Dalam pertandingan olahraga seperti bulutangkis dan sepakbola para reporter sering mengajak pendengar ata pemirsa berdoa untuk kemenangan tim nasional Indonesia.
"Pendengar/pemirsa, waktu tinggal sedikit yang tersisa. Mari kita berdo'a agar team garuda dapat memenangkan pertandingan ini..." ajak sang reporter. Ajakan seperti itu seolah menjadi semacam keharusan, apalagi dalam keadaan team nasional Indonesia angkanya masih tertinggal dari lawan.
Nah, siapa reporter pertama yang punya gagasan mengajak pendengarnya berdo'a?
Dia adalah reporter RRI, Atun Budiono, mengajak pendengarnya berdoa dalam pertandingan Piala Thomas di Tokyo tahun 1964.
Keadaan waktu itu benar-benar mencekam. Tim kita jauh tertinggal dari lawan. Tiba-tiba tim kita seperti bangkit, mengejar satu demi satu ketinggalannya. Atun Budiono yang terkesima dengan keadaan itu, secara sepontan meminta pendengarnya, orang Indonesia di mana saja berada, untuk berdoa bagi kemenengan tim kita. Dan, alhamdulillah, Indonesia memenangkan pertandingan itu!
Tidak jelas, apa pendengar, orang Indonesia di mana saja berada berdoa saat itu. Dari banyak laporan yang masuk saat itu memang para pendengar benar-benar berdoa untuk kemenangan Tim Garuda.
Belakangan ini, walaupun reporter meminta pendengar atau pemirsanya berdoa, tidak selalu membuat tim kita menang.
Ingat ketika menjelang perebutan Piala AFF melawan Malaysia di Kuala Lumpur beberapa tahun silam, acara berdoa diselenggarakan di Jakarta dengan menampilkan sejumlah ustaz untuk memimpin doa.
Tetapi nyatanya tim Indonesia tetap kalah dari Malaysia. Gonzales yang diandalkan waktu itu, tendangannya meleset terus.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa berdoa harus dilakukan dengan ikhlas, tidak perlu dipublikasikan secara luas. Sebab khawatir nantinya ria, jadi tidak ikhlas.
Wallahua'lam bissawab!