“Jakarta bukan untuk coba-coba”, kata Jusuf Kalla (Kompas 23/02). Memang benar kalau nyalon Gubernur DKI Jakarta jadi bahan percobaaan maka rakyatlah yang akan menderita jadi objek malpraktek politik dan kepentingan berbaju suku, agama, etnis, budaya bahkan dipaksa memakai baju “pro rakyat” yang tak seindah buktinya.
Enam pasangan calon Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 akan bertarung pada 11 Juli mendatang untuk memperebutkan kursi DKI-1, benarkah di antara mereka ada yang sesuai harapan masyarakat hak pilih di Jakarta yang merindukan sosok pemimpin seperti almarhum Ali Sadikin (1966-1977)?
Ali Sadikin yang akrab dipanggil Bang Ali, pemimpin yang punya prinsip berani mengambil langkah yang menurut pikirannya benar dan didukung perencanaan matang serta bisa dipertanggungjawabkan. Dia akan melakukan dengan taktis dan tak peduli kritik pedas dari siapapun asalkan bermanfaat bagi warga Jakarta selamanya.
Ia cuek tak peduli ketika banyak yang menuduhnya tidak memiliki perikemanusiaan, bahkan dihujat kafir seperti waktu dikritik habis-habisan oleh Majelis Ulama Indonesia, kerena menggunakan duithasil perjudian untuk membangunjalandi Jakarta.
Sejarah mencatat, Jakarta berubah total menjadi kota Metropolitan, banyak ahli perkotaan menyebut sebagai kota yang bergerak menjadi kota Megapolitan. Pihak-pihak yang tadinya 'tukang kritik' dan memaki Pemda DKI Jakarta, diam-diam mengakui keberhasilan Bang Ali sebagai Gubernur Jakarta. Psca itu, kita tak mencatat banyak perkembangan di Jakarta.
Harapan baru muncul di Jakarta pada masa Gubernur Jakarta ke-14 Sutiyoso (Bang Yos) yang berhasil menyulap komplek prostitusi Kramat Tunggak, Jakarta Utara, menjadi Pusat Peradaban Jakarta Islamic Centre (JIC). Di era Bang Yos pula beberapa kantong kawasan yang dikuasai preman, ditertibkan, premannya diarahkan agar tak menjadi beban psikologis masyarakat.
Kedua tokoh itu beda zaman namun tetap dikenang oleh seluruh warga Jakarta karena prestasi dan keberaniannya demi membela kebenaran dan berbuat yang lebih bermanfaat bagi rakyatnya. Bagi mereka uang bukan segalanya melainkan kiprah dan jerih payah yang ikhlas dan tulus untuk membangun Ibu Kota lebih baik dan mampu menjadi miniature negara Indonesia.
Kini
Siapa yang tak kenal Fauzi Bowo (Foke) Cagub DKI Jakarta petahana? Tiap zaman, tiap orang pasti merasa dampak kepemimpinan, baik dari Almarhum Bang Ali, Bang Yos hingga Foke yang kini banyak dinilai warga tak menorehkan prestasi gemilang dan terobosan baru sejak 2007-2012 ke arah yang lebih baik dibandingkan almarhum Bang Ali dan Bang Yos.
Jakarta tiap hari dicengkeram kemacetan, tiap kali hujan selama 4 jam berturut-turut Jakarta pasti tergenang, masih menghantui masyarakat, mau kemana-mana takut tidak aman, membuat warga DKI mikir berulangkali. Seandainya Jakarta dipimpin lagi dengan leader seperti alamarhum Bang Ali dan Bang Yos maka warga Jakarta tak lagi risau.
Kegagalan memimpin DKI Jakarta dalam membangun infrastruktur, menangani kemacetan, penanggulangan banjir, transportasi massal, kemiskinan, pendidikan, kantibmas, kesehatan, dan penataan kota adalah kesadaran yang berhak dinilai masyarakat secara objektif, transparan dan jujur dan tidak sepihak apalagi musim kampanye Pilkada kali ini.
Tahun 2007 Foke memang pantas dan layak dipilih untuk membangun Ibu Kota dengan harapan mampu membawa Jakarta menuju kejayaan dan tertata lebih baik dari pemimpin sebelumnya seperti alamarhum Bang Ali Shadikin dan Bang Yos yang cenderung lebih bersikap tegas dan berani menggasas dan melakukan perubahan di Jakarta.
Namun Foke kali ini, beberapa hasil lembaga survey seperti Integritas Indonesia (Interindo) mencatat sejumlah 89,1% warga masyarakat Jakarta merasa tidak puas dengan kinerja Foke dalam mengatasi permasalahan kemacetan. Kemudian 75,9% tidak puas dengan penanganan bencana/banjir, transportasi massal 72,9%, kemiskinan 60,3%, keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas) sebesar 51,7%. Sementara untuk bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat cukup lega dengan prosentase sebesar 63,1% dan 53,8%. Angka-angka itu realistis dan terbukti bagi Foke selama menjabat ternyata tak mampu berbuat banyak mengurus Jakarta.
Lantas, munculnya calon lain seperti Alex Noerdin yang masih menjabat gubernur Sumatera Selatan, Joko Widodo walikota Solo, atau Hidayat Nur Wahid yang sempat meraih suara terbanyak di Jakarta adalah lawan yang tak bias dianggap remeh. Mereka lebih berkekuatan dan juga lebih memiliki harapan baru ketimbang Foke.
Bagi warga Jakarta, siapapun mereka yang terpilih menjadi Gubernur DKI-1 nanti apakah mampu berbuat seperti dua figure sebelumnya seperi almarhum Bang Ali dan Bang Yos untuk membenahi Ibu Kota.
Warga tak butuh janji yang beujung manipulasi. Jakarta butuh langkah kongkrit, keberanian, sebagai wujud prestasi dan mampu berbuat seperti sosok almarhum Bang Ali dan Bang Yos dikancah nasional-internasional.
Jadi, kegagalan memimpin Jakarta bukan untuk diulang melainkan dicari siapa pemimpin yang pantas dan layak, lebih tulus dan terbukti dalam bernkostribusi bagi kemajuan masyarakat dan bangsanya seperti belaiu berdua. Karena itu, Jakarta butuh keberanian dan terobosan nyata bukan karena politik dan coba coba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H