Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reorientasi Penerimaan PNS

19 November 2009   08:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:16 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap tahun penerimaan CPNS menjadi informasi yang ditunggu-tunggu oleh para pencari kerja di Indonesia. Berdasarkan data Bappenas pada tahun 2008 Jumlah PNS mencapai 4.061.854 orang, terdiri dari 825.533 PNS pusat dan 3.236.321 PNS daerah, sementara tahun ini saja Kementerian Negara PAN membuka formasi untuk sekitar 350.000 tenaga PNS baru baik dari honorer maupun umum. Namun jumlah tersebut tidak serta merta bertambah secara terukur mengingat kebijakan zero growth masih berlaku yaitu pengangkatan PNS baru hanya dilakukan untuk menggantikan PNS yang pensiun. Peningkatan tertinggi terjadi untuk PNS daerah dari 2.762.693 pada tahun 2004 menjadi 3.236.321 tahun 2008, sementara jumlah PNS pusat justru menurun dari 875.664 pada tahun 2006 menjadi 825.533 pada tahun 2008. Hal ini terjadi karena banyaknya daerah pemekaran baru yang memerlukan PNS, sementara di pusat terjadi pengetatan tugas dan fungsi.

Bila dilihat dari rasio jumlah penduduk, PNS masih kurang dari 2% dari penduduk Indonesia. Idealnya, rasio PNS dengan jumlah penduduk minimal 10% agar tercapai pelayanan optimal. Namun demikian, masih banyak saja cerita-cerita tentang PNS yang santai, baca koran, menganggur. Di instansi pusat maupun daerah yang sudah lama, hal tersebut masih banyak terjadi. Akan tetapi di instansi pusat yang melayani langsung masyarakat atau di daerah baru hasil pemekaran, tetap saja kekurangan tenaga PNS andal untuk membantu melayani masyarakat. Sebagai ilustrasi, di suatu departemen tertentu, banyak PNS setingkat insinyur atau master hanya mengerjakan tugas administrasi, sementara tugas utamanya malah dipihak ketigakan. Sementara di salah satu daerah pemekaran yang pernah dikunjungi, saking kurangnya tenaga di sana, seorang staf bahkan merangkap Plt. Kabid (pejabat setingkat Eselon III).

Dari sini terlihat bahwa yang terjadi sebenarnya adalah ketimpangan baik dari penempatan personil maupun pembagian pekerjaan. Ada pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan sendiri oleh Departemen tersebut, malah diserahkan ke pihak ketiga. Alasannya pemerataan penghasilan, karena tenaga ahlinya nanti tidak ada pekerjaan. Kemudian penumpukan PNS di kota besar atau pusat, sementara sangat sedikit PNS yang bersedia turun ke daerah terpencil. Daerah-daerah baru sebenarnya membutuhkan lebih dari 2000 PNS setiap tahunnya, tetapi formasi yang diberikan tidak lebih dari 500 PNS baru, itupun kadang-kadang pukul rata tanpa melihat kebutuhan yang sesungguhnya. Sementara tenaga kerja baru kurang tertarik untuk masuk ke daerah terpencil bila tidak difasilitasi secara memadai oleh pemerintah.

Oleh karena itu, sebelum membuka penerimaan PNS baru, ada baiknya pemerintah dalam hal ini Kementerian PAN memetakan dulu kebutuhan PNS dikaitkan dengan tugas pokok pemerintahan. Artinya bahwa perlu dikaji ulang juga organisasi pemerintah, terutama di pusat yang sudah terlalu gemuk dengan 34 Kementerian dan lebih dari 40 LPND, Komisi, dan lembaga lain setingkat menteri yang perlu dirampingkan. PNS yang terkena perampingan bisa ditawarkan untuk pensiun dini atau dipindahkan ke daerah atau instansi pusat yang memerlukan, sehingga menghemat pengeluaran negara untuk membayar gaji PNS yang semakin lama semakin membengkak karena jumlah pensiunan dan pegawai baru juga bertambah. Baru kemudian setelah reorientasi tersebut selesai, penerimaan PNS baru dibuka kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun