Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Macet? Ingat Mbak Tutut!

31 Juli 2010   02:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:26 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemacetan Jakarta sudah tak tertahankan lagi. Menurut Harian Kompas tanggal 26/7/2010 Jakarta diprediksi bakalan macet total pada tahun 2011. Artinya, begitu kita keluar rumah maka kendaraan dijalanan sudah tidak bergerak, saking banyaknya kendaraan yang memadatinya. Asumsinya adalah jika pertumbuhan rata-rata kendaraan bermotor tetap yakni 9 % per tahun dan pertumbuhan rata-rata luas jalan tetap yakni 0,01 % per tahun.

Pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta setiap harinya rata-rata sekitar 1.127 unit yang terdiri dari 236 mobil dan 891 sepeda motor. Sedangkan untuk Jadetabek (Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi) adalah 2.026 unit yang terdiri dari 319 mobil dan 1.707 sepeda motor. Jumlah seluruh kendaraan bermotor di Jadetabek adalah sekitar 10,9 juta unit. Sementara itu ruas jakannya relatif tidak bertambah. Berdasarkan data tersebut, mungkin prediksi Kompas tidak berlebihan.

Apabila prediksi tersebut betul-betul terjadi, maka penduduk Jakarta akan menjadi lebih sehat, karena akan banyak yang berolah raga dengan berjalan kaki kemana-mana. Polusi udara pun menjadi berkurang. Kendaraan umum akan menjadi pilihan utama untuk bepergian. Orang akan memilih lebih baik naik bis kota, taksi atau angkot daripada kendaraan pribadi.

Tentu saja contoh ekstrim tersebut tidak mungkin menjadi kenyataan yang sesungguhnya. Ekonomi akan lumpuh akibat kemacetan total ini. Kerugian ekonominya mencapai Rp 5,5 trilyun per tahun plus kerugian akibat kualitas udara buruk sekitar Rp 2,8 trilyun per tahun.

Usulan agar jumlah kendaraan dibatasi tidak akan menyelesaikan masalah. Jumlah kendaraan tidak bisa dikurangi atau dihentikan selama daya beli masyarakat masih mendukung. Jika produksi kendaraan bermotor dihentikan atau dikurangi, maka investor tidak ada yang berani masuk ke Indonesia. Pengangguran akan meningkat. Masalah utamanya bukan berada dalam jumlah kendaraan bermotor. Masalah utamanya adalah manajemen transportasi yang buruk serta perencanaan kota yang semrawut.

Karena jalanan macet, maka orang lebih memilih menggunakan sepeda motor yang kecil, lincah dan dapat bermanuver dengan gesit sehingga lebih cepat sampai ke tujuan daripada mobil. Dengan uang muka Rp 300 ribu sudah dapat memiliki sepeda motor baru. Jadi semakin macet jalanan, semakin banyak orang yang beli sepeda motor. Semakin banyak yang beli sepeda motor, maka jalanan pun semakin macet. Demikianlah terjadi "lingkaran setan" (vicious circle).

Ada usulan agar ibukota Republik Indonesia dipindahkan saja ke luar Jawa supaya daerah di luar Jawa dapat menikmati kemakmuran seperti Jakarta. Ibukota akan dibangun dengan perencanaan kota yang canggih seperti Puterajaya di Malaysia atau Brasilia di Brasil atau Canberra di Australia atau Birma yamg memindahkan Yangoon ke kota yang baru. Soal dana pemindahan ibukota ini diambil dari mana tidak dipersoalkan. Soal tehnis pelaksanaannya juga tidak dipersoalkan. Pokoknya asal bunyi.

Waktu era Orde Baru pernah tercetus ide pemindahan ibukota dari Jakarta ke Cariu, Kecamatan Jonggol, Bogor. Ketika wacana ini baru bergulir, orang ramai-ramai beli tanah di Cariu. Harga tanah di desa ini meningkat tajam. Spekulan tanah berkeliaran. Dan ketika rencana itu menguap begitu saja, maka para spekulan pun pada gigit jari. Tetapi jika rencana tersebut sekarang digulirkan kembali, maka penduduk Cariu akan bersorak sorai kembali.

Pada saat yang hampir bersamaan  Mbak Tutut (Siti Hardiyanti Rukmana) telah merancang sebuah sistem transportasi terpadu Manggarai (Jakarta Transportation Centre) yang akan menampung dan mempersatukan sarana transportasi kereta api dan bis kota dalam satu stasiun induk. Dengan stasiun terpadu itu maka lalulintas Jakarta akan diatur sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat menikmati kendaraan umum yang lancar dan nyaman.

Sayang sekali, sebelum rencana transportasi induk yang terintegrasi itu terwujud, Pak Harto keburu lengser. Lengser pulalah rencana yang sangat ideal tersebut. Padahal, blueprint rencana induk tersebut saat ini mungkin dapat direalisasi oleh pemerintah pusat, mengingat kapabilitas pemerintah provinsi DKI sangat diragukan. Mungkin kemacetan Jakarta tidak akan separah sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun