Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bukan Membela Bank Century

17 Juni 2014   15:38 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:23 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) dituntut hukuman 17 tahun penjara ditambah dengan denda sebesar Rp 800 juta. Ia dituduh terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik yang berujung pada pemberian dana talangan (bail out) sebesar Rp 6,7 triliun (Kompas 17/6/2014).

Sialnya, Budi menerima uang sebesar Rp 1 milyar dari pemilik Bank Century yang dianggap sebagai uang suap yang memperkaya dirinya, walaupun ia bersikeras bahwa uang itu merupakan pinjaman yang telah dilunasinya pada beberapa waktu bersekang. Sialnya lagi, dampak sistemik dalam bentuk krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1998 ternyata tidak terjadi.

Operasi pebankan nasional merupakan jaringan laba-laba yang saling terkait satu sama lain. Jumlah bank yang terlibat dalam jaringan ini sekitar 12o bank. Masing-masing bank mempunyai tagihan dan utang kepada bank-bank lainnya. Bergantung bagaimana performa masing-masing bank. Bank dengan reputasi baik tentu akan memperoleh fasilitas pinjaman- antar- bank yang besar.

Secara sangat sederhana dapat dikatakan bahwa setiap bank mengeluarkan cek dan giro bilyet yang dikliringkan melalui BI. Cek dan giro bilyet tersebut merupakan pengeluaran yang harus ditutup dengan cek dan giro bilyet bank-bank lain yang disetorkan kepadanya. Semua lalu lintas cek dan giro bilyet ini melalui sistem kliring BI. Misalnya Bank A mengeluarkan cek dan giro bilyet sebesar Rp 100 milyar, cek dan bank lain yang dikliringkannya hanya Rp 60 milyar, maka Bank A harus menutup defisitnya sebesar Rp 40 milyar melalui pinjaman- antar-bank.

Nah, kalau salah satu bank ditutup, misalnya Bank Century, maka bank lain yang defisit tersebut tidak bisa pinjam atau menarik tagihannya dari Bank Century. Akibatnya, Bank A akan kalah kliring alias gagal bayar. Dan biasanya yang mengalami hal ini bukan hanya Bank A saja tapi juga merembet kepada bank-bank lain yang mempunyai tagihan kepada Bank Century. Efek domino pun terjadi. Akibat selanjutnya adalah timbul rumor mengenai gagal bayar Bank A dan beberapa bank lainnya.  Masyarakat panik dan berlomba-lomba menarik dananya di Bank A dan bank-bank lainnya itu. Timbullah rush, perbankan pun akan runtuh.

Mungkin rush tidak  terjadi karena Bank Century diselamatkan melalui FPJP yang dikucurkan oleh LPS atas rekomendasi BI. Tetapi seandainya Bank Century ditutup dan kemudian terjadi rush, tetap saja BI akan disalahkan karena tidak mengambil langkah pengamanan. Padahal, kalau terjadi rush maka kerugian dunia perbankan mungkin akan seratus kali lipat daripada Rp 6,7 triliun. Jadi bolak-balik kemanapun tetap saja Budi Mulya akan mengalami nasib yang sama, yaitu dijadikan terdakwa alias kambing hitam.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun