Akhirnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membatalkan penyertaan modal ke PT BGD tahun 2016 untuk pembentukan bank Banten. Media tak menjelaskan alasan Kemendagri dalam pembatalan itu. Hanya menuliskan sikap pasrah Gubernur Banten Rano Karno. Sungguh sebuah gambaran sikap arogan yang dimiliki Rano Karno.
Penolakan pembentukan bank Banten melalui PT BGD sudah ramai dipublikasikan sejak akhir tahun 2014. Semakin membesar di tahun 2015. Bukan hanya publikasi, tapi hingga turun aksi bergelombang. Semuanya dipicu oleh Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran (TA) 2013.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten turut bergerak. KSO-KSO (Kerja Sama Operasi) PT BGD diperiksa. Sudah ditemukan cukup bukti untuk ditingkatkan ke Lidik. Tinggal menetapkan tersangka.
KPK turun. Operasi Tangkap Tangan (OTT) menghasilkan satu pimpinan DPRD Banten, satu anggota Banang dan Direktur Utama PT BGD ditahan. Kegaduhan teramat sangat pecah. Bau “kentut” dari Banten menjalar ke seluruh penjuru nusantara. Kembali Banten mendapatkan cap sarang Koruptor. Bahkan sekelompok masyarakat di Kota Serang memasang spanduk sindiran: “Selamat Datang di Pusat Wisata Korupsi”.
Tidak perlu analisa pakar, orang bodoh seperti saya pun bisa mengambil kesimpulan dari peristiwa sepanjang itu. PT BGD punya masalah besar yang harus diselesaikan. Masalah hukum paling utama. Masalah penataan keuangan yang kedua.
Tidak perlu sebijak Kepala Daerah, tukang sapu jalanan pun tahu. Jika seseorang sedang menghadapi persoalan besar, sungguh tak bijak membebaninya dengan tugas besar. Membentuk bank Banten adalah tugas besar. Bukan tugas membeli gorengan di pinggir jalan.
Kengototan Rano Karno membentuk bank Banten lewat PT BGD. Dan sikap pasrah yang menggambarkan tidak terima keputusan Mendagri itu... Entahlah harus disebut apa?
PT BGD Merugi Terus
LHP BPK bukan hanya rutinitas tugas pegawai BPK. Tapi serangkaian nasehat dan saran (rekomendasi) yang mesti didengar Pemerintah. BPK didirikan berdasarkan Undang-Undang dan rekomendasinya bersifat memaksa. Kepala Daerah (dalam hal ini Gubernur Banten) seharusnya memaksakan pelaksanaan rekomendasi BPK di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. BPK bukan lembaga cuap-cuap tanpa dasar. Itu bagiku, entah bagi Rano Karno.
LHP BPK atas APBD Provinsi Banten TA 2013 sudah menyebutkan, penyertaan modal pembentukan melalui PT BGD berpotensi digunakan untuk modal kerja PT BGD dan tidak ditujukan untuk pembentukan bank Banten. Dan Pemprov Banten tidak dapat mengendalikan dana penyertaan modal kepada PT BGD.