Mohon tunggu...
Gafur Djali
Gafur Djali Mohon Tunggu... -

Direktur Indonesia Research and Strategy (IRS)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa Dengan Lelaki Yang Terus Mencari Sumbi? (Sebuah Catatan Pembuka)

26 Desember 2011   00:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:45 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin waktu yang berabad-abad dan kehidupan yang berganti telah sedikit demi sedikit mengikis ingatanmu……. Lalu kucari kau disetiap negeri. Kusebut dan kuteriakan namamu disetiap zaman. Aku yakin bahwa suatu waktu aku akan menemukanmu, kita akan berjumpa, dan kita akan bersatu. Mungkin benar bahwa waktu itu aku darah dagingmu. Namun setelah sekian banyak kehidupan berganti, dan kita masing-masing lahir kembali, aku yakin bahwa tak ada lagi penghalang yang bisa memisahkan kita… Sumbi…

Pada cerpen “Lelaki yang terus mencari Sumbi” Hermawan Aksan terbilang berani untuk kembali menghidupkan ingatan kolektif tentang mitos Tangkuban Perahu. Kali ini tergolong unik karena kisah tersebut dikemas dalam nuansa kekinian. Bagaimana reinkarnasiribuan tahun ternyata tidak mampu menghapus rasa cinta Sangkuring pada Sumbi, Ibu kandungnya sendiri. Reinkarnasi menjadi pembenaran cinta Sangkuriang karena telah memutus mata rantai hubungan darah Ibu-Anak.

Namun untuk kesekian kalinya cinta itu kembali kandas. Bukan karena syarat yang tak mampu dipenuhi oleh Sangkuriang, melainkan zaman yang sudah terlampau penuh kalkulasi matematis sehingga kadar cinta tidak lagi mampu ditakar lewat pengorbanan dan kesetiaan. Cinta yang awalnya sakral seketika lunglai dalam rayuan keindahan perkakas hasil revolusi industri.

……..………………

Sesungguhnya ada beberapa hal menarik yang petut dikaji dalam cerpen “Lelaki yang terus mencari Sumbi”. Dalam membedah cerpen ini, kita dapat meminjam berbagai pendekatan, seperti pisiko analisis Sigmund Freud tentang Oedipus complex atau juga diskursus Emile Durkheim tentang analisis kepercayaan (agama) antara yang sakral dan profan. Tetapi pada ulasan kali ini, hendak berpijak pada analisis Van Peursen (1988) tentang strategi kebudayaan dalam alam pikir mitis.

…………………….

Setiap komunitas masyarakat punya ciri khas yang menjadi penanda eksistensi keberadaan komunitas tersebut. Kekhasan itu muncul bukan tiba-tiba melainkan melalui proses panjang yang melibatkan interaksi antara manusia dan alam raya. Manusia sebagai mikro kosmos selalu punya cara untuk belajar memahami alam raya yang menjadi makro kosmosnya.

Jejak interaksi antara manusia dan alam raya dapat dideteksi dengan memahami mitologi (mitos) yang berkembang di masyarakat. Mitos yang dimaksud sudahlah tentu bukan dalam pemahaman masyarakat urban (modern), yang selalu punya kecenderungan menempatkan mitos sebagai absuditas-kesadaran dalam memahami gejala-gejala yang ada dalam kehidupan. Lantas memandang mitos sebagai alam irasionil, suatu zona yang tak mampu dijangkau oleh akal atau ilmu pengetahuan.

Mitos ialah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita tersebut dapat dituturkan, tetapi juga dapat diungkapkan lewat tarian-tarian atau ritual-ritual. Lewat mitos manusia belajar dan turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian sekitarnya dan dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam.

Mitos atau alam pikir mitis oleh Van Peursen dipandang sebagai suatu bakat manusiawi, dalam mitos dapat disaksikan bagaimana manusia menyusun suatu strategi mengatur hubungan antara daya-daya kekuatan alam dan manusia sehingga tercipta suatu pola yang harmonis. Dari hubungan yang harmonis itu pula lahirlah alam pemahaman mitis yang sifatnya kosmogoni dan kosmologi.

Mitos lebih lanjut oleh Van Peursen, memiliki tiga fungsi fundamental. Pertama, mitos memberi jaminan bagi masa kini. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib diluar dirinya. Mitos membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupannya. Sehingga manusia mulai mengatur strategi untuk mencipta hubungan yang harmonis dengan kekuatan-kekuatan tersebut.

Kedua, mitos sebagai perantara antara manusia dengan daya-daya kekuatan alam. Ketika sawah mulai ditanami, masyarakat pedesaan biasanya mengelar ritual memasuki masa tanam. Tarian atau sedekah Bumi, menjadi medium untuk kembali mengingatkan bahwa ada kekuatan diluar dirinya yang punya andil besar untuk kesuksesan masa tanam. Ritual (tarian atau sedekah bumi) menjadi perantara di mana manusia berkomunikasi dengan alam dan mulai meresapi daya-daya kekuatan di kehidupan sehari-hari.

Ketiga, mitos memberi pengetahuan tentang dunia. Lewat mitos manusia memperoleh keterangan-keterangan tentang penciptaan alam raya, gejala-gejala alam dll. Meski informasi yang diperoleh belum lengkap dan masih sangat terbatas, tetapi sedikit banyak telah membentuk pemahaman pada masa berikutnya. Alam mitos dalam ilmu pengetahuan Barat menjadi semacam jembatan menuju pemahaman kekinian. Dari mitos ke logos, dari mitologi ke ontologi, dari ontologi ke metodologi, dan dari metodologi ke ideologi.

Lagi-lagi, kehidupan manusia tidak bisa lepas dengan mitos yang selalu membalutnya. Dalam hidup mitologis tiada garis pemisah yang jelas antara manusia dan dunia, antara subjek dan objek. Manusia belum mempunyai eksistensi yang bulat, melainkan masih sangat tergantung pada entitas dan identitas kelompoknya (sosio) dan oleh sikapnya yang mitis (-mitis). Pada tahap inilah manusia ada pada ruang sosio-mitis. Ruang di mana manusia menemukan identitas kolektif.

….………….

Hermawan Aksan lewat buku kumpulan cerpennya “Lelaki yang terus mencari Sumbi” menawarkan sebuah cara pandang yang berbeda tentang mitos-mitos yang selama ini berkembang di masyarakat. Lewat gaya realis-magis, pembaca diajak memasuki alam yang seakan-akan baru, tetapi sesungguhnya adalah sesuatu yang sudah tidak asing lagi dan sering dijumpai dalam keseharian. Mengingat kisah tersebut telah ditutur turun-temurun selama ratusan atau bahkan ribuan tahun.

Setiap generasi tentu punya tafsir sendiri-sendiri sebagai bentuk partisipasi mereka dalam menjaga tradisi, memetik pelajaran dan kebijaksanaan. Dan lewat karya ini, Hermawan Aksan sengaja memberi tafsir yang berbeda pula. Bila dulu mitosnya adalah kisah cinta Sangkuriang dan Dayang Sumbi, kini mitos-mitos itu sudah menjelma dalam teorema-teorema politik, postulat-postulat ekonomi dan mesin-mesin industri yang di impor dengan hutang.

Lantas, Apa yang kita pelajari dari Lelaki yang terus mencari Sumbi?

NB; info buku

selamat membaca-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun