Terjadi lagi perbuatan tidak terpuji oleh wakil rakyat yang terhormat, kali ini menganiaya pembantu rumah tangga -PRT- Bagaimana bentuk penganiayaan itu tidak jelas. PRT tersebut sudah mengadu ke polisi yang sampai kini terus menyelidikinya. Anggota DPR berinisial IH, belum diperiksa polisi karena menunggu izin dari Presiden RI.
Sampai ada keputusan pengadilan nanti, IH harus dianggap tidak bersalah atas dasar 'praduga tak bersalah'. Tapi masyarakat sudah lebih dini mengetahui peristiwanya, karena disiarkan oleh media. Biasanya masyarakat cenderung menganggap bahwa penganiayaan itu benar adanya. Kalau tidak masa PRT mengadu ke polisi dan diliput oleh media.
Jika nanti ternyata benar, kita tentu menyayangkan kelakuan wakil rakyat kita yang tidak punya rasa kasihan kepada rakyat kecil. Sebagai wakil rakyat, seharusnya membela rakyat terutama yang lemah seperti PRT. Kalau PRT dinilai sudah keterlaluan, tindakannya sangat tidak menyenangkan, dapat diberikan sanksi, misalnya diberhentikan tanpa menyakiti. Dengan menganiaya, pelakunya bukanlah orang yang bijak lagi tidak berperikemanusiaan. Yang seperti itu, apa pantas menjadi anggota DPR dengan sebutan 'yang terhormat'?
Polisi harus cepat menyelesaikan kasus ini, selain meminta keterangan kepada saksi korban, juga kepada yang terlapor. Permintaan izin pemeriksaan harus diajukan kepada Presiden RI dan presiden jangan menunda memberikannya.
Mungkin polisi dapat menawarkan jalan damai agar tidak usah repot-repot ke pengadilan. Dua hal yang harus dilakukan adalah: pertama terlapor meminta maaf kepada PRT dan kedua, terlapor membayar uang ganti rugi yang pantas. Tapi kalau saksi korban tidak mau berdamai, polisi harus menuntaskan kasus ini sampai ke pengadilan.
Menganiaya PRT bukanlah perbuatan bermartabat. Kita geram ketika mendengar banyak TKI kita di luar negeri dianiaya majikan. Maka ketika hal serupa terjadi di negeri sendiri, tentu harus mendapat perhatian khusus. Jangan dibiarkan saja, seolah hal itu biasa saja.
Bagaimanapun peristiwa anggota DPR menganiaya PRT, disamping menurunkan wibawa pelaku, juga berimbas kepada partai yang mengusungnya untuk duduk di DPR. Partai pengusung bisa dinilai kurang teliti dalam menjaring calon-calon yang benar-benar pantas disebut sebagai 'yang terhormat'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H