[caption caption="copyright by bowobagus'p"][/caption]
#Ia Memeluk Tuhan dan Mencium Setan
“Aku tak membutuhkanmu mbak, secuilpun tak, apalagi segenggam!”
“Sungguh?”
Plak!
Sebait noktah merah meranum di pipi kananku, tujuh jam kejadiannya sebelum lembu-lembu melenguh menyambut tarian gembala di pagi hari yang dingin sekali, aku terluka. Di kaca rias besar si noda merah terlihat makin memudar lalu perlahan membiru, seperti kelu nya hatiku, ini adalah ke tujuh kalinya sejak pertama ia melempar senyum dan (tentu saja) melempar jerat.
“Aku tak membutuhkanmu mbak, secuilpun tak, apalagi segenggam!”
“Sungguh?”
Brak!
Membiru pula kepalan tanganku, menahan kesal diantara urapan-urapan yang dilempar secara membabi-buta dari mulut si penjual surga, aku terduduk diam di depan layar komputer yang menampilkan warna hitam. Ini adalah kesekian kalinya sejak ia menaruh gelas di dalam tempayan agar bekas merah lipstik si tuan tak nampak pada para bawahan, aku tertawa,
“Ha ha ha ha ha”
“Dasar lelaki baji***! Beraninya sama yang lembek-lembek saja! Sini kau lawan lenganku yang keras karena overwork, kakiku kejang karena kelamaan berdiri di depan kau punya tempat duduk!”