Pagi hari Minggu itu, tanggal 21 September 2014, saya naik taksi "Putra" dari Tanjung Barat ke Cawang. Dalam perjalanan selama kurang lebih 40 menit terjadilah percakapan yang menarik. Ternyata sopir taksi ini memiliki pengetahuan yang diluar dugaan saya. Sosoknya sederhana, agak kurus, berusia 52 tahun, berjenggot dan berkumis putih dan berkacamata.Name tagnya tak sempat saya baca. Jadilah ia Sopir Taksi Tak Bernama.
Mula-mula ia mempersoalkan istilah "lampu hijau" untuk traffic light. Menurut pendapatnya istilah itu tidak tepat karena traffic light itu memiliki tiga warna yaitu hijau, kuning dan merah. Seharusnya lampu yang mengatur lalu-lintas di setiap persimpangan jalan itu dinamakan "lampu lantas" karena fungsinya adalah menggantikan tugas polisi lalu lintas. Dan polisi lalu-lintas ini biasanya disebut "polantas". Mungkin sama dengan ATM (automated teller machine) yang menggantikan tugas seorang teller bank, yang tidak disebut sebagai "mesin uang".
Kemudian ia menyebutkan bahwa istilah pp yang lazim diartikan sebagai pulang pergi. Seharusnya istilah pp digantikan dengan pergi pulang. Alasannya adalah kalau ada seorang penumpang taksi yang ingin pergi dari Cawang ke Bogor pp, misalnya, ia tidak pulang dulu ke Bogor lalu pergi ke Cawang, melainkan pergi dulu ke Bogor lalu pulang kembali ke Cawang.
Pada umumnya unggas seperti ayam, burung, angsa dan bebek dianggap mempunyai sayap. padahal mereka tidak memilikinya. Sayap unggas terdiri dari bilah-bilah berbulu yang membentuk "sayap". Nah, kalau bilah-bilah berbulu itu dicopot, maka hilanglah "sayap"nya. Sebaliknya dengan kumbang, tawon, kupu-kupu dan nyamuk  Sayap mereka tidak bisa dicopot atau ditanggalkan. Merekalah yang betul-betul memeiliki sayap, katanya.
Kita biasanya sering mengatakan bahwa manusia berjalan dengan kedua kakinya. Padahal, kita berjalan dengan menggunakan kaki kiri dan kaki kanan secara bergantian, tidak kedua kaki secara bersamaan. Sama seperti kaki burung merpati dan burung gereja. Merpati berjalan dengan menggunakan kedua kakinya secara bergantian seperti manusia. Sedangkan burung gereja berjalan dengan menggunakan kedua kakinya, melompat-lompat, bukan berjalan tetapi disebutnya sebagai burung gereja itu berjalan.
Sering kali orang mengatakan bahwa ia menyesal setelah melakukan perbuatan yang dilakukannya. Misalnya, ia memutuskan untuk berdagang beras. Kemudian setelah berselang setahun ternyata ia rugi besar dan bangkrut. Ia menyesal. Seharusnya ia tidak boleh menyesal karena berdagang beras merupakan pilihannya. Karena hidup adalah pilihan. Kalau sudah memilih satu, yah, harus konsekuen. Penyesalan itu sia-sia belaka. Seharusnya sesal itu berada di muka, bukan di belakang. Seperti kata pepatah "sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak berguna". Dengan perkataan lain, pikir dahulu baik-baik sebelum melangkah ke depan. Jadi kalau masuk penjara karena korupsi, orang tak boleh menyesal karena melalukan korupsi adalah pilihannya.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa ia dapat menentukan warna angin. Dia bilang, angin itu mempunyai warna. Apa pula itu? Sayang sekali, sebelum ia mengisahkan penemuannya tentang warna angin, taksi sudah sampai ke tempat tujuan saya, gereja GKI Cawang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H