Bantul – Sebagai salah satu karya luhur warisan nenek moyang, Keris memiliki kesatuan masing-masing. Utamanya Warangka atau sarung keris ini. Pembuatannyapun dilakukan oleh pengrajin khusus Warangka yang disebut Meranggi, salah satunya yakni Walgiyanto (58) pembuat warangka keris asal Pajimatan Payaman Selatan, Banyusumurup, Girirejo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Bisa dibilang, Pak Walgiyanto adalah salah satu seorang meranggi warangka keris yang memiliki sifat ulet dan pantang menyerah dengan keadaan. Bahkan ia bekerja menjadi pengrajin keris dimulai sejak ia masih berumur 8 tahun yang awalnya hanya membantu orang tuanya. Ia bekerja sebagai meranggi warangka keris dan juga pengrajin aksesoris pusaka lainnya.
“Saya mulai belajar menjadi Meranggi warangka keris sejak tahun 1970an, karena tuntutan orang tua agar bisa meneruskan kelestarian budaya jawa” kata Walgiyanto.
Mulanya, Walgiyanto sangat abai dengan perkembangan budaya yang ada di era modern. Namun suatu ketika Pak Walgiyanto disadarkan oleh anaknya sendiri yang kurang menyukai budaya jawa, yang malah memilih budaya modern yang hampir semua serba instan. Oleh karena itu, Pak Walgiyano berpegang teguh akan nasihat orang tuanya yang menyuruhnya melestarikan budaya jawa agar tidak diambil alih oleh bangsa lain.
Walaupun Pak Walgiyanto dalam pembuatan aksesoris keris hanya mengandalkan alat-alat tradisional dan sederhana, namun ia sangat semangat dalam mengerjakan pekerjaannya tersebut.Bahkan, Walgiyanto juga bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain karena dalam pengerjaan aksesoris keris tidak dikerjakan semuanya oleh satu pengrajin namun sistem di dusun ini sangat adil karena hanya dikerjakan oleh yang ahli dibidangnya saja. Misalnya pengrajin tersebut ahli dalam pembuatan "warangka" maka ia hanya membuat "warangka" saja. Kemudian setelah selesai akan di setorkan ke pengrajin lainnya untuk melanjutkan proses selanjutnya agar menjadi aksesoris keris yang utuh.
Akan tetapi, Walgiyanto bisa mengerjakan semua aksesoris keris dengan lengkap, itu yang membuat keistimewaan dari kerajinan tangan Walgiyanto. Yang lebih hebat lagi, dalam pengerjaan aksesoris keris dikerjakan dengan waktu yang cepat apalagi hasilnya yang membuat para pemesan terkagum akan keindahan dan kerapian hasil dari tangan Walgiyanto. Walgiyanto telah menjual aksesoris keris di berbagai daerah Indonesia, dengan harga yang setara dengan hasil atau kualitas yang diberikan. "Konsumen pun juga sangat puas dan banyak yang memesan kembali dalam jumlah banyak ", ujarnya.
Beliau juga merasakan peningkatan jumlah pesanan setelah Desa Banyusumurup ditetapkan sebagai Desa Wisata. Terkadang juga wisatawan asing yang berwisata ke Jogjakarta mampir ke Desa Banyusumurup untuk melihat pembuatan keris dan aksesorisnya.
Walaupun demikian, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini, semua warga Banyusumurup yang bekerja sebagai pengrajin keris sangat merasakan penurunan pesanan dari awal tahun 2020. Ini disebabkan oleh ekonomi masyarakat yang sedang tidak setabil dan juga pembatasan orang untuk keluar rumah dan berwisata ke Jogjakarta. Terlebih lagi, semua orang hanya berdiam diri didalam rumah bermain smartphone, namun dengan itu juga lambat laun sekarang sudah mengalami kenormalan baru yang menjadikan ekonomi di Desa Banyusumurup kembali pulih karena penggunaan smartphone untuk menjangkau konsumen agar tidak hanya bertatap langasung dalam memesan aksesoris keris tersebut.
Dengan semakin berkembangnya budaya di era modern ini , Budaya Keris Jawa sekarang sudah jarang dikenakan oleh kalangan anak muda, oleh karena itu Walgiyanto sangat mewanti-wanti kepada khalayak luas agar tetap ingat akan budaya nenek moyang kita sendiri agar budaya yang kita punya tidak diambil alih bangsa lain.