Malam itu di Kota Asmara, sebuah kota yang tampak biasa dari luar tetapi menyimpan banyak misteri dan kegelapan, Bagas dan Saskia memutuskan untuk berlatih di sebuah tempat tersembunyi di hutan pinggiran kota. Mereka berdua memegang pedang yang memiliki kekuatan luar biasa---Pedang Utara di tangan Bagas dan Pedang Barat di tangan Saskia. Pedang-pedang tersebut bukanlah sembarang senjata, tetapi merupakan peninggalan orang tua mereka yang memiliki kekuatan untuk membunuh Ibu Malam. Latihan ini penting, karena mereka tahu bahwa pertempuran besar sudah semakin dekat.
Setiap malam, di bawah cahaya rembulan yang redup, Bagas dan Saskia saling mengayunkan pedang mereka, mempelajari gerakan dan serangan yang akan mereka gunakan untuk melawan Ibu Malam. Peluh mengalir di tubuh mereka, namun keduanya tetap fokus. Raka, yang dari kejauhan mengawasi, merasakan ada sesuatu yang tidak biasa di dalam hatinya. Rasa cemburu itu mulai tumbuh, tak bisa ia sembunyikan. Melihat istrinya, Saskia, berlatih dengan Bagas---seorang pria yang kuat dan karismatik---membuatnya merasa terpinggirkan. Apalagi melihat bagaimana tatapan Saskia kepada Bagas saat mereka bertarung, seolah ada sesuatu yang lebih dari sekadar latihan.
Tidak ingin rasa cemburu itu terlihat, Raka memutuskan untuk pergi sejenak. Ia berjalan menyusuri jalanan Kota Asmara yang sepi, hingga akhirnya sampai di sebuah kolam renang yang jarang dikunjungi orang. Air kolam itu tampak tenang, berkilauan di bawah sinar bulan. Saat ia sampai di sana, matanya menangkap sosok Johan dan Sinta yang sedang bercanda di tepi kolam. Johan, dengan wajahnya yang selalu kocak dan penuh senyum, masih mengenakan kostum Cakilnya, sebuah kostum yang ia pakai sejak mereka tiba di Kota Asmara.
Raka mengernyitkan dahi. "Kenapa sih, kau masih pakai pakaian itu, Han? Sudah hampir seminggu kita di sini," gumam Raka dalam hatinya.
Namun, Raka tidak ingin mengganggu kebahagiaan mereka. Johan dan Sinta tampak begitu dekat, tertawa riang. Ada kehangatan dalam interaksi mereka yang membuat Raka kembali merasakan rasa cemburu, tetapi kali ini bukan kepada Bagas, melainkan kepada Sinta. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya siapa sebenarnya yang ia cintai lebih dalam---Saskia, istrinya, atau Sinta, wanita yang terus menghantui pikirannya.
Dengan perasaan kacau, Raka melepas bajunya dan masuk ke dalam kolam renang. Air yang dingin sedikit banyak membantu menenangkan pikirannya yang sedang kacau. Sambil berenang, pikirannya melayang-layang, memikirkan hubungannya dengan Saskia dan perasaannya terhadap Sinta. Ia ingat saat-saat pertama kali bertemu Saskia, wanita yang kini menjadi istrinya. Namun, kenangan tentang Sinta, wanita yang begitu manis dan penuh pesona, juga memenuhi pikirannya. Ia mencoba memahami perasaannya, tetapi semakin ia mencoba, semakin ia bingung. Raka merasa tersesat dalam pikirannya sendiri, terombang-ambing antara cinta untuk Saskia dan perasaan aneh yang terus tumbuh untuk Sinta.
Tiba-tiba, langit menjadi gelap. Awan hitam menggantung rendah di atas kota, mengancam dengan kilatan petir yang sesekali menyambar. Raka, yang masih berenang, merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia keluar dari kolam dengan cepat dan mengenakan kembali bajunya. Pada saat yang sama, ia mendengar teriakan Sinta dari kejauhan. Tanpa berpikir panjang, Raka berlari ke arah suara tersebut.
Di tepi kolam, Johan dan Sinta yang sebelumnya bersenda gurau kini berdiri terpaku. Ibu Malam telah muncul, sosoknya begitu menakutkan dengan aura gelap yang menyelimutinya. "Kau tak bisa lari dariku, Sinta," ucap Ibu Malam dengan suara yang menggelegar. Sinta berusaha melawan, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan Ibu Malam. Melihat Sinta dalam bahaya, Bagas yang tiba-tiba muncul dari arah lain, langsung berusaha melindunginya dengan Pedang Utara di tangannya.
"Jangan berani-berani menyentuhnya!" teriak Bagas, namun Ibu Malam hanya tertawa sinis.
Raka tiba di tempat kejadian tepat saat Ibu Malam mengangkat Sinta ke udara, bersiap membawanya pergi. Tanpa berpikir panjang, Raka berusaha menyerang Ibu Malam, tetapi ia dengan mudah dihempaskan ke tanah. Johan, meski dengan kelucuan kostum Cakilnya, juga mencoba menghadang, namun Ibu Malam terlalu kuat. Dalam sekejap mata, Ibu Malam berhasil membawa Sinta pergi, meninggalkan Raka, Bagas, dan Johan yang terpana dan tidak berdaya.