Hari ini (19/8), waktu awal tulisan ini saya buat, adalah hari raya Idul Fitri. Lebaran pertama, kata kota orang Indonesia... meski sebenarnya Idul Fitri itu cuma sehari aja. Tapi ini udah jadi budaya, tradisi dimana tanggal merah di tiap kalender yang beredar di Indonesia pasti ada dua buat lebaran: lebaran pertama, lebaran kedua. Hari pertama dan hari kedua maksudnya.
Selamat hari raya Idul Fitri buat yang merayakan, termasuk untuk keluarga besar saya. Itu aja. Selain itu saya ga tau mesti kasih ucapan model gimana lagi... Saya bukan Kahlil Gibran, ga puitis-puitis amat, meski jaman masih SMA saya juga sempat suka sama penulis ini. Cukup itu aja.
Mohon maaf lahir batin?
Boleh lah... Tapi kok kayaknya ini cuma formalitas aja, toh prakteknya habis lebaran pada balik lagi ke kehidupan asli yang brutal dan ga berbelas kasihan. Tapi inilah hidup... Ntar lebaran tahun depan maaf-maafan lagi, hehehe...
Pada dasarnya, saya ga merayakan lebaran. Karena emang ga pantas aja. Saya bukan umat beragama yang baik, malah lebih sering mempertanyakan. Forget it lah... saya ga terlalu suka membahas masalah keyakinan, itu urusan dan hak pribadi masing-masing orang. Hak asasi yang harusnya ga boleh di intervensi oleh siapapun.
Tapi lebaran kali ini memang rada beda rasanya...
Dirumah sendirian, Bapak saya pulang ke kampung halamannya di Pekalongan, adik-adik saya ga dirumah. Tapi ada satu perbedaan yang harus jujur saya akui, juga saya rasakan meski lebih sering (suka) saya sembunyikan... Mulai lebaran kali ini Ibu udah ga ada.
Tadi pagi saya coba sempatin diri ke makam Ibu, di pemakaman yang ga terlalu jauh dari rumah. Modal bawa sebotol air dan sebungkus kembang, layaknya orang nyekar atau ziarah. Ga tau mesti bilang apa... cuma merasa ada yang hilang. Satu perasaan yang ga bisa saya sembunyikan, tapi ga pengen saya share ke orang lain... meski akhirnya saya tuliskan juga disini. Paling ngga, ga secara langsung.
I don't want you find me in my private emotion.
Ada hal yang pengen saya bagi, ada juga yang lebih suka saya simpan sendiri, seperti perasaan sedih karena kehilangan seseorang yang pernah ada dalam hidup saya. Saya lebih suka mengabaikan perasaan seperti itu, lalu menganggap hari-hari selanjutnya akan lebih baik dan menerima kenyataan bahwa ada beberapa hal diluar kekuatan manusia yang ga bisa ditolak. That's all.
Libur merupakan saat yang tepat untuk mengerjakan hobi, juga saat yang tepat untuk berkumpul dengan orang-orang terdekat. Dengan teman, atau keluarga.
Bagaimanapun juga, manusia itu mahkluk sosial yang ga bisa berdiri sendiri, pasti membutuhkan orang lain. Bukan pertemuan digital melalui chatting dan media sosial, tapi kita butuh tatap muka langsung dan mendengar suaranya, melihat ekspresi dan emosinya secara langsung. Lebih dari sekedar realtime, tanpa buffering, tanpa loading dan ga perlu mengalami lost connection.
Saya selalu suka dengan slogan salah satu perusahaan asuransi, meski saya bukan klien-nya;
"karena hanya dengan mendengarkan kita bisa lebih memahami".
Dan saya percaya kalau tatap muka langsung, pertemuan, kontak fisik jauh lebih baik daripada interaksi di dunia maya dengan teknologi digital. Percayalah... itu ada dalam ilmu psikologi.
Jadi, mumpung libur cukup panjang, coba sempatkan diri untuk datang berkunjung atau berkumpul dengan orang-orang terdekat, seperti teman dan keluarga.
Ada sensasi yang luar biasa dari pertemuan secara langsung ini, dimana kita bisa langsung melihat dan merasakan bagaimana emosi seseorang. Sesuatu yang ga bisa diukur dengan kecepatan berapa kbps atau Mbps, pertemuan yang ga butuh koneksi 2G/EDGE, 3G atau 3,5G/3G+ atau bahkan 4G/LTE. Hubungan yang ga membutuhkan NFC atau BlueTooth, tanpa perlu koneksi WiFi dan ga perlu tethering. Hubungan emosianal secara langsung.
Body languange is never lie, and there's no body language in online relationship but emoticon and typing good words to hide the real that you feel.
Beberapa hari terakhir ini saya menghabiskan waktu bersama dua orang teman dekat saya di Balikpapan, atau malah bisa dibilang cuma mereka teman yang ada. Anggap saja begitu. Pekerjaan membuat intensitas pertemuan semakin jarang, dan momen untuk nongkrong bareng merupakan hal yang bisa dibilang langka. Thanks God I have them in my life, good friend is always better than latest gadget.
Ga ada hal berarti yang kami lakukan. Nongkrong sampai pagi, ngobrol ngalor ngidul, pergi jalan entah kemana sekedar mengisi waktu libur yang memang langka untuk bisa dihabiskan bersama.
Meski begitu, kita juga butuh waktu untuk diri sendiri, untuk menyendiri.
Teori agak melankolis ini pernah dikatakan oleh salah satu teman dekat saya, yang juga pernah mencetuskan teori koplaknya kalau kegiatan paling membosankan di dunia bukan menunggu, melainkan ga ada kegiatan. Dan saya setuju.
Kalau beberapa hari lalu, kemarin sampai tadi sore saya ada dirumah teman saya dan ikut teman lain keluar kota, hari ini saya pengen sendiri dulu.
Bukan bosan.
Saya ga pernah bosan berkumpul dengan teman-teman dekat saya, yang keduanya belum pernah bertemu sejak saya kembali ke Balikpapan. Padahal, saya ga pernah satu sekolah dengan mereka... Teman nongkrong aja, ketemu ga sengaja karena saya sering ikut nongkrong dengan teman mereka yang teman SMP saya. Justru mereka berdua yang dulu satu SMA.
Istilahnya, saya punya jadwal kapan bertemu dengan teman ini, kapan bertemu dengan teman itu, meski sebenarnya akan lebih menyenangkan kalau kami bisa nongkrong bareng di satu tempat, dan teman saya sudah menyarankan agar dibuatkan jadawal, hehehe... Sinkronisasi.
Selain itu, saya juga mesti cek keadaan rumah... sekalian berkunjung kerumah saudara. Lebih tepatnya: minta makan, bwhahaha... Lebaran, jarang ada orang jualan. Harap maklum.
Memang, hal yang menyenangkan bagi tiap orang bisa berbeda-beda, termasuk dalam hal berinteraksi. Ada yang lebih suka berinteraksi secara langsung, cara konvensional dengan berkunjung yang menghabiskan waktu dan biaya. Ada juga yang lebih suka cara praktis dan modern dengan memanfaatkan teknologi.
Saya suka dengan perkembangan dan produk teknologi, meski hampir ga pernah beli... cuma mengamati dan sok ngerti aja. Tapi saya ga bisa membohongi diri saya sendiri kalau saya jauh lebih suka bertatap muka langsung, nongkrong bareng sambil ngobrol dan minum kopi atau lainnya... asal jangan yang beralkohol.
Sumpah, nongkrong dan ngobrol dalam keadaan mabok ga asik bgt. Apalagi kalau udah sampai mabok berat, flying high dan berakhir dengan jackpot, huek... Menjijikan. Saya ga pengen balik jadi alkoholis lagi.
Udah lewat pukul 12 malam, 20 Agustus 2012. Suasana di kampung saya udah sepi bgt, kendaraan bermotor yang lewat hampir ga ada. Cuaca cerah tapi sejuk. Selamat hari raya Idul Fitri untuk semua yang merayakan.
01:09 AM 20/08/2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H