Tantangan terberat saat ini adalah menghidupkan dan memajukan Indonesia dari desa. Upaya ini tentu akan menemui tantangan yang berat. Mengingat secara nasional ada sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Sementara di Maluku ada sekitar 1.169 desa/kelurahan yang terdiri dari 1.135 Desa/Negeri Adat dan 34 kelurahan.
Tabel Kabupaten/Kota Di Provinsi Maluku Tahun 2012
Sumber : Biro Pemerintahan Setda Maluku 2013
Komposisi Desa di Maluku terbilang cukup besar yaitu setara dengan 7% dari total desa/kelurahan di Indonesia. Maka hal utama yang harus juga diperhatikan adalah memahami dan meminimalisir tantangan ketika implementasi UU Desa. Khususnya tantangan berskala lokal (level Provinsi & Kab/Kota). Menurut pantauan Maluku Institute, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi ketika implementasi UU Desa di Maluku. Yaitu berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Masih ada dan sering terjadi sengketa pemerintahan Desa/Negeri Adat. Kasus ini banyak terjadi di Kabupaten Maluku Tengah. Dampak paling utama adalah krisis legitimasi pemerintahan desa/negeri karena dipimpin oleh Pejabat Sementara. Sehingga Desa/Negeri tidak mampu menjalankan kewenangan Self-governing community. Yaitu menjalankan kewenangan pemerintahan desa berdasar pada hal asalusul dan kewenangan lokal berskala desa. Sehingga perumusan kebijakan dan pembangunan berskala Desa/Negeri juga ikut terkendala.
2. Administratif Desa/Negeri belum dikelola secara proporsional dan professional. Masih banyak desa yang belum lengkap dan belum siap terutama dari sisi kelengkapan administratif. Yaitu data terkait Desa/Negeri seperti luas wilayah, batas wilayah, demografi penduduk, potensi ekonomi, laporan kerja tahuan, dan rencana pembangunan Desa/Negeri. Ini akan berdampak pada eksekusi anggaran dana desa yang tidak dapat diakses karena Desa/Negeri belum memenuhi standart syarat anministratif sesuai UU Desa.
3. Singkronisasi kebijakan Desa/Negeri dengan kebijakan Pemerintah daerah Maluku. Dalam rangka mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan antar wilayah di Daerah Maluku sebagai wilayah kepulauan, salah satu pendekatan dalam implementasi pembangunan adalah pendekatan wilayah yang didasarkan pada konsep Gugus Pulau. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 16 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Tahun 2013-2033, terdapat 12 Gugus Pulau di Provinsi Maluku. Pembangunan berbasis kepulauan ini juga perlu disingkronkan dengan pembangunan Desa/Negeri. Agar tidak terjadi ketimpangan dan dobel agenda yang justru akan kontraproduktif.
4. Stabilitas dan Keamanan Desa/Negeri dan Konflik kepentingan. Masih sering terjadi konflik horizontal antar Desa/Negeri atau antar kelompok dalam satu Desa/negeri. Pada umumnya dipicu oleh suksesi pemerintahan Desa/Negeri (pemilihan Raja/Kepala Desa), pertentangan ketika Pemilukada, Sengketa Batas Tanah Ulayat, Perselisihan Pemuda, dll. Bila konflik horizontal pecah tentu akan berdampak luas seperti kematian, fasilitas publik rusak, akses transportasi terputus dan kerjasama antar Desa/Negeri tidak dapat direalisasikan. Maka kerjasama dan kesadaran semua pihak untuk mewujudkan stabilitas dan menjaga keamanan sangat diperlukan pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan Desa/Negeri bisa berjalan maksimal.
5. Minimnya informasi dan pengetahuan terkait UU Desa dan perangkat hukum terkait. Selama ini aparatur desa dan masyarakat Desa/Negeri masih minim pemahaman dan informasi terkait implementasi UU Desa. Sehingga memunculkan persoalan baru yaitu mispersepsi dan keliru paham di masyarakat. Maka butuh semacam upaya pendidiakan, pelatihan atau penyuluhan agar aparatur Desa/Negeri mampu memahami dan dapat menjalankan amanat UU Desa. Terlebih karena Maluku notabene didominasi oleh Desa/Negeri Adat, yang butuh sedikit penyesuaian sesuai ketentuan UU.
Bila kelima tantangan di atas belum mampu disikapi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka sudah dapat dipastikan imlementasi UU Desa di Maluku akan menemui jalan buntu. Hal utama yang harus segera dilakukan di Maluku adalah mengadakan sosialisasi, pelatihan atau pendidikan bagi seluruh pemangku kepentingan di Desa/Negeri. Karena bila tidak, akan semakin tumbuh subur salah paham dan keliru sikap yang diderita oleh segenap Desa/Negeri di Maluku. Dan ujung-ujungnya UU Desa yang sebelumnya membuat masyarakat berbunga-bunga justru bisa bikin semua patah hati.
Ambon, 7 Juli 2015
Gafur Djali
Direktur Maluku Institute
“Center on Public Policy and Economic Development Studies”