Musim dingin mulai memasuki kembali bulan di hongkong,tak terasa hampir 6 tahun aku berada di negeri beton ini. Waktu yang sesungguhnya cukup lama buatku,terasa seperti baru kemarin aku menginjakkan kakiku. Usiaku tak lagi muda seperti dulu, hampir memasuki kepala tiga namun belum juga kutemukan apa yang aku cari. Aishh...!!
Kududuk menepi di pinggiran pelabuhan Victoria, menatap sepi senja di ufuk barat. Sinarnya begitu menyilaukan,memukau hati yang tengah di landa gundah gulana. Ahhhh.... kutatapi wajah keenam sahabatku yang duduk merapat di kiri dan kananku. Pandangan mereka menerawang jauh ke lautan,tangan mereka memangku tubuh di lantai, dan kaki mereka berayun-ayun seolah tengah beradu kecepatan.
Siapa sich yang akan menyangka jika dibalik keceriaan mereka dan kesederhanaan serta tawa mereka tersimpan seribu luka dan duka. Beban yang tiada tara. Tawa mereka adalah hampa, senyum mereka adalah palsu, dan kemolekan mereka adalah topeng sandiwara. Ahhh... Manusia! Harta dan Tahta.
"Aku itu lelah menghadapi hidup yang seperti ini!" keluh Enjell membuka kebisuan.
"Bekerja seperti apapun tak nampak hasilnya di mata. Uang hanya mengalir melewati tangan tanpa bisa ku nikmati." lanjutnya. Tatapan matanya kini terlihat sayu menampakkan garis asa, menerawang jauh keawan.
Aku hanya bungkam mendengarkan keluhannya sambil kutatapi perahu-perahu kecil yang hilir mudik membawa penumpangnya ke tepi pelabuhan. Seketika aku teringat kisah lalu persahabatanku yang hancur karena cemburu dan keegoisan diantara mereka untuk memperebutkan hati dan kepercayaanku. Tengah laut adalah memory kalbu yang kelabu yang tak mungkin bisa kulupakan. Aku pun tersenyum sendiri mengingat kebodohan-kebodohan mereka yang seperti anak kecil. Namun lain halnya dengan keenam sahabat baruku ini. Mereka tak pernah saling membenci, memaki, dan menjatuhkan satu sama lain.
"Tim kai lei kong kamyong ge?" sahut Rioo membuyarkan lamunanku. (kenapa kamu bicara seperti itu)
"Coba bayangin Ce! semua uang yang aku kirim tiap bulan selalu habis buat makan. Nggak kelihatan hasilnya sama sekali. Apa-apa sekarang mahal, apalagi BBM. Udah kaya gitu kerjaan di indonesia sekarang udah sulit untuk rakyat kecil,bisa di bilang ga ada. Kalau terus begini kapan kaya-kayanya, kapan pulangnya. Apa kita harus sampai tua hidup di negeri orang? Tenaga kita terbatas." jawabnya dengan penuh kejujuran. kuamati raut wajahnya yang menampakkan kegetiran di ujung sudut bibir tipisnya.
"Sama lah Njell,, aku pun kalau ga aku paksa-paksain juga ga bakalan bisa beli yang kaya gini-an." ungkap Weena sambil menunjukkan laptop baru di sebelahnya.
"Ini satu-satunya penghiburku di kala aku sepi dan sendiri." lanjutnya.
"Hai laaa... Kakean korupsi negarane." jawabnya sembari mencibir ke arah weena dan tertawa lepas.