Mohon tunggu...
Djasli Djosan
Djasli Djosan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mantan redaktur dan reporter RRI, anggota Dewan Redaksi majalah Harmonis di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RRI 77 Tahun

12 September 2022   12:36 Diperbarui: 12 September 2022   13:00 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Radio Republik Indonesia (RRI) tanggal 11 September 2022 berusia 77 tahun. Ibarat manusia, sudah sepuh banyak makan asam garam kehidupan. RRI pernah sangat berperan dalam mempromosikan kebijakan-kebijakan Pemerintah. RRI menjadi idola bagi mereka yang ingin mengembangkan diri untuk dikenal masyarakat luas.

Presiden Sukarno adalah tokoh yang mendapat manfaat dari keberadaan RRI.. Kegiatan-kegiatan beliau yang penting-penting selalu disiarkan langsung RRI lewat suara reporter Darmosugondo. Rakyat, melalui RRI cepat mengetahui kebijakan-kebijakan Pemerintah dan siap malaksanakannya. Perintah Presiden Sukarno untuk merebut Irian Barat (sekarang Papua) lewat Tri Komando Rakyat -Tri Kora- disiarkan langsung RRI ke seluruh penjuru negeri dan dunia. Perjuangan merebut Irian Barat berujung dengan penyelenggaraan Penentuan Pendapat Rakyat -Pepera- tahun 1969 dengan sponsor PBB. Hasilnya, Irian Barat pun kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Itu salah satu saja dari begitu banyak program Pemerintah yang diketahui rakyat lewat RRI.

Begitu pentingnya keberadaan RRI, G 30 S/PkI merebut dan mendudukinya untuk menyiarkan pengumuman apa yang menamakan dirinya 'Dewan Revolusi' pimpinan Letnan Kolonel Untung bahwa telah terjadi peralihan kekuasaan dari tangan pemerintah RI yang syah. Hanya beberapa hari saja karena pasukan,  Pangkostrad Mayjen Suharto merebutnya kembali dan menyiarkan upaya pemulihan keamanan.

Kalangan penyanyi juga memanfaatkan RRI untuk mempromosikan mereka sehingga merasa seolah-olah 'dibesarkan' RRI. Pantaslah kalau Titik Puspa pernah berucap, "Siap dipanggil RRI kapan saja untuk mengisi suatu acara."

Bagaimana sekarang?

Sudah banyak perobahan, terutama peralatan kantor dan teknik termasuk pemancar'pemancar. Hanya, sampai tahun 2001 masih ada masalah yaitu kawasan 'blank spot' di mana RRI tidak dapat didengar. Dulu, mencapai 40% dari target siaran sebuah stasiun RRI. Untuk mengujinya, sebaiknya diselenggarakan riset. Misalnya, apa ke empat saluran RRI Jakarta sekarang ini dapat didengarkan semuanya di Kepulauan Seribu. Seorang pendengar RRI di Meruyung, Depok menginformasikan, ia hanya dapat mendengarkan saluran 3 RRI Jakarta dan RRI Bogor. Padahal seluruh DKI Jakarta dan sekitarnya seharusnya dapat mendengarkan keempat saluran RRI Jakarta.

Riset perlu diadakan untuk mencapai efisiensi. Yang paling penting adalah riset utuk mengetahui biaya siaran yang pantas untuk ukurang masa sekarang. Pada tahun 1989 Bagian TU RRI pernah memeperoleh data bahwa  biaya siaran RRI per satu jam adalah 200 ribu rupiah, sedangkan biaya yang tersedia adalah 20 ribu rupiah atau sepersepuluhnya. Pantaslah kalau sering terjadi siaran ulangan karena biaya produksi yang minim. 

Semoga penyelenggara siaran RRI sekarang ini yang eselonnya lebih tinggi dari pendahulunya dapat menyesuaikan diri sehingga RRI, dalam segala hal, tidak kalah dengan stasiun-stasiun radio negara-negara tetangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun