Para penantang Patahana mulai bermunculan dengan optimisme masing-masing. Setidaknya ada empat penantang yang punya prospek paling kuat untuk bisa mendapat rekomendasi dan maju di gelangang Pilgub. Ada tiga nama pentang baru Tagop Soulisa, Murad Ismail dan Komarudin Watubun, serta satu nama penantang lama Herman Koedoeboen yang sudah mantap berpasangan dengan Abdullah Vanat. Situasi inilah yang membuat dinamika jelang Pilgub semakin menarik.
Perumusan arah rekomendasi Parpol berada pada higt level political zone, konsekuensinya informasi sangat bersifat eksklusif, publik punya keterbatasan untuk bisa mengetahui dengan detail situasi atau arah politik Parpol. Meskipun demikian informasi minim (bahkan terkadang disinformasi) tersebut bukan hanya menyulitkan publik namun juga diderita oleh para kandidat yang terkendala dalam menganalisa laju gerak kompetitornya.
FourFrame Leadership Model
Berangkat dari hal tersebut maka saya menganalisa style(gaya) para kandidat, dengan asumsi bahwa partai punya kecenderungan memberi rekomendasi pada kandidatan/pasangan kandidiat yang diangap punya gaya tarung prima. Ini pula yang dapat menentukan gerak laju tinggi-rendah popularitas dan elektabilitas para kandidat.
Saya meminjam pendekatan fourframe leadership modelyang juga telah diulas secara detail dalam buku Reframing Organization, artistry, choice and leadershipkarya Lee Bolman dan Terrence Deal terbitan Jossey-Bass, 1984, USA. Buku ini juga telah menjadi buku wajib dan jadi acuan bagi para pemangku kebijakan, organisasi, akademisi hingga aktifis social dalam menjalankan kepemimpinan. Leadershipdi sini saya pahami sebagai gaya/seni tarung para kandidat dalam kontestasi Pilgub. Gaya tarung para kandidat sangat dipengaruhi oleh frame (konsep pemahaman) yang mereka amini dan adopsi baik secara sadar atau reaksioner.
Fourframing model,secara singkat berisi tentangempat karakteristik khusus atau kecenderungan dominan yang selalu ada pada aktor atau organisasi dalam merumuskan, merespon atau menjalankan sebuah keputusan atau agenda strategis yaitu Struktural, Sumberdaya Manusia, Politik dan Simbolis.
Pertama, Structural Frame. Pendekatan ini fakus pada strategi dalam mencapai suatu tujuan. Upaya tersebut dilakukan dengan agenda setting (rekayasa sosial), yaitu dengan menggerakan struktur organisasi, eksperimentasi dan adaptasi. Maka kecenderungan yang umum lebih bersifat prosedural, proses bertahap dan alokasi sumberdaya yang ketat.
Kedua, Human ResourceFrame atau Sumberdaya Manusia. Mengorganisir dan mengerakan sumberdaya manusia demi mencapai tujuan adalah fokus dariframe ini. Maka model HR lebih menekankan pada keunggulan sumberdaya manusia, sehingga lebih dominan memberi kesempatan dan peluang untuk individu lain bisa berkembang, yaitu dengan membuka akses sosial, ekonomi dan politik.
Ketiga, political frame. Pada frame ini, aktor dominan lebih mengunakan pendekatan politik (siap mendapat apa, kapan dan bagaimana?) dalam mencapai tujuanya. Political frame cenderung akan berbuah konflik kepentingan antara aktor atau para kelompok kepentingan, terutama dalam membagi/alokasi sumberdaya yang terbatas. Sehingga yang sering terjadi adalah koalisi atau pembagian wewenang kekuasaan/peran demi menghindari konflik kepentingan dan mencapai tujuan strategis.
Keempat, Symbolic Frame. Kekuatan pada symbolic frame adalah mampu menginspirasi orang lain atau bahkan suatu sistem untuk mencapai tujuanya. Pada umumnya aktor model ini punya visi yang sangat kuat dan mengakar di publik. Mereka mampu meyakinkan dan menginspirasi publik bahwa mereka dapat bekerja dan memberi jaminan masadepan yang lebih baik.
Style Para Petarung