Plered Bantul terletak nenuju ke selatan agak ke timur dari kota Jogja, jalan menuju makam raja2 Imogiri, menyimpan cerita kejayaan Sultan Agung dengan Keraton Kerto nya dan kisah2 legenda jaman kerajaan Mataram yang penuh intrik perebutan kekuasaan politik dan wanita, yang kisahnya sedikit demi sedikit diumbar para ahli sejarah secara referensi keilmuan maupun cerita turun temurun, Pleret suatu kawasan yang bagi Saya orang Jogja menjurus ke mistis, mungkin karena ada satu kisah cerita tentang Putri Malang, pohon2 besar, makam2 tua dan misteri keraton Pleret yang sampai saat ini keratonnya antara ada dan tiada wujudnya. Hanya kisah membanggakan kehebatan Raja Sultan Agung Hanyakrakusuma saat menyerang Batavia saja yang masih bisa digali dari sekian banyak situs di Plered Bantul.
Jalan2 pagi start dari Masjid Pathok Negoro Kasultanan Ngayogyokarto sembari menyusuri jalan desa yang rindang dan suara burung masih terdengar. Masjid Taqwa Pathok Negoro Wonokromo Pleret Bantul merupakan satu dari lima masjid milik keraton Jogja yang tersebar di lima penjuru mata angin tempat para penghulu dan pengajar/pengkaji Islam atas perintah Raja Hamengkubuwono langsung memperkenalkan lebih dalam mengenai Islam kepada rakyatnya sebagai amanat Panatagama Khalifatullah. Menyusuri tepian Kali/sungai Gajah Wong yang menembus tengah perkampungan, berbelok ke arah selatan, sedikit "kepo" melihat papan nama tempat kulineran dengan tempat luas dan ada arena permainan outbond serta Joglo tempat pertemuan utk acara besar, tapi sayang sudah lama tidak beroperasi dengan sedikit belukar tak terawat, cat yang sudah pudar dan pecahan atap lama tak berpenghuni, menjadikan kesan sedikit bulu kuduk terangkat ditambah ada dua pohon besar seolah mengawasi langkah kami.
Menjorok berjalan ke arah kali dengan sesekali menengok ke belakang tempat pohon besar berdiri, sebuah tempuran terpampang jelas, tempuran pertemuan dua kali/sungai, Gajah Wong dan Kali Opak, yang sama2 bersumber dari Gunung Merapi. Beberapa kepercayaan orang Jawa, tempuran merupakan tempat sakral penuh energi, sehingga masih bisa ditemukan adanya orang "nglaku prihatin" dengan berendam di tempuran sebagai syarat agar hajat nya terpenuhi. Vlog kami juga merekam adanya seorang yang berendam di tempuran, dengan tali pengerek yang ditarik rekannya di tepi Kali bekerjasama menambang pasir.
Berjalan kembali meninggalkan tempuran sembari mengoceh layaknya komentator bola, mengomentari apa saja yang kami lalui untuk menjelaskan suasana keadaan yang kami lalui di Vlog YouTube "Aryo Djendra" channel yang sedang kami rekam.
 https://youtu.be/AiwlWxJ4uTg
Berputar di jembatan kampung kembali masuk perkampungan padat penduduk di Kanggotan Wonokromo Pleret Jogja. Ada cerita asal nama Kanggotan berasal dari nama ulama Islam di Wonokromo, bernama Kyai Kategan, ulama Islam masa Sultan Agung, yang makamnya berada pemakaman Masjid Kanggotan, satu komplek dengan Boarding School nya Muhamadiyah Wonokromo Bantul. Menyusuri kawasan Pleret, yang dulunya sebuah keraton besar luas kerajaan Mataram Islam, jika digambarkan, akan ada kawasan ahli agamanya (Kauman), ada pasarnya (pasar tuo), ada kediaman raja nya (Kedaton) ada tempat wisata nya (Segara Yasa), begitu luas dan besarnya komplek Keraton Pleret serasa masih kurang untuk lebih masuk blusukan lagi, yang semoga semakin tahun semakin terkuak sedikit demi sedikit cerita2 Keraton Pleret dengan penelitian dan penemuan yang ilmiah oleh para ahlinya, sejarah kebesaran awal kerajaan Mataram Islam yang membanggakan dan bisa dilihat, bukan tertidur pulas seperti batu batu yang hanya berserakan di situs Pleret Jogja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H