Tradisi umat Islam di banyak negara, seperti Asia, Afrika dan negara – negara yang mayoritas memeluk Islam, senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti peringatan Maulid Nabi Muhamad. Di Indonesia sendiri kemeriahan peringatan Maulid Nabi Muhammad sangat terasa, bahkan di kota Solo dan Yogyakarta bekas Kerajaan Mataram Islam yang sampai saat ini masih berdiri, peringatan Maulid Nabi Muhammad selalu diperingati dengan tradisi Sekatenan yang berlangsung di alun alun Keraton, pada puncak hari raya tersebut ditandai dengan keluarnya Gunungan dan Gamelan sebagai ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta dan tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang. Hebatnya perayaan sekatenan itu tidak hanya dirayakan dinikmati oleh kalangan muslim saja tetapi tanpa sekat umat agama lain juga ikut berbahagia memperingatinya dengan penuh rasa syukur. Disaat masih ada sebagaian orang yang berdebat bahwa mengucapkan selamat Natal haram hukumnya, apakah perayaan Hari Besar keagamaan yang hampir bersamaan ini adalah sebuah kebetulan atau memang ada makna yang lain yang tersembunyi yang kita bisa resapi sebagai sesama umat beragama?
Makna Maulid Nabi Muhammad
Tanggal 12 rabi’ul awal telah menjadi salah satu hari istimewa bagi sebagian umat muslim. Hari tersebut dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah penyempurna, Nabi Muhammad. Perayaan berupa berbagai acara dari mulai pengajian dan dzikir jama’ah sampai permainan dan perlombaan digelar untuk memeriahkan peringatan hari yang dianggap istimewa ini. Bahkan ada di antara kelompok thariqot yang memperingati Maulid dengan dzikir dan syair-syair yang isinya pujian-pujian kepada Nabi Muhammad.
Yang perlu ditekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah mengingat kembali hari kelahiran beliau, atau peristiwa-peristiwa penting lainnya dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada kejadian itu. Bagi sebagian yang merayakan Rabiul Awal, yang masyhur dikenal sebagai bulan lahir Nabi Muhammad, sebagai momentum untuk memperingatinya, sebagai ungkapan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk menghidupkan ghirah keislaman, membina semangat profetis agar bulan-bulan selanjutnya sampai ke bulan Rabiul Awal. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hedonistik, dan materialistik, punya andil cukup besar terhadap terkikisnya tingkat kesadaran seseorang termasuk kecenderungannya dalam beragama, maka peringatan Maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting dan relevan sampai dengan saat ini.
 Makna Natal
Apakah makna Natal bagi kita umat Tuhan yang masih diberi-Nya kehidupan dan kesempatan untuk menikmati anugerah dan berkat-Nya hingga kini, di akhir tahun 2015 ini? Dari tahun ke tahun Natal dirayakan, banyak uang dibelanjakan untuk menghiasi gereja, rumah, bahkan jalan-jalan di kota-kota. Namun ada satu hal yang seringkali kita lupakan, yaitu menghiasi diri kita sendiri (1 Petrus 3:3-4 -- "Perhiasanmu janganlah secara lahiriah yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak dapat binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram dan berharga dimata Allah").
Seringkali, pada bulan Natal seperti ini kita disibukkan dengan segala macam kegiatan atau acara yang banyak menyita waktu, tenaga, bahkan uang kita. Kita sering terjebak untuk lebih menghiasi hal-hal yang bersifat lahiriah, sementara manusia batiniah kita kering kerontang. Yesus sering kali berkata mengenai orang Farisi dan Saduki, "Bangsa ini mendekat dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku" (Matius 15:8-9). Bahkan lebih keras lagi Yesus berkata, "Sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan rampasan dan kerakusan ... Sebab kamu seperti kubur yang dilabur
putih, yang sebelah luarnya memang bersih nampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran" (Matius 23:25-27).
Natal adalah saat di mana kita sebagai Gereja Tuhan yang adalah mempelai Kristus, menghiasi manusia rohani kita. Apakah masih ada cacat atau noda dosa saat menyambut Kristus? Masih adakah kerut di wajah kita, dan sudah layakkah kita untuk tampil di pelaminan dalam acara pesta perkawinan Anak Domba?
Kita mau merenungkan lebih jauh, bukankah benar bahwa makna Natal dalam pengertian yang sebenarnya telah bergeser begitu jauh? Makna Natal yang sebenarnya diganti dengan hal-hal lahiriah. Digantikan dengan pesta pora, hura-hura, dan kemewahan yang sia-sia. Dilewatkan begitu saja, bahkan sebelum kita bisa mengambil waktu sejenak untuk berefleksi. Alangkah indahnya jika kita bisa kembali ke Natal yang pertama. Merasakan Kristus dalam kesunyian, membuat jiwa kita lebih peka terhadap suara-Nya. Merasakan Kristus dalam kesederhanaan, menggugah empati kita terhadap sesama yang hidup dalam kekurangan, yang dilanda bencana atau yang sedang dirundung kesedihan. Merasakan Kristus dalam embusan damai, mengusir jiwa yang gelisah dan galau.