Mohon tunggu...
Kompasiana Cibinong
Kompasiana Cibinong Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Kompasiana Cibinong, menulis berita dan cerita dalam bahasa Sunda dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haji Hanya Sekali, Hindari "Haji Dua Kali"

2 Juli 2019   09:59 Diperbarui: 2 Juli 2019   10:08 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibadah haji adalah ritual istimewa. Dalam Al-Quran perihal ibadah haji mendapat tempat yang terhormat. Meski ada perintah atau pembahasannya, dalam Al-Quran tidak ada surat khusus bernama"As-Sahadat", "As-Salat", "Az-Zakat", atau"As-Saum". 

Tetapi, rangkaian ibadah haji tersampaikan secara khusus dalam surat Al-Hajj (Haji). Keistimewaan lain, menurut para pakar tafsir surat Al-Hajj diturunkan pada siang dan malam hari serta diturunkan di Kota Mekah dan Madinah.

Dalam pelaksanaannya, melakoni ibadah haji memerlukan persiapan mental, fisik, dan harta yang memadai. Maka sungguh beralasan pemerintah Indonesia amat ketat memeriksa kondisi calon haji/hajah.

Karena istimewa, sungguh manusiawi jika calon haji itu sangat berharap mendapatkan gelar haji mabrur. Semua rangkaian ibadah sunat dan wajib selama di Tanah Haram berharap diterima oleh Allah swt.

Untuk mengetahui seseorangmerengkuh haji mabrur atau tidak, salah satu penandanya dapat dilihat ketika para haji/hajjah tersebut kembali ke kampung halamannya. Apakah makna hakiki ibadah haji ada jejaknya atau tidak dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut pemimpin Pesantren dan Majlis Salafi An-Nidzom Bogor, KH AbdulMatin Hatta, meraih gelar haji itu cukup sekali, hindari mendapat gelar haji dua kali, "Cukup dipanggil sekali haji, misal Haji Tarmiji, Haji Judin atau Haji Jamal. Jangan sampai terjadi pulang dari tanah suci para haji/hajjah mendapat sebutan dari saudara, tetangga, dan sahabat dengan menyebuthaji dua kali, misal haji-haji pelit, hajah-hajah ngarenten, haji-haji korupsi, haji-haji jinah"

Jadi, yang dimaksud menghindari haji dua kali itu bukan melarang setiap insan setiap tahun untuk pergi beribadah di tanah suci. Penyebutan haji dua kali (haji-haji) dalam kemasyarakatan itu cenderung negatif. Sebab gelar haji yang disandang seseorang tidak berbanding lurus dengan nilai-nilai islami, termasuk nilia-nilai ibadah haji.

Maka, sangat dianjurkan memburu haji mabrur, akan tetapi jangan sampai terjadi para haji mendapat sebutan "Haji-haji tidak islami, haji-haji ...".***

Artikel di atas karya Djasepudin, seorang Guru SMA Negeri 1 Cibinong, Kab. Bogor.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun