Mohon tunggu...
Djasli Djosan
Djasli Djosan Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mantan redaktur dan reporter RRI, anggota Dewan Redaksi majalah Harmonis di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Presiden Jokowi Mengeritik Pemberitaan Media

11 Februari 2016   15:52 Diperbarui: 11 Februari 2016   16:05 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Presiden Jokowi mengeritik pemberitaan media yang bernada negatif dan tidak membangun optimisme. Memberi sambutan pada Hari Pers Nasional pada  9 Pebruari 2016, ia membacakan sejumlah judul berita yang bisa menimbulkan sikap pesimis seperti: Indonesia akan hancur dan pemerintahan Jokowi-JK akan berakhir. Ini dikaitkan dengan perkembangan perekonomian dunia yang dapat mengancam Indonesia, jika pemerintah tidak mampu mengatasinya. Presiden tidak menyebutkan media cetak atau media elektronik mana yang membuat pemberitaan seperti itu.

Di zaman kebebasan pers sejak reformasi bergulir tahun 1998, ada kecendrungan media untuk menggunakan kebebasan tanpa kendali. Berbagai cara digunakan untuk menarik perhatian masyarakat. Padahal, seperti dikatakan Surya Paloh, kebebasan itu haruslah dengan cara bertanggungjawab.

Insan media adalah WNI yang seharusnya membela kepentingan nasional. Boleh jadi ada kalangan yang menilai pelaksanaan pembangunan Indonesia sekarang ini kurang pas dan mengeluarkan kata-kata yang kurang enak didengar. Mestinya itu jangan diangkat sebagai judul berita, apalagi dengan kalimat yang bombastis. Akan lebih elok jika ada pembanding yang menyatakan sebaliknya. Sebab dalam sebuah diskusi, seminar atau apapun juga namanya, selalu ada pendapat yang berbeda baik yang optimis maupun yang pesimis. Media harus mampu bersikap obyektif, tanpa memihak, apalagi mendukung atau setuju dengan pendapat yang negatif.

Lagi pula, apa ya keadaan Indonesia sekarang ini sangat kritis, sehingga menuju kehancuran? Siapa yang menilai? Bahwa masih banyak rakyat yang belum sejahtera, memang benar adanya. Tapi bandingkan dengan yang sudah sejahtera. Bandingkan pula jumlah rakyat belum sejahtera antara Indonesia dengan India. Masalahnya, upaya memeratakan hasil-hasil pembangunan yang sejak zaman orba sudah dilaksanakan melalui program 8 jalur pemerataan, sampai sekarang belum berhasil. 

Bagaikan penyakit, yang perlu dicarikan adalah terapi yang tepat untuk mengatasinya. Termasuk mencari penyelenggara negara yang mengutamakan kepentingan rakyat, bukan sebaliknya.

Kritik Presiden Jokowi patut direnungkan, agar media mampu membuat pemberitaan yang obyektif dan membangun optimisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun