Kongres kedua Partai Demokrat (PD) baru saja usai. Pemilihan ketua umum yang berjalan secara demokratis telah menghasilkan ketua umum baru, Anas Urbaningrum (AU). Sedangkan Andi Mallarangeng (AM) dan Marzuki Alie (MA) telah kalah suara secara "legowo". PD memperoleh pujian sebagai partai modern yang telah melakukan regenerasi dengan sukses.
Walaupun demikian, masih ada sisa pertanyaan yang masih belum terjawab hingga saat ini. Mengapa AM yang didukung oleh salah seorang putera SBY kalah suara secara tragis pada putaran pertama ? Ia hanya memperoleh suara 82 dibandingkan dengan AU yang memperoleh suara 248 dan MA dengan 230 suara.
Pertanyaan kedua adalah mengapa SBY membiarkan Eddhie Baskoro (Ibas) ikut dalam gerbong AM ? Bukankah dengan ikut sertanya Ibas ke kubu AM telah menunjukkan adanya pemihakan SBY ? Walaupun dengan alasan demokrasi, masyarakat bisa menilai secara psikologis akan memengaruhi perolehan suara AM. Dan tentu saja dianggap tidak fair bagi calon ketua umum lainnya.
Alasan yang sesungguhnya dibalik skenario politik ini adalah Ibas merupakan pion bagi SBY. Untuk menunjukkan bahwa SBY menghargai proses pemilihan secara demokratis serta tidak menghalangi ambisi politik seseorang adalah alasan yang dikemukakannya.
Disamping itu, Ibas dapat magang dalam kubu AM sebagai persiapan untuk karir politiknya di masa yang akan datang. Tampaknya, SBY mempersiapkan Ibas sebagai penggantinya kelak setelah tiba waktunya. Saat ini Ibas sedang digodok dalam "kawah Candradimuka".
Apabila ternyata AM menang dalam pemilihan ketua umum itu, maka SBY sulit mengelak tuduhan menjadi sponsor AM dan melecehkan AU dan MA. Kesan kuat adanya KKN benar-benar menonjol. Kesan bahwa SBY ingin menjadikan PD sebagai partai keluarga dinasti SBY sangat kuat. Jika SBY ingin menghindari kesan ini, maka jauh-jauh hari ia sudah memberi kisikan agar Ibas tidak ikut dengan gerbong AM. Tetapi, hal itu tidak dilakukannya.
Tetapi sebaliknya, jika AM kalah, maka citra SBY meningkat. Ini membuktikan bahwa walaupun ada Ibas toh AM juga kalah. Berarti bahwa SBY tidak ikut campur tangan. Berarti demokrasi berjalan penuh.
Celakanya, bila skenario ini benar maka yang jadi korban adalah AM. Ia sudah mengeluarkan biaya bermilyar-milyar rupiah, ternyata hanya menuai kegagalan belaka. Padahal, seluruh dana dan daya telah dikerahkan habis-habisan.
Kecuali, kecuali ia pun ikut bermain sandiwara sesuai dengan skenario kedua yang disutradarai oleh SBY pula. Dengan kekalahan AM yang pura-pura itu maka SBY dapat berbangga hati bahwa PD telah lulus ujian demokrasi dengan hasil yang gemilang. Citra SBY pun akan meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H