Monyet itu sudah 5 tahun dimiliki Misri. Awalnya milik polisi yang bertugas di Polsek Curug. Kemudian diberikan kepada Misri. Sedangkan kandang itu baru ditempati monyet, pas pembebasan dilaksanakan.
Kisah monyet yang belum digusur ini sudah diberitakan inilahbanten.com dan mediabanten.com sejak tanggal 30 Maret 2016. Khalayak ramai sudah banyak yang membicarakan. Tapi Pemprov Banten tak bergeming.
“Masalahnya, secara administrasi, tanah itu sudah digusur atau belum? Kalau belum, apakah anggaran pembebasan tanah 3 x 4 meter itu dimasukkan ke SILPA anggaran tahun 2015? Kalau belum, kenapa tanah di kiri, di kanan, di depan dan belakang kandang monyet itu sudah dibebaskan? Padahal pemilik lahan itu kan sama, yaitu Misri. Jangan-jangan, Pemprov Banten tidak berhasil bermusyarawah dengan penggarap lahan itu. Ya penggarap lahan itu… Ya monyet itu,” kata Adityawarman, warga Lingkungan Pasar Rau, Kota Serang yang tertarik datang ke kandang monyet itu.
Di tengah hiruk-pikuk pembangunan jalan itu, monyet pak Misri asik bermain di kandangnya tanpa takut terganggu. Seolah monyet itu tahu, Pemprov Banten tak berkutik untuk menggusurnya.
Kisah monyet versus Pemprov Banten ini, jadi teringat dongeng Sun Go Kong, kera sakti dari negeri China. Monyet yang terlahir dari batu yang menerima saripati matahari dan bulan, kemudian menjadi Mei Houwang alias raja monyet. Karena nafsunya ingin menjadi abadi, Sun Go Kong memerangi Khayangan hingga Raja Surga Giok harus minta bantuan Budha.
Budha akhirnya dapat mengurung Sun Go Kong dalam sebuah gunung selama 5 abad. Tapi Sun Go Kong tetap belum berubah, masih ingin memerangi Khayangan. Secara tak sengaja, pendeta budha Guanyin menemukan Sun Go Kong. Di bawah pembinaan dan pengawasan pendeta Guanyin ini, Sun Go Kong menebus dosanya dan bertobat. Akhirnya Sun Go Kong dikaruniai Kebudhaan dan menjadi penjaga Khayangan.
Plot ceritanya hampir sama seperti Sun Go Kong. Bukan penguasa Pemprov Banten yang dapat menggusur monyet itu, tapi PT Adhi Karya yang menalangi pembebasan lahan 3 x 4 meter alias kandang monyet itu. Dan lahan itu sekarang mulai dibeton. Usaikah persoalannya?
Pertanyaan berikutnya, apakah Pemprov Banten mengganti uang pembebasan lahan itu ke PT Adhi Karya? Jika iya, berapa nilai penggantinya itu, di atas nilai talangan, atau sama dengan talangan, atau di bawah nilai talangan PT Adhi Karya? Atau tidak diganti sama sekali?
Jika dibayarkan senilai dana talangan, perlu diingat lahan itu tidak mau dibebaskan diduga karena uang pembebasan lahan yang diminta pemilik di atas anggaran yang disediakan. Maka patut diduga adanya kolusi antara oknum Pemprov Banten dan PT Adhi Karya melanggar batas harga tanah yang sudah ditentukan oleh pihak appraisal yang ditunjuk Pemprov Banten sendiri.
Jika dibayarkan dengan nilai di bawah dana talangan, terlebih tidak dibayar sama sekali, maka yang harus dipertanyakan, apakah sumbangan dari pihak ketiga itu (PT Adhi Karya) ke Pemprov Banten sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?