Mohon tunggu...
lintong situmorang
lintong situmorang Mohon Tunggu... -

belajarlah untuk cukup:)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wow.. Kini Aku Jadi Penulis-penulisan!!

2 September 2010   04:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


ternyata menulis itu susah banget ya sob, mau mulai darimana kemana sampai kemana, hufffftt, bingung..!! tapi sebelum kita masuk kedalam topik pembicaraan dalam tulisan ini, ijinkan saya memperkenalkan diri saya terlebih dahulu, namaku Lintong situmorang, sebut saja aku lintong, saat ini aku berusia 21tahun, aku dibesarkan dari keluarga kelas menengah paling bawah, ayahku hanyalah seorang supir taksi dan ibuku hanya bertugas mencuci dan memasak didapur, itu takdir yang diatas loh.. tapi aku sangat bersyukur masih dapat dilahirkan ke dunia yang fanatik ini. Sejak kecil aku selalu diajarkan untuk selalu bersyukur oleh kedua orang tuaku, karena pembelajaran itu aku selalu bersyukur dapat makan secukupnya, tidak kenyang yang  penting tidak lapar, hehehe..

Tidak seperti saudara-saudara kita di luar sana, banyak diantara mereka makan-makanan yang sudah tidak layak makan, apapun mereka makan demi bertahan hidup, bahkan tak jarang mereka harus beribadah puasa lebih awal dan berbuka lebih akhir. Kasihan ya mereka, aku lihat hidup di zaman sekarang begitu berat, jika ditimbang beratnya, aku sendiri juga tidak tahu berapa berat beban kehidupan yang harus dijalani saudara-saudari kita diluar sana. Lewat layar tv banyak kita saksikan tayangan orang bunuh diri untuk mengakiri beban hidup yang begitu berat, banyak anak kecil yang tak bisa bersekolah, pencurian dimana-mana, dan masih banyak lagi problem hidup di zaman ini, semua ini dikarenakan faktor ekonomi yang jauh dari kata berkecukupan. Wahai para pemimpin bangsaku dimana kalian saat ini?? ditengah-tengah kemiskinan yang melanda bangsa ini, krisis kedaulatan, krisis prestasi, krisis moral, krisis kepercayaan, dan segala macam krisis yang masih begitu banyak menghantui bangsa ini, kalian ingin mendirikan kembali istana nabi sulaiman yang begitu megah dijamannya dulu senilai 1,6 teriliun? mungkin angka itu terdengar biasa ditelinga kalian, tetapi tidak bagi kami, yang sehari-semalam hanya memperoleh 10 ribu rupiah per hari, itupun sudah alhamdulilah kami ucapkan pada-Nya.


Sungguh mulialah hati rakyat yang dapat menerima semua perlakuan ini, memang rakyat miskin tidak akan memiliki kekuatan untuk melawan kekuasan, jangankan untuk melawan kekuasaan, untuk melawan perutnya sendiripun mereka belum tentu mampu, mereka hanya sibuk mencari butir-butir padi yang tersisa dikebun anggur. sesungguhnya bukan rakyat miskin yang engkau hadapi wahai para pemimpin bangsaku, sadarlah!! sesungguhnya kalian sedang berhadapan dengan yang diatas, sesungguhnya kalian sedang diuji sejauh manakah kebijaksanaan kalian dalam memimpin bangsa ini, dan ingatlah, kebijaksanaan yang engkau pakai di dunia ini, akan digunakan kelak untukmu. dunia ini sungguh sementara, seperti dalam salah satu  lirik lagu peterpen yang mengatakan, "tak ada yang abadi", ketika telah datang waktunya, kita semua sama dihadapan-Nya,  ketika tiba waktunya, baik kita yang kaya maupun yang miskin, sama-sama menempati kediaman tanah 1X2 meter, takan ada yang memiliki luas tanah berlebih, semua menempati tempat istirahat yang sama yakni 1x2 meter, lantas mengapa engkau masih begitu rakus akan segala kefanaan itu? tidakah lebih arif kita berbagi kepada sesama? cobalah tengok keluar, masihkah dapat kau lihat orang-orang berebut makan? masihkah tega kau mencuri makanan mereka yang telah terkontaminasi??

Wahai para pemimpin bangsaku, para negarawan, para budiman, para dermawan, dan para-para yang lainnya, marilah kita berjabat tangan, bergandeng tangan memberantas kebodohan dan memerangi kemiskinan bangsa ini, seperti apa yang telah diamanatkan konstitusi negara yang kita cintai ini. Marilah kita berlomba-lomba menjadi pahlawan di negara kita sendiri. Tidakah malu semakin hari bukan semakin kejayaan yang kita dapat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, melainkan semakin menuju lorong gelap yang belum menemui secercah cahaya. tapi percayalah selama masih ada api semangat dalam diri bangsa kita dan selama kita masih berlutut dan meminta pada-Nya, niscaya kemerdekaan yang abadi itu akan datang tepat pada waktunya.

Jangan pernah malu untuk mengatakan kebenaran!!

Salam Reformasi..Salam Mahasiswa!! Salam Rakyat Indonesia!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun