Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Balas Dendam terhadap Khadafy

31 Maret 2011   10:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:15 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Lebih daripada 30 tahun yang lalu Kolonel Moammar Khadafy telah berkuasa di Libya. Dibawah pemerintahannya yang otoriter Libya menjadi negara yang kurang disukai oleh negara-negara Barat.  Secara terang-terangan ia menyatakan anti Barat. Bahkan, ia diduga kuat terlibat dalam teror bom yang meledakkan  sebuah pesawat penumpang di Lockerbie, Irlandia. Indikasinya adalah ia bersedia membayar ganti rugi kepada keluarga korban pesawat yang jatuh tersebut setelah berselang dua atau tiga dekade yang lalu.

Amerika Serikat ketika dibawah pemerintahan Ronald Reagan pernah menyerang Khadafy dengan peluru kendali, tapi Khadafy tetap hidup sampai sekarang, sedangkan Reagan sudah almarhum. Kekuasaan Khadafy tampaknya tidak tergoyahkan. Negara-negara Barat hanya bisa melihatnya dengan gemas, tapi tidak berdaya.

Secara mengejutkan, beberapa tahun terakhir Khadafy berputar haluan. Hubungan dengan negara-negara Barat mulai diperbaiki. Tampaknya ia sudah mulai menyadari,bahwa Libya harus memulihkan hubungan internasional yang selama ini terabaikan. Tampaknya ia mulai bertobat.  Hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat mulai dibuka kembali. Tampaknya semuanya berjalan baik-baik saja.

Namun, pada bulan Januari 2011 badai demonstrasi yang dimulai dari Tunisia telah melanda negara-negara Timur Tengah. Setelah Tunisia, korban berikutnya adalah Mesir, Hosni Mubarak tumbang.  Lalu merembet ke Yaman, Bahrain, Syria, Aljazair, dan Libya yang berjuang keras mempertahankan diri dari amukan badai demokrasi yang melanda Timur Tengah tersebut.

Yang paling parah adalah Libya karena yang pro dan anti pembaruan tampaknya seimbang. Perang saudara pun tak terhindarkan. Perebutan kota-kota di Libya pun silih berganti. Yang jadi korban adalah rakyat yang tidak berdosa. Khadafy tetap ngotot, tidak mau mundur. Lebih baik mati daripada meninggalkan Libya, katanya.

Perang saudara yang berkecamuk di Libya telah membuka peluang bagi negara-negara Barat untuk langsung terjun membantu pasukan anti Khadafy melalui serangan udara yang sangat gencar dan masif. Alasannya adalah untuk membantu rakyat Libya memerangi kezaliman yang dilakukan oleh Khadafy yang telah membunuh rakyatnya sendiri. Alasan formalnya adalah melaksanakan putusan PBB. Alasan sebenarnya adalah mungkin balas dendam. Alasan yang lebih global adalah melindungi kepentingan mereka akan supply minyak mentah dari Libya.

Tentu saja Libya bukan tandingan negara-negara Barat yang memiliki persenjataan yang canggih. Serangan berbagai pesawat tempur serta peluru kendali telah menghancurkan berbagai instalasi militer milik tentara Libya. Mimpipun tidak Khadafy bahwa Libya akan diserang oleh negara-negara yang baru saja berbaikan dengannya. Rupanya dendam negara-negara Barat baru terlampiaskan sekarang.  Dan yang jadi korban adalah penduduk sipil Libya, bukan Khadafy.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun