Mohon tunggu...
Fazwar Aribuana Djambak
Fazwar Aribuana Djambak Mohon Tunggu... karyawan swasta -

.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Ramainya Rumah Makan Nasi Tiwul

20 April 2013   00:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:55 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_238874" align="alignleft" width="496" caption="Gulai Ikan Gabus"] [/caption] Hari ini, saya bersama teman-teman melakukan perjalanan ke Tulang bawang, melewati jalan lintas Sumatra, kami pun melewati terbanggi belok kiri langsung tancap gas. Tak jauh dari pertigaan tepatnya sebelum kantor PT Humas Jaya, kami menemukan Rumah makan yang menurut kami unik, yaitu Rumah makan Tiwul, kami pun langsung parkir sekalian sarapan pagi. Pelayan dengan ramah mempersilahkan kami untuk mencicipi jajakannya dengan prasmanan. Tapi karena kami rombongan, kami ingin di sajikan dalam hidangan dalam satu meja. Pelayanpun siap melayani kami dengan ragam menu yang dia jual dalam piring-piring kecil layaknya seperti di warung padang, tak lupa nasi Tiwul andalannya di siapkan dalam baki besar. Aku lebih tertarik pada kari santan pedas ikan gabus yang sudah di panggang. Nasi Tiwul dipiringku kusiram dengan kuah kari pedas. Makan yang enak katanya dengan tangan saja, pelayan juga sudah menyiapkan cuci tangan untuk kita yang mau makan dengan tangan dengan ramah menawarkan menu lainnya, sambal terasi. Waw, ternyata bagi yang kurang pedas bisa tambah sambal terasi racikannya. Teman-temanku lebih dulu mencicipi sambil angguk-angguk seperti mengasih kode kalau makanan ini sangat nikmat sekali. Aku tak sabar ikut bagian mencicipi nasi yang sudah kusiram kuah pedas. Wow.. makanan Tiwul ini memang sangat nikmat sekali, nasi dicampur dengan Tiwul yang kenyal memiliki sensasi di lidah.. rasa pedas yang dominan membuat air liur tak kuasa menahan… kari gabus dengan santan pekat ini memang cocok sekali nasi Tiwul. “Kenyal –Kenyil..” kata temanku.. tak lama nasi di bakul sudah habis, tak malu-malu temanku teriak minta ditambah nasi tiwulnya.. kalau terasa pedas di lidah, kita bisa seling dengan lalapan. Dan yang khas disukai orang Sumatra tak ketinggalan, ati maung alias jengkol muda. Takut mulut bau, saya tak sempat mencicipi yang satu ini. Usai makan, kami sempat ngobrol dengan pemilik Warung, Bu Sawiyah.. saya agak penasaran, kenapa orang Lampung jual nasi Tiwul. Akupun tak segan nanya langsung. Beliau cerita, ide ini dari anaknya yang kuliah di Jogja. “Saya awalnya tidak tau itu Tiwul, anak saya ingin saya bisnis itu, setelah buka dua tahun yang lalu.. ya Alhamdulillah, dulu saya kira ini makanan orang miskin, dan sempat kuatir jualan saya gak laku di jual , Eh.. ternyata rezeki saya disini,  Justru pelanggan saya banyak yang bermobil kesini lo mas..  sekarang saya dah bisa naik haji mas.. . Saya juga tidak mengira akan seramai ini makanya saya mesti di bantu oleh mereka (menunjuk karyawan-karyawannya). Sudah lama ngobral-ngobrol, abis bayaran kita langsung cabut.. sepanjang jalan lintas timur di daerah menggala kami juga menemukan rumah makan Tiwul lagi, ada 4 tempat sepanjang jalan dan juga ramai. Penasaran dengan itu, siangnya dalam perjalanan pulang, kami juga mampir lagi di Warung Makan Tiwul di Manggala untuk makan siang, menunya hampir mirip dengan yang tadi, pavorit pelanggan memang kari ikan gabus peda atau ikan lele, atau kari asap ikan pari juga dibuat santan pedas. Tapi, kali ini yang jual orang Sunda. Mereka membuka warung makan tiwul dengan bisnis keluarga, suami dan istri sibuk melayani pelanggan nasi tiwul yang mulai banyak penggemar. Saya juga sempat ngobrol dengan pemilik, dia juga mengaku belum pernah mencicip tiwul sebelumnya, namun animo masyarakat membuat dia memberanikan diri buka usaha tersebut. Nasi Tiwul memang sekarang sedang naik daun di Lampung, konsumennya memang sebagian orang Jawa yang tinggal di Lampung dan mereka yang diet diabetes, beragam alasan mereka kembali makan Tiwul. Ada yang percaya karena diet untuk penyakit diabetes, ada yang memang menyukai karena rasanya lebih enak, atau karena faktor nostalgia makanan lawas. Dari sudut pandang yang lain, saya juga berpikir bahwa, makanan nasi Tiwul adalah pengembangan yang layak diperhatikan untuk program diversifikasi pangan atau ketahanan pangan nasional. Namun, saya belum melihat adanya upaya pemerintah untuk serius menggarap ini, karena ramainya pelanggan Tiwul masih disebabkan dorongan pasar dengan alasan tertentu. Sayang kan, jika suatu saat  makanan ini di klaim oleh negara lain. http://tiwulsehat.blogspot.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun