Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, dalam proses untuk menduduki kembali jabatan yang ditinggalkannya sehubungan kasus ‘Papa Minta Saham’ Pengembalian Setya Novanto pada jabatan Ketua DPR itu atas keinginan DPP Partai Golkar setelah MK memutuskan  ketua Partai Beringin itu tidak terbukti melakukan ‘permufakatan jahat’. Setya Novanto pada Desember 2015 disidang oleh Mahkamah Kehormatan DPR sehubungan kegiatannya untuk memperoleh saham dari PT Freeport.Â
Setya Novanto belum mendapatkan saham dimaksud, namun dinyatakan MKD melanggar kode etik karena melakukan kegiatan yang tidak pantas dengan kedudukannya. Yang dijadikan barang bukti adalah rekaman suara yang memperdengarkan adanya upaya Setya Novanto untuk mendapatkan saham PT Freeport.Â
Rekaman suara itulah yang diajukan Setya Novanto kepada MK untuk diuji materi. Dalam Sidang MK bulan September lalu, diputuskan rekaman itu tidak syah, berarti Setya Novanto tidak terbukti melakukan ‘permufakatan jahat’. MKD sendiri tidak menjatuhkan sanksi kepada Setya Novanto, namun Setya Novanto sendirilah menyatakan pengunduran dirinya sebagai Ketua DPR`
Sebuah partai memang berhak mengganti kadernya di DPR, termasuk pergantian jabatan  Masalahnya, pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR tempohari adalah atas kesadaran dirinya sendiri.artinya, ia merasa bersalah, sehingga mengundurkan diri. Jadi, kalau ia kembali menjabat lagi, bukankah itu artinya plin plan? Bagaimana pun, terpulang kepada Setya Novanto sendiri. Terlepas dari syah tidaknya bukti rekaman yang ditampilkan dalam Sidang MKD, kesaksian  yang diberikan sejumlah orang yang hadir dalam kegiatan pertemuan dengan pihak PT Freeport,  menunjukkan adanya kegiatan Setya Novanto meminta saham PT Freeport.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H