Enggak sengaja nemu Majalah Internal DPRD Banten "Aspirasi" Edisi Agustus 2015 bertumpuk-tumpuk di pojok Humas DPRD Banten. Bukankah majalah ini seharusnya sudah habis dibagikan?
Edisi ini membahas tentang ada atau tidak adanya jabatan Wakil Gubernur Banten setelah inkrahnya status Atut Chosiyah. Surat Kemendagri No 121.36/2132/OTDA menyatakan tidak perlu lagi jabatan Wakil Gubernur disebabkan sisa jabatan kurang dari 18 bulan.
Hal ini tentu saja menuai kritikan berbagai kalangan. Karena dasar hukum surat Kemendagri itu mengacu ke PP No 6 tahun 2005 yang berkonsideran pada UU No 32 tahun 2004.
UU No 32 tahun 2004 sendiri sudah tidak berlaku dan digantikan UU No 9 tahun 2015 yang mengamanatkan DPRD untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan untuk meneruskan sisa masa jabatan. Jadi tidak ada batasan sisa jabatan.
Mahkamah Agung (MA) sendiri menguatkan kritikan itu dengan menyatakan, surat Kemendagri itu dapat memunculkan sengketa hukum karena perbedaan persepsi penggunaan dasar hukum (konsideran).
Bahkan Tjahjo Kumolo, Mendagri sudah mengatakan menyerahkan keputusan pengisian jabatan Wakil Gubernur Banten ke DPRD Banten.
Sementara Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah mengatakan tidak bisa melaksanakan pemilihan Wakil Gubernur Banten karena belum ada Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaannya. "Dasar hukumnya harus jelas sehingga kami tidak salah melangkah," kata Asep seperti dikutip dari Majalah Aspirasi Edisi Agustus 2015.
Tentu yang dimaksud dengan Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan adalah Peraturan Pemerintah (PP), Keppres, Permen dan seterusnya.
Maka timbul pertanyaan, apakah Keppres pengangkatan itu sudah berdasarkan Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan (PP)?? Tentu saja tidak, kerna PP-nya belum ada.
Merujuk pada ucapan Asep Rahmatullah, apakah Presiden Jokowi sudah salah melangkah dengan menerbitkan Keppres Pengangkatan RK sebagai Gubernur Banten?
Dengan kata lain, Keppres Pengangkatan RK sebagai Gubernur Banten tidak punya dasar hukum? Uiiiih, wani amat eta bapak Jokowi.