Mohon tunggu...
Revo Poenya
Revo Poenya Mohon Tunggu... -

Biasa Biasa aj, gak ad yang istimewa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Inilah Dangdut Yeah…

12 Desember 2013   18:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:00 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Yang didepaann… yang dibelakang…. Dikiri… Kanaaannn… Mana tangannyaa.. Ayo goyaaanggg… Ini lah Dangduuutt….!!!!

Sang Biduan cantik mulai melenggak lenggok bak penari professional dalam alunan music mixing tradisional dan energy modern, seraya membawakan lagu dengan lantunan suara cengkok melayu. Inilah Dangdut, seperti kata pembuka sang biduan menggugah semangat ribuan penontonnya yang penuh sesak dilapangan bola, yang senantiasa diguyur air dari petugas PMK setelah kata sandi “aiirrr..wooiii..Aiirr” diteriakkan dengan lantang dan serentak ditengah lagu yang sangat serius di’goyang’ oleh sang biduan.

Goyangan ‘panas’ yang banyak dikategorikan erotis, terkadang tak sebanding dengan musik yang dialunkan. Namun disinilah menariknya dangdut, walau penonton sudah mengerti terkadang tidak ada ‘balance’ antara lagu dan goyangan. Tetap tak menghilangkan pesona sang biduan dari panggung, yang pasti disaksikan ratusan bahkan ribuan penonton dari berbagai kalangan jika dipentaskan dalam kemasan konser.

Dengan lirik sederhana dan mudah dipahami, ditambah dengan musik yang sangat menggoda untuk menggerakkan seluruh tubuh layaknya senam kesehatan, dangdut menjadi fenomena tersendiri dalam gemuruh musik tanah air, hingga kelas internasional. Namun begitu, momok ‘ndeso’ yang tak lepas dari citra dangdut, hingga kini masih bertahan.

Mulai dari kawasan pribadi hingga fasilitas umum, alunan dangdut seakan tidak dapat dihilangkan walaupun disandingkan dengan jajaran genre musik kelas dunia layaknya Metallica maupun Gun’s n Roses. Mulai dari perkantoran, hingga warung kopi pinggir jalan. Gema dangdut selalu menjadi rujukan dalam mencari sebuah perhatian beberapa pasang telinga disekitar kawasan tersebut.

Lebih lanjut, fenomena dangdut tak jauh berbeda dengan sinetron yang pasti menyita waktu sang penikmat, serta sangat sayang untuk ditinggalkan. Bukan hanya karena goyangannya, namun untuk dapat menikmati musik dangdut cukup bermodalkan tenaga dan kemauan layaknya sinetron.

Genre musik asli negeri sendiri, yang tiada duanya di bagian dunia milik sang pencipta ini, tak jauh berbeda dengan sejumlah lirik lagu dari beberapa genre dan jenis music yang sangat digandrungi anak muda masa kini. Dangdut umumnya bertema cinta, bahkan bisa dikatakan lebih ‘rame’, dari lirik kebanyakan, yang hanya patah hati dan suka cita karena istilah ‘cinta’.

Jika diperhatikan lebih dalam, dangdut sebenarnya music nomor wahid di negeri ini jika dibandingkan dengan genre music lainnya yang beredar. Semakin banyak yang mengaku tidak menyukai dangdut, tetap tidak berpengaruh terhadap pengunjung konser yang selalu ‘membludak’. Mungkin karena kesan ‘ndeso’ dari music dangdut, sehingga walaupun menyukai dan menikmati, akan tetapi terkadang orang tidak mau mengakui hal itu. Mungkin saja kesan ‘gaul’ yang dipegang seseorang akan terpengaruh jika musik yang dinikmati adalah dangdut.

Seiring dengan gegap gempita demokrasi, eksistensi dangdut pun tak kalah menarik dalam hal ini. Perhatikan saja pada saat kampanye caleg atau pilkada, bisa dibandingkan massa yang didatangkan ketika dangdut dihadirkan sebagai bintang tamu yang menghibur, daripada Band Rock dan Pop papan atas. Massa dengan adanya dangdut pasti memiliki kans yang lebih besar dalam kampanye, dibanding band yang mengguncang. Sehingga banyak anekdot yang menyatakan, jika ingin lapangan penuh waktu kampanye.. datangkan koplo!!.

Entah apa yang menjadikan orang terkadang malu mengakui sebagai penikmat setia dangdut. Dalam beberapa berita televisi maupun media massa lain, dangdut bahkan lebih disukai dan dibanggakan oleh masyarakat luar negeri, laiknya Amerika Serikat dan Inggris. Banyak ‘bule’ ini yang terang-terangan mengaku penikmat dangdut daripada music ‘rap’ yang juga booming dinegara mereka. Berbagai jenis gadget yang menjadi teman setia para bule ini, didapati mayoritas listing dangdut dalam mp3 player mereka. Bahkan ada beberapa kalangan yang menyebut, ‘ jangan ngaku gaul di Amerika, jika belum mengerti dangdut’. Sehingga saya kadang berpikir, ‘ pantas saja Rhoma Irama dan Inul seperti Rolling Stones di luar negeri’.

Masih banyak sebenarnya yang dapat dibedah dari music dangdut, cuma saya masih berpikir “apa yaa..?? ” . Tapi bagaimanapun juga, keberadaan dangdut tetap menjadi bagian budaya asli Indonesia, walau mayoritas telah dimodernisasi, baik musik maupun goyangannya. Namun demikian, satu-satunya budaya bangsa yang tidak akan hilang dari nusantara, walau banyak yang tidak mengakuinya, sepanjang ini sepertinya baru Dangdut yang dapat melakukannya. Karena sebanyak apapun yang tidak mengaku suka dangdut, tetap tidak mengurangi jumlah penonton yang selalu berdesakan ingin menikmati alunannya setiap konser digelar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun