"Jadi mau berapa?" tanya seorang wanita cantik tanpa malu-malu. Ia kedipkan matanya berkali-kali, seolah ingin mengundang keinginan yang telah lama tak bersambut. Sebagai seorang lelaki normal Dio terpancing, namun ia berusaha mengalihkan perhatian wanita itu dengan memalingkan pandangannya ke rerumputan hijau yang menghampar luas.
"Ayolah mas, nggak usah malu-malu," bujuknya sambil mencubit mesra. Pertahanan Dio hampir jebol, ia mendesah lirih. Ingin protes namun bening dua mata cantik kembali mengerling, membombardir banyak khayalan tak sehat di kepala.
"Uhh, jangan sekarang yah?" tolak Dio halus sambil menghadang tangan yang merangsek maju hendak mencengkeram sesuatu yang dijaga dengan ketat. Seketika jakun bergerak naik turun, ludah terproduksi berlimpah, dan mulut seperti hendak banjir! "Bagaimana ini?" gumam Dio panik.
"Jadi maunya berapa?" tanyanya lagi. Kali ini ia nekat duduk menghimpit Dio, meniup-niupkan aroma mematikan dalam atmosfer yang memang sedang panas dan gersang, yang sedang sangat butuh kesegaran, "Duh! Sedikit lagi jebol pertahanku...."
"Eh geser dikit dong."
"Nggak mau ah, abis dari tadi mas-nya nolak melulu, jawab dong mas, maunya berapa, nggak usah malu-malu ahh." Â
"Ak ak aa..." jebol sudah pertahanan Dio. Si wanita tertawa lebar, menggerak-gerakkan kakinya yang indah, menggodanya, lalu beringsut cepat, mengambil sesuatu, mengulumnya lama-lama, dan dengan nakal berkata,
"Enak lho es krimnya ini... mau yah beli lima saja, aku kasih bonus free satu nih mas...."
"...." muka Dio seperti kepiting rebus.
"Iya deh, boleh," Dio menyerah, mengambil uang dari dompet dan membayar es krim itu.