Setelah tiga hari dua malam di Singapura kapal laut 'Tjiluwah" Â kembali mengangkat jangkarnya dan terdengar sirene kapal tanda keberangkatan. Seperti hari-hari sebelumnya aktifitas keluarga Raisa ada di kamar kabin, kegiatan makan dan anak-anak bermain. Beberapa hari ke depan merupakan perjalanan yang berat karena kapal laut "Tjilu wah" masuk ke perairan laut Cina Selatan yang gelombangnya sangat tinggi benar-benar mengocok perut dan membuat sakit kepala. Raisa, Doni dan si sulung Edwin terkena yang dinamakan mabuk laut, benar-benar sangat menyiksa, tetapi putra ke duanya Yosa tetap saja bermain tanpa kena mabuk laut.
Beberapa hari diombang-ambing gelombang laut Cina Selatan ketika dari kejauhan tampak daratan kota Hongkong seperti akan mendapatkan segunung emas. Akhirnya ketemu juga yang disebut daratan bumi berpijak. Kapal laut "Tjiluwh" tidak bisa bersandar seperti di pelabuhan Jakarta dan Singapura jadi seluruh penumpang diangkut menggunakan sekoci ke daratan Hongkong. Pada saat itu belum masuk ke musim panas masih bulan Maret  jadi udaranya masih sangat dingin bagi orang-orang dari daerah tropis.
"Selamat tinggal Tjiluwah, engkau telah mengantarkan aku pergi jauh," kata Raisa
dalam hati, di dalam sekoci Raisa sekali-sekali melihat kembali ke kapal yang sangat besar dan megah pada zamannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H