KPK tidak digubris. Dan yang paling hebat adalah BG langsung diangkat sebagai Wakapolri atas rekomendasi Kapolri yang baru diangkat oleh Jokowi. Ternyata memang tampaknya pengaruh BG masih sangat dominan. Mungkin lebih dominan dibandingkan dengan Kapolri yang resmi. Apalagi dukungan Megawati masih kuat di belakangnya. Sedangkan Jokowi hanyalah "petugas partai" PDI-P. Mungkin ambisinya untuk jadi Kapolri akan terlaksana ketika masa pensiun Kapolri yang sekarang tiba. Dan tentu saja posisi Jokowi makin merana di mata Polri.

Kesalahan AS dan BW hanyalah tindak pidana minor, bukan tindak pidana luar biasa seperti korupsi atau pembunuhan, toh Polri masih berupaya untuk menjerat mereka sehingga perlu diahan. Walaupun BW dan AS akhirnya tidak jadi ditahan oleh Polri, namun sebagai gantinya Novel Baswedan (NB), penyidik utama KPK, ditangkap oleh Polri (Kompas 2/5/2015). NB berasal dari Polri tapi berani menangkap Inspektur Jenderal Djoko Susilo dalam kasus korupsi pengadaan simulator kendaraan pada beberapa waktu yang lalu. Dan sekarang ia pun rupanya yang berani membongkar kasus korupsi BG sehingga ia menjadi sasaran yang kedua kalinya. NB dianggap lupa kacang pada kulitnya. Ia dianggap sebagai pengkhianat Polri.

Walaupun Jokowi sudah berseru agar NB tidak ditahan dan dilakukan proses hukum yang adil, tampaknya instruksi ini pun tak bakal digubris oleh Polri. Anehnya, kasus yang dituduhkan kepada NB adalah kasus tahun 2004, sebelas tahun yang lalu dan terjadi di Bengkulu. Ada kesan penangkapan NB terlalu dicari-cari. Tampaknya citra Polri makin terpuruk. Dan wibawa Jokowi juga makin merosot. Perintahnya sebagai atasan langsung Polri dianggap angin lalu. Mungkin karena ia adalah orang biasa yang tidak berpangkat jenderal sehingga mudah dipermainkan. Karena itu timbul pertanyaan: Jokowi bukan presiden? Lagi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun