Baca juga: Mantra Gatholoco dan Hikayat Keperkasaan Raja Jawa Kuno
Urang Sunda baheula dalam melakukan sesuatu tidak asal der. Namun sebelum melakukan pekerjaan kerap melakukan perhitungan, naktu, serta mapatkeun atau membaca serangkaain jangjawokan. Tujuannya adalah sangkan dalam menjalankan pekerjaanya tidak ada gangguan, mulus rahayu, berkah salamet, serta menghasilkan buah atau panen yang menggembirakan.
Untuk para mojang dan jajaka Sunda dalam hal percintaan biasanya mereka menggunakan mantra asihan, atau gendam, atau pelet. Sesuai dengan namanya, asihan merupakan mantra untuk memikat hati lawan jenis.
Seperti cerita pantun mantra Sunda pun tergolong puisi buhun (lama). Layaknya puisi buhun, meski tidak atau belum terdapat dalam aturan tertulis bangunan mantra Sunda pun selalu bergantung pada patokan-patokan. Patokan yang dimaksud meliputi purwakanti, guru lagu, guru wilangan, pada dan padalisan. Intinya, mantra merupakan serangkaian kata dan kalimat yang mengandung kekuatan magis dan dibungkus dalam keharmonisan estetis.
Sejauh yang saya tahu mantra amat jarang menggunakan undak-usuk basa. Bahasa mantra cendrung lugas, bebas, bernas, dan cerdas. Meski bebas namun nilai keindahannya tetap mengena dan berasa. Seperti mantra asihan yang saya dan teman-teman dapatkan di Ds. Panyocokan, Kec. Ciwidey Kab.Bandung:
bismilahirohmanirohim
aci herang aci lenggang
aci mayap di buana
dikukut teu geusan mangku
dikundang teu geusan leumpang
ari jauh aing tuturkeun
ari anggang aing teang
ari deukut aing anteurkeun
mangka welas mangka asih
asih sia komo aing
Lihatlah, dalam asihan di atas basa Sundana basa loma atau basa akrab, bahkan untuk ukuran undak-usuk basa cendrung kasar-garihal. Kata 'jauh' (tebih=jauh), 'aing' (abdi=saya), dan 'sia' (anjeun=kamu) adalah salahsatu penandanya.
Mesk kasar-garihal, namun keindahan unsur bunyi atau rima dan irama tetap terjaga. Asihan diatas memadukan rumus purwakanti pangluyu, purwakanti margaluyu, purwakanti mindoan kawit, purwakanti laraspurwa, serta purwakanti larasmadya.
Mantra Sunda lahir dan berkembang sesuai dengan perubahan jaman. Mantra Sunda tidak alergi inovasi. Bila baheula mantra Sunda amat kuat unsur alam kedewaanya dengan menyebut batari-batari, dewa-dewi, sanghyang-guriang-dangiang setelah Islam masuk di Tatar Sunda kata-kata tersebut lalu berganti atau diadumaniskeun dengan kata Alloh, Muhammad, Bagenda Ali, Daud, Bismilahirohmanirohim, atau Ilahi Robi.
Baca juga: Japa Mantra sebagai Jimat Ajian
Umpamanya jangjawokan dari Ds. Panyocokan, Kec. Ciwidey Kab.Bandung: bismilahirohmanirohim/ tung lantung siang lantung sore lantung/ ditiung ku cinde wulung/ dikenyed ku panyabaran/ sir sari ku panyabaran/ dipelak girang tampian/ milih neneh milih asih/ sing asih..... / ti katuhu gula tiwu/ ti kenca gula kalapa/ sir rasa sir pangawasa/ nurna cahayana Muhammad/ lailahailalloh/ Muhammad pangersana Alloh//.
Menurut penuturan dari nara sumber jangjawokan tersebut inti sari dari kitab Al-qur'an, Tauret, dan Injil. Dan untuk melaksanakannya harus dibarengi puasa naktu atau puasa hari kelahiran yang mengamalkannya.