I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah I’tiqad mayoritas dipegang masyarakat Islam Indonesia khususnya dan umat muslim dunia umumnya. Dalam firqah-firqah yang ada di dunia Islam, populasi pengikut Ahlus sunnah Wal Jama’ah yang menjadi mayoritas dan dominan di dunia Islam. Telah menjadi kehendak Allah ta’ala bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah disetiap waktu dan zaman selalu menjadi mayoritas (terbanyak) di kalangan umat Nabi Muhammad Saw, karena merekalah yang menjaga ajaran Islam yang murni sebagaimana yang telah di ajarkan oleh Nabi Muhammad Saw berserta para sahabat beliau.
Kelestarian ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tidak terlepas dari peran para ulama yang banyak menjaga dan berpegang teguh kepada I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang tentu juga turut berperan dalam menyebarkan ajaran dan memperkenalkan kepada masyarakat Muslim. Di samping itu ajaran-ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bisa terwujud dalam manifestasi yang beragam diberbagai belahan dunia Islam kerena cara hidup, kebiasaan dan adat-istiadat yang berbeda dengan masing-masing kawasan dunia Islam yang berbeda. Dengan arti lain mereka selalu mengambil sikap diantara pertengahan (jalan tengah) serta pemikiran-pemikirannya juga mudah di terima oleh akal dan nalar. sehingga dengan sendirinya mudah diterima oleh umat, baik kalangan Intelek maupun awam.
Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja adalah singkatan dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Terdapat tiga kata yang membentuk kata tersebut, yaitu :
Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut.
al-Sunnah, yaitu segala yang telah di ajarkan oleh Rasulullah Saw, maksudnya semua yang datang dari Nabi Saw, berupa ucapan, perbuatan, dan pernyataan Nabi Saw.
al-Jama’ah, yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah Saw pada masa Khulafaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar r.a. Umar bin Khatthab r.a. Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abi Thalib r.a.).
Kata al-Jama’ah ini di ambil dari sabda Rasulullah Saw :
“Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-Jama’ah (kelompok yang menjaga kebersamaan)”. (HR al-Tirmidzi dan al-Hakim yang menilainya Shahih dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
Demikian pula dasar kehadiran Ahlus Sunnah, ini adalah ayat al-Qur’an :
“Dan mereka yang menjadi pelopor pertama dari pada orang-orang yang hijrah (dari Makkah ke Madinah), serta orang-orang (Madinah) yang menerimanya dan mereka yang mengikuti para sahabat itu dengan kebajikan itulah mereka yang diridhai Allah dan mereka pun ridha kepada-Nya. Dan Allah telah menyediakan bagi mereka itu surga-surga yang dibawahnya dialiri oleh anak-anak sungai, mereka kekal disitu selama-lamanya. Itulah kebahagiaan yang besar.” (Q.S. at-Taubah : 100)
Dari penjelasan ayat tersebut, dapat diambil pengertian bahwa orang-orang yang masuk surga dan mendapatkan kebahagiaan yang kekal dan selama-lamanya kelak di akhirat adalah mereka yang mengikuti I’tiqad dan segala ajaran Nabi Muhammad Saw (seperti halnya kaum Muhajirin dan Anshor) dan juga mereka mengikuti I’tiqad dan ajaran yang di bawakan oleh para sahabat Nabi Saw, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah golongan (firqah) Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, ialah golongan yang berI’tiqad sebagaimana I’tiqad Nabi Saw dan para sahabat beliau.
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (w 561 H/1166 M) mengatakan bahwa, al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw (baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi Saw pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah.
Nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah terkadang disingkat dalam penyebutannya, ada yang berkata Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu dipendekkan menjadi Ahlus Sunnah dan juga dipersingkat menjadi Sunni. Di satu sisi orang juga banyak yang menyebut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah kaum Asy’ariyah yang di sandarkan kepada Guru besarnya. Maka kata Ahlus Sunnah wal Jama’ah biasa disebut juga dengan Nama Ahlus Sunnah atau Sunni atau kaum Asy’ari (Asy’ariyyah).
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hadir pada tiga abad pertama Hijriyah. Secara khusus bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sebagaimana telah dijelaskan tadi, ialah kaum muslimin yang menganut I’tiqad yang sebagaimana yang telah di ajarkan dan mengikuti I’tiqad Nabi Muhammad Saw serta sahabat-sahabat beliau dan bersambung ke mayoritas Tabi’in, at-Tabi’in, taba’ al-Atba’ dan generasi salaf pada umumnya. Serta sangat konsisten dalam berpegang teguh dalam ajaran Islam yang di bawa oleh Rasulullah Saw, di saat sebagian orang menyimpang dari ajaran tersebut dan menyempal dari kelompok di kalangan umat Nabi Muhammad Saw .
Pada hakikatnya ajaran Nabi Saw dan para sahabatnya tentang aqidah itu sudah termaktub dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Akan tetapi masih berserakan dan belum tersusun secara sistematis, baru pada masa setelahnya, ada usaha dari ulama besar dalam bidang Ushuluddin, yaitu al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Imam Abu Mansur al-Maturidi yang menyusun ilmu Tauhid dan dirumuskan secara sistematis agar mudah dipahami. (KH. Muhyiddin Abdusshomad, Aqidah Ahl Sunnah Wal Jama’ah, Surabaya, Khalista, 2009:8-9)
Imam al-Asy’ari dan Imam al-Muturidi ini bukan membuat ajaran tauhid atau aqidah baru, melainkan hanya menyusun serta merumuskan kedalam pemahaman yang mudah diterima (cerna) oleh pemikiran akal berdasarkan pemahaman terhadap al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Tentunya pemikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Muturidi itu melainkan reaksi atas sebagian orang (saat itu) yang melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap aqidah. Penyimpangan yang dilakukan sebagian kelompok, dianggap oleh Imam Asy’ari telah keluar dari koridor ajaran agama yang benar. Sebenarnya salah satu tujuan kehadiran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah disamping memurnikan aqidah umat dari praktek penyimpangan. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah juga hadir sebagai lawan dari ahli bid’ah. Jumhur ulama menyebut ahli bid’ah ini adalah kaum Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, dan Musyabbihah, (Mujassimah).
Maka langkah-langkah Imam Asy’ari dalam melakukan ijtihad dalam bidang aqidah. Tak lain hanya mengembalikan aqidah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad Saw. Sementara itu pendapat dan sikap Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam bidang aqidah, cukup sederhana saja, mereka cukup mengerti dan yakin dengan rumusan-rumusan aqidah Islam, seperti yang tertera dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw, Bagi Ahlus Sunnah, mengajukan berbagai macam-macam pertanyaan yang rumit jawabannya sekitar aqidah, adalah perbuatan yang tidak baik (tercela) dan bid’ah.
Madzhab al-Asy’ari ini-lah yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang sebenarnya, Aqidah al-Asy’riyah adalah aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Jika anda mendengar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka itu adalah madzhab al-Asy’ari. ataupun sebaliknya. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ini tidak terlepas dan selalu dikaitan kepada kedua Guru besarnya.
Sementara itu Sayyid Murtadha al-Zabidi, mengatakan dalam kitab Ihtihaf Sadatul Muttaqin, dikutip KH. Muhyiddin Abdusshomad, dalam Aqidah Ahl Sunnah Wal Jama’ah, (2009:8), Apabila disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (paham teologi) al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Imam Abu Mansur al-Maturidi.
al-Imam Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari merupakan (teolog) ulama Ushuluddin dan seorang pemikir muslim perumus paham Asy’ari. al-Imam al-Asy’ari lahir di Basrah (Iraq) pada tahun 260 H/873. sebagian besar hidupnya di Baghdad dan wafat pada tahun 324 H/935, kalau dilihat tahun kelahirannya 260 H, yakni 55 tahun setelah wafatnya al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Dan Imam al-Asy’ari adalah seorang Imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, kendati beliau seorang Imam besar dalam bidang Ushuluddin, tetapi dalam furu’ syari’at (fiqh) beliau penganut (mengikuti) dan mempertahankan kuat madzhab Syafi’i. Beliau belajar fiqh Syafi’i kepada al-Imam Abu Ishaq al-Marwadzi. (Syaikh Abu Muhammad al-Junaidi & Abu Bakar ibn Furak dikutip Syaikh Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlus Sunnah , Jakarta, Tarbiyah, 2010:208).
Dan al-Imam Abu Mansur al-Maturidi adalah juga seorang ulama Ushuluddin yang paham / I’tiqadnya sama atau hampir sama dengan al-Imam al-Asy’ari, beliau dalam bidang fiqh mengikuti madzhab Hanafi, Imam al-Maturidi wafat di sebuah desa bernama Maturid, Samarqand, di Uzbekistan pada tahun 333 H/944. beliau bersama pengikutnya menjadi pembela faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di asia tengah. Di antara pengikutnya Imam al-Muturidi, terdapat pula seorang ulama besar yang berpengaruh, bernama Imam al-Bazdawi yang wafat dibukhara pada tahun 943 H. sekalipun al-Bazdawi banyak mengambil pendapat Imam al-Muturidi, yang ternyata beliau mempunyai atau pendapat beliau lebih dekat dengan pendapat al-Imam Asy’ari.
Sementara ulama besar Indonesia yang juga merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/1871-1947 M) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat, yaitu adapun Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli fiqh. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Saw dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahnya. Merekah adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali. (KH. Muhyiddin Abdusshomad, Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ,Surabaya,Khalista, 2009:8).
Para ulama besar yang menjadi barisan madzhab Asy’ari, dikarenakan lahirnya banyak ulama besar di kalangan al-Asy’ariyah dan mendapat dukungan dari sejumlah kerajaan Islam, maka kaum al-Asy’riyah menjadi mayoritas dan dominan di dunia Islam, Sejak kehadirannya sampai sekarang. Golongan ini umumnya banyak dianut oleh umat Islam, yang dalam bidang fiqh bermadzhab Syafi’i atau Maliki dan sebagian besarnya lagi bermadzhab Hanafi dan Hanbali.
Lebih lanjut, Sayyid Muhammad al-Maliki dalam Mafahim Yajib An Tushahhah, 2011:78, mengatakan Madzhab al-Asy’ariyah adalah para Imam dan tokoh agama, ulama yang ilmunya telah menyebar luas keberbagai pelosok dunia, baik belahan dunia bagian Timur maupun bagian Barat. Keutamaan, ilmu dan keshalehan mereka dalam mengamalkan agama telah diakui. Mereka (al-Asy’ari dan al-Maturidi) adalah pentolan ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, ketokohan ulamanya yang mulia dengan gigih melawan kaum Mu’tazilah (kaum rasionalis). (Meluruskan Ke Salahpahaman, Bandung, Rosdakarya, 2011:78)
Pada dasarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah memberikan kontribusinya serta mengembalikan ajaran Islam sesuai kepada tempatnya (benar), dan pemikiran (aqidahnya) melindungi dari pada perbuatan yang mencederai aqidah. Dengan sendirinya penetapan I’tiqad mazdhab Ahlus Sunnah diterima oleh segenap kaum muslimin sedari dahulu maupun sampai saat masa sekarang karena kebenaran (teori) pemahamannya yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, dan sejarah telah membuktikan itu. Maka, sudah menjadi suatu keharusan kita untuk selalu membumikan dan melestarikan I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan selalu istiqamah dalam mengamalkan ajarannya.
Wallahu a’lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H