Mohon tunggu...
A Jalaludin
A Jalaludin Mohon Tunggu... -

jangan meremehkanku,ku sangat ingin sekali naik gunung. Aku tak tahan mendengar kalian bercerita tentang keindahan dan kecantikan gunung yang pernah kalian daki. Aku tak tahan melihat foto-foto indah yang kalian sodorkan padaku dan bau rumput dari bekas ransel kalian. Aku mau melihat sendiri. Aku mau menikmatinya sendiri. Aku mau melakukannya sendiri tanpa mendengarnya, menikmatinya dan menghirupnya dari kalian.??

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bergelut dengan Kabut dan Hujan (Pendakian Merbabu 3142mdpl)

15 Juni 2011   05:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:30 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bergelut dengan kabut dan hujan Berawal dari salah satu ide salah satu anggota team  kami yang memanfaatkan liburan, dan memilih merbabu untuk menjadi terapi alam kali ini.Bayangkan! Anda berjalan di sebuah jalan setapak, selebar satu meter saja. Tengoklah kanan, kawah aktif yang menghembuskan belerang mengepul. Menoleh ke kiri, jurang menganga dalam. Angin kencang menerpa, membawa kabut berhembus ke arah kami. Namun kami yakin, puncak setinggi 3.142 meter di hadapan kami akan setia menanti. Ya, Puncak Merbabu! Ini dia laporan dari Tim Ekspedisi  Zig-zag dari sebuah komunitas gang kecil di sebuah pedesaan tangerang utara  yang terdiri dari Djal GM, Achep, Derli, Opan, , gali, tekik , om yanto, janot, ridwan dr OI ditambah Fotografer Luqman, Anthday dr STARPALA , tak ketinggalan kartini2 tangerang, Yanti, Lusi dr UIN n Annisa . Hari ke I Jam menunjukan pkl 18.30 mobil carteran yg akan mengantarkan kami ke stasiun kota udah datang,nmun team masih sibuk dengan packingannya yg memang nota bene peserta adalah para pekerja.jam mnunjukan pkl 20.00 team bergerak menuju stasiun kota, seharusnya sudah berangkat dari pkl 19.00 sehubungan ada tamu dari FKPPAT yang pd akhirnya kami molor.awal perjalanan yang kurang bagus dimana kami harus sedih karena kami ketinggalan kereta yang akan mengantarkan kami ke semarang, semua resah tak berujung menyelimuti team yang masih bertanya-tanya akankah kami akan tetap berangkat??? Teampun berembuk untuk mencari solusi, alhasil setelah bersusah payah untuk mencari bantuan  akhirnya  setelah bernegoisasi dengan forum FKPPAT kami diberikan kebijakan , akan di sediakan mobil untuk mengantarkan kami ke semarang, alhamdulilah sekitar 5 jam  menunggu di stasiun senen sebuah mobil ambulance zig-zag datang menghampiri team yang akan mengantarkan kami ke semarang. Tepat pukul 03.00 teampun bergegas untuk berangkat ke semarang…

Hari II Setelah melakukan perjalanan  selama 12 jam tibalah jua kami di kota semarang, setelah beristirahat sejenak kamipun langsung melanjutkan ke salatiga. Di salatiga, kami langsung disambut dengan hangat oleh rekan kami saudara ARIF dan om burhan , Denyan senyum ramahnya yang khas, pria berumur 28-an ini bercerita macam-macam tentang Merbabu. Darinya, kami mendapatkan banyak informasi menarik., dan bersedia menyediakan mobil pick-up untuk mengantarkan kami ke dusun chuntel  star awal dari rencana pendakian kami Gunung Merbabu yang terletak di Kabupaten Semarang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Magelang, masuk ke dalam area Taman Nasional Gunung Merbabu. Ada empat jalur yang biasa dipakai untuk mendaki. Jalur Tekelan Kopeng, Cuntel Kopeng, Wekas dan Selo. Kali ini, Tim Ekspedisi ZIG-zag mendaki menggunakan jalur Cuntel Kopeng. Dusun Cuntel yang terletak pada ketinggian sekitar 1600 meter diatas permukaan laut, menawarkan panorama yang sangat indah.dan disini ada basecamp manggala tempat dimana kami  harus mendaftarkan diri jika ingin mendaki. Biaya pendakian hanya Rp.3.000/orang. Jika lapar, makanan dan minuman juga tersedia. Kebetulan, perut kami memang sudah meronta minta diisi. Menurut Om Arif, Cuntel memang didesain untuk menjadi sebuah Desa Wisata. Selain basecamp pendakian Merbabu, rencananya dusun ini akan dijadikan daerah Agrowisata Apel. Sudah ada pihak yang menjadikan dusun ini sebagai pilot project dengan membagi-bagikan benih apel. ”Hasilnya memuaskan mas, buahnya besar-besar,” ujarnya. Wah, nanti bisa menyaingi Agrowisata Apel di Batu, Kabupaten Malang sana! Cobaan Awal Pendakian Dari Dusun Cuntel, kami mulai memasuki ladang. Trek ladang cukup pendek, namun kami langsung dihajar tanjakan yang berkontur terjal. Ibarat mobil yang dinyalakan tanpa pemanasan, langsung dibawa kebut. Banyak teman yang mulai ngos-ngosan di trek ini. Setengah jam berjalan, kami sampai di Pos Bayangan 1, yang terletak di area hutan pinus. Dari sini, keadaan fisik membuat tim terpencar menjadi dua kelompok. Dari pos bayangan 1 menuju pos bayangan 2, kondisi hutan masih berupa hutan pinus. Trek tanah licin dan terjal terus menghantam kami. Akhirnya, kami sampa di pos bayangan 2 setelah hampir satu jam berjalan. Ada sumber air berupa bak penampungan disini. Karena kondisi fisik tim yang sangat lelah, akhirnya pendakian malam itu dihentikan di sebuah shelter.kami pun tak menyiakan tempat areal tersebut untuk beristirahat bermalam di sini. Untunglah, sangat ideal dijadikan tempat menginap. Ada beberapa pohon besar yang menghalangi angin, sehingga aman dari hembusan angin kencang. Pemandangannya yang terbuka ke arah Barat, semakin memperindah suasana. Noktah kemerahan di belakang Sumbing Sindoro,masih dapat kami nikmati. Di atas kami, Bulan Purnama dengan terangnya bersinar. Kami harus mengisi ulang tenaga kami dengan optimal. Perjalanan esok, masih sangat berat. Jam menunjukan pukul 06.00 semua para personil terbabngun dr tidurnya dan sungguh sebuah panorama indah di tengah hutan pinus ,udara yg segar seakan males kami untuk meninggalkan areal ini. Setelah segala sesuatunya selesai kami bergerak melanjutkan perjalanan menuju puncak , dan setelah berjalan sekitar 20 menit hingga kami tiba di Pos 1 Watu Putut. Kondisi alam sudah mulai terbuka, sehingga pemandangan yang terhampar sangat indah. Rawa Pening dapat kami lihat dengan jelas. Twin Tower Sumbing Sindoro di Kabupaten Wonosobo sana terlihat jelas dan terasa sangat dekat. Ditambah lagi, saat itu pagi hari, sehingga semburat langit biru di horison semakin memperindah suasana. Pemandangan tiada duanya ini hanya bisa terlihat jika kita mendaki via jalur utara Merbabu (Cuntel dan Tekelan). Salah satu team putri  sempat kram disini hingga tidak mampu melanjutkan perjalanan. Banyak juga kawan yang sudah benar-benar kelelahan, sehingga kami sering istirahat setiap ada shelter. Apa boleh buat, inilah cobaan di awal pendakian kami. Sejatinya, target perjalanan kami kemarin adalah Pos 4 Pemancar. Saat terang, wah pemancarnya terlihat masih sangat jauh. Masih sekitar dua kilometer lagi. Kami bersyukur karena menghentikan perjalanan kemarin. Bisa makin hancur lebur kondisi fisik lami jika dipaksakan. Oke, hanya 20 menit berjalan dari Pos 2, kami sudah sampai di Pos 3. Sebuah padang rumput luas membentang, dengan panorama yang terbuka. Di atas sana, pemancar sudah terlihat. Berdiri kokoh menjulang di ketinggian 2889 meter. Beruntung, selepas pos 3, banyak jalur datar yang kami sebut bonus Namun, kami harus menyusuri jalur terjal lagi hingga pemancar. Kami terus mendaki hingga Pos 4 Pemancar. Disini terdapat pertemuan jalur dari Kopeng Tekelan dengan di sambut hujan n kabut.Menara Pemancar yang ada di Pos 4 sudah tidak berfungsi. Bukan karena rusak, tapi karena peralatannya dicuri. Menurut data yang kami ketahui, pemancar disini dibangun oleh TNI. Baru beberapa hari, seluruh peralatan yang ada dalam pemancar sudah dicuri. Niat benar pencurinya, padahal peralatan semacam genset hingga alat-alat komunikasi radio bukan barang yang bisa ditenteng dengan mudah. Pos 4 Pemancar memang pilihan utama bagi pendaki untuk Santai setelah lelah mendaki separuh jalan. Dan kamipun mengabadikan dengan kamera team dan serasa tak perduli  hujan dan kabut ceria team n semangat terus menemani team.dan dua sejolipun hadir di team kami ehm.ehgm.ehm.sahut salah satu anggota kami yang menyaksikan meeka berdua bercengkrama di atas batu.Setelah segala sesuatunya selesai kamipun melanjutkan untuk perjalanan ke puncak, walau hujan terus mengguyur kami tak patah semangat untuk melanjutkan pendakian ini Meniti Jembatan Setan Dari Pos 4 Pemancar, trek landai terus turun hingga helipad. Melewati punggungan tipis, diselingi angin kencang. Saat itu cuaca sedang hujan dan berkabut sehingga pemandangan tidak terlihat jelas, namun tak mematahkan kami melanjutkan pendakian. Tak berapa lama, kami sudah sampai di sebuah persimpangan. Ini dia, persimpangan dari jalur Wekas. Di depan kami, Jembatan Setan sudah menanti. “Ayo!”, ujar Luqman , sang fotografer. “Kita memasuki, jembatan setan…” tambah  achep, rekan sesama fotografer. Mengerikan sekali namanya. Selidik punya selidik, ternyata yang dinamakan Jembatan Setan adalah sebuah punggungan tipis, dengan jurang dalam di kiri kanannya. Jika cuaca sedang cerah, pemandangan yang disajikan sangat luar biasa. Dataran kaldera gunung Merbabu yang hijau dan berkontur naik turun ibarat rel roller coaster terlihat begitu mempesona. Lain ceritanya jika sedang cuaca buruk. Kabut yang dihembuskan angin kencang dari jurang membuat pendaki yang kurang bernyali akan segera ciut mentalnya . Selain trek yang tipis, hanya selebar satu meter saja, jalanannya juga menanjak, sehingga membuat anggota tim cepat lelah. Selepas Jembatan Setan, ada sebuah dataran yang dinamakan Helipad. Sebenarnya, ini adalah sebuah pos tempat berkemah yang menjadi primadona, karena dekat dengan sumber air. ”Kemarin saya menginap di Helipad, gampang kalau mau masak, air banyak, cuman mas, kalau malam anginnya kencang sekali, tenda sampai brak-bruk dipukulin angin,” Dari Helipad ini, memang sangat mudah jika ingin mengambil air. Kita hanya harus turun sedikit ke dasar kawah. Ya, kawah Merbabu masih aktif, namun tidak berbahaya jika dituruni. Awas! Jangan salah ambil air di kawah, bisa-bisa keracunan belerang. Kalau mau ambil air bersih, naik sedikit dari atas kawah, ada sumber air disana. Jembatan Setan, tidak berhenti sampai Helipad saja. Masih banyak jembatan-jembatan alias punggungan-punggungan tipis lain di Merbabu. Setelah melewati Helipad, jalanan berbatu menanjak. Dari jauh, jalanan berbatu ini nampak seperti punuk sapi. Penduduk setempat, menamakannya Geger Sapi. Dalam bahasa Jawa, Geger itu punuk.dan di jalur ini team kembali tak sanggup untuk melanjutkan perjalanan karena selama dalam perjalanan dari pos 4 pemancar kami di guyur hujan hingga kami kedinginan, dan terpaksa dengan area seadanya team harus bermalam kembali di tengah jalur ini. Hari ke III Pagipun tiba persediaan air semakin menipis dan kami tak banyak bicara , setelah sarapan kecil kami langsung melanjutkan perjalanan  untuk tiba di puncak.setalah berjalan 15 menit dari area camp kami tibalah kami dipuncak geger sapi.Dari puncak Geger Sapi, jalanan kembali turun, dan melewati punggungan tipis lagi, setelah itu kembali menanjak naik. Jalur terjal berupa bebatuan terus menghadang. Kontur cukup terjal, sehingga tak jarang kami harus mendaki menggunakan bantuan tangan, ibarat sedang panjat tebing. Trek terjal ini berakhir hingga kami sampai di Persimpangan Puncak. Kisah Syarief Di Persimpangan, terdapat dua jalur yang berpisah, ke kiri atau ke kanan. Kiri membawa anda menuju Puncak Syarief, 3119 mdpl. Kanan membawa anda ke Puncak Kenteng Songo, 3140 mdpl, dan Puncak Triangulasi, 3142 mdpl, yang merupakan puncak tertinggi. Jika memilih belok kiri ke Puncak Syarief, cukup satu tanjakan saja, anda sudah sampai. Sebaliknya, jika ingin menuju Puncak Triangulasi, maka trek roller coaster masih harus anda taklukkan. Puncak Syarief, sejatinya dinamakan Puncak Pregodalem. Kisah hingga namanya berubah karena dulu, ada seorang yang bernama Syarief yang membunuh istrinya. Konon, Syarief ini ketakutan sehingga melarikan diri ke Puncak Pregodalem. Disana, ia mendirikan rumah, dan tinggal bertahun-tahun lamanya disana. ”Sesekali Syarief ini turun ke Kopeng, belanja di pasar. Tapi dia selalu kembali lagi ke atas. Kisah ini sudah lama sekali mas, mungkin jaman diatas angkatan bapak saya,” cerita yang kami dapet dari sebuah referensi temen. Kembali ke kisah pendakian, akhirnya kami memutuskan belok kanan, menuju dataran puncak tertinggi Merbabu. Belum apa-apa, tanjakan batu sudah menghadang. Untung tanjakannya cukup singkat, lalu jalur kembali menurun. Kemudian, tim dihadang lagi oleh sebuah tanjakan. Sebenarnya terdapat sebuah jalur setapak landai yang melipir tanjakan tersebut. Sayangnya, dari arah persimpangan, jalur tersebut sulit dilihat. Letaknya di sebelah kiri tanjakan, dan sedikit menurun. Rerumputan yang cukup tinggi membuat jalur tersebut makin tersamarkan. Karena akan jalur tersebut, tim kemudian mengambil jalur landai.namun setelah sampai di persimpangan team mampir ke tanjakan setan II, dan geger ketika sampai di atas tanjakan. Bayangkan, jalur sangat tipis, mungkin kurang dari satu meter. Tambah lagi, ada batu besar melintang di tengah jalur, membuat kami makin repot melewatinyamakanya kami menamakan  Jembatan Setan tahap dua. Mitos Sembilan Lumpang Dari trek yang mendobrak akal sehat tersebut, tim kembali melipir sebuah punggungan. Dan kemudian, sebuah tanjakan yang tinggi kembali menghadang. ”Semangat kang, ini tanjakan terakhir, atas sudah Puncak Kenteng Songo,”ujar Djal , seorang pendaki dedengkot daru eam kami . Mendengar hal tersebut, tim kembali bersemangat mendaki. Satu persatu kami mulai mendaki tanjakan yang curamnya sekitar 70 derajat tersebut. Tidak hanya itu, kami harus melipir bebatuan karena treknya sangat tipis. Kami harus ekstra hati-hati karena batuan kecil mudah berjatuhan sehingga dapat menimpa pendaki dibawah. Perjuangan mendaki tanjakan terakhir sangat singkat. Kurang dari 15 menit, kami sudah sampai di dataran terbuka. Ini dia yang kami nanti. Kami akhirnya tiba di Puncak Kenteng Songo. Ada cerita menarik di puncak ini. Terdapat batu-batu yang berlubang bulat sempurna. Seperti ulekan, atau lumpang. Jumlah pastinya, sembilan buah. Lima dapat ditemukan di tengah-tengah dataran puncak, hanya satu buah sudah pecah. Satu lagi tersebunyi di rerumputan dekat kelima batu tersebut. Sisanya, entah dimana. Inilah asal dari nama Kenteng Songo, yang berarti sembilan lumpang. ”Dulu, waktu zaman pendaki masih jarang, dataran puncak masih berupa rerumputan. Batu-batu itu masih terpencar dan tersembunyi dibalik rimbunnya rerumputan. Mitosnya, barangsiapa yang bisa menemukan sembilan batu tersebut, niscaya hidupnya lancar menurut mitos setempat. ”Sekarang itu lima sudah ada di tengah, saya tak tahu siapa yang mindahin. Malah ada yang iseng gelindingin satu batu ke jalur Selo pas di jalu puncak Angin. Terlepas dari mitos tersebut, keberadaan lumpang batu tersebut memang unik. Dari lubangnya yang bulat sempurna saja, kita dapat menyimpulkan bahwa orang-orang zaman dahulu sudah memiliki teknologi yang sangat maju. Pertanyaan lain, kenapa ada sembilan buah lumpang dari batu di ketinggian diatas 3000 meter? Untuk apa?”Tidak ada yang tahu sampai sekarang. Biarlah menjadi sebuah rahasia sendiri. Justru itu menariknya Merbabu.” Gunung Merapi yang Malu-malu Berjalan sebentar melipir sebuah punggungan lagi, maka kami sampai di Puncak Triangulasi. Disini, terdapat sebuah prasasti kecil dari batu yang bertuliskan 3.142 mdpl. Lahannya cukup luas, kira-kira sebesar lapangan voli. Batu-batu kecil bertebaran. Kondisi di puncak sangat terbuka, tidak ada pepohonan sama sekali. Di Selatan, nampak Gunung Merapi yang terlihat sangat dekat, ragu-ragu menampakkan dirinya di balik awan. Kalau melayangkan pandangan ke arah Utara, terlihat Pos 4 Pemancar yang seakan sangat jauh. Sayang memang kala itu kabut dan cuaca sangat tidak bersahabat dengan kami. Jalur dari Pos 4 hingga Puncak terlihat sangat cantik, ibarat ular yang meliuk-liuk. Cantiknya, jika udara cerah, tengoklah ke arah Barat. Banyak sekali gugus pegunungan yang dapat diamati. Ada Twin Tower Sindoro-Sumbing, Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, hingga Danau Rawa Pening beserta Kota Salatiga. Sangat memukau. Di Puncak Triangulasi, terdapat jalur turun melewati Jalur Selo. Dan kami memilih jalur ini yang turun Kami tidak berlama-lama di puncak. Perjalanan turun juga cukup berat. Kondisi fisik dan perbekalan tidak mumpuni untuk melakukan pendakian M2M. setelah lelah melewati jalur selo yang menjengkelkan sekaligus memanjakan tibalah team di basecamp selo dengan wajah sedikit lesu n haru. Pendakian Merbabu, cukup disudahi sampai disini. Banyak orang mengatakan Perjalanan Merbabu merupakan ”Perjalanan Menuju Puncak Kedamaian.” Namun, sebagai manusia biasa, kami harus mengejar kedamaian sejati di bawah sana. Selamat tinggal Merbabu. Pesonamu takkan kami lupakan! How To Get There Banyak jalan menuju Merbabu. Dari keempat jalur yang ada, jalur Cuntel Kopeng termasuk jalur yang sering digunakan pendaki. Dari catatan Pak Tono, pada pendakian kami kemarin tercatat 256 pendaki yang naik. Selain itu, Cuntel merupakan jalur yang tingkat kesulitannya moderate karena jalurnya tergolong pendek, hanya kalah oleh Jalur Wekas.. Tentu itu skala bagi pendaki gunung. Bagi turis biasa, mendaki gunung mana yang tidak berat? Kalau ingin mendaki lewat dua jalur yang ada di Kopeng. Ada dua opsi yang bisa dipilih. Pertama, anda harus menuju Kota Semarang, atau Kota Yogyakarta. Dari Jakarta, Bandung, atau kota-kota besar lain, banyak akses untuk menuju kedua kota tersebut. Mulai pesawat terbang, bis eksekutif hingga ekonomi dengan berbagai tarif, hingga Kereta Api dengan berbagai kelas. Up to your choice! Dari Semarang, anda harus naik bus lagi menuju Salatiga. Tidak mahal, cukup rogoh kocek anda sebanyak Rp.5.000 saja. Di Salatiga, turun di perempatan Pasar Sapi, dan lanjutkan perjalanan anda naik bis kecil jurusan Salatiga-Kopeng-Magelang dengan tarif Rp.4.000. Minta kondektur untuk menurunkan anda di pertigaan Umbul Songo Kopeng. Kalau dari Yogyakarta, lanjutkan perjalanan anda menuju Magelang dengan tarif Rp.10.000. Dari Magelang juga sama, anda tinggal naik bis kecil Magelang-Kopeng-Salatiga dengan tarif Rp.8.000. Turun di pertigaan Umbul Songo Kopeng. Kondektur biasanya sudah paham jika anda membawa tas carrier besar-besar dan perlengkapan mendaki gunung. Dari jauh, anda sudah diteriaki Merbabu! Merbabu! Merbabu!!! Dari pertigaan Umbul Songo, naik terus, ikuti jalur beraspal. Kalau ingin naik lewat jalur Tekelan, anda dapat masuk dari Bumi Perkemahan Umbul Songo. Kalau ingin naik lewat Cuntel, ikuti saja jalur beraspal tersebut, nanti ada pertigaan, anda belok kiri dan masuk ke jalan berbatu. Di ujung jalan berbatu tersebut, Dusun Cuntel sudah menanti anda. Selamat Mendaki!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun