Suatu hari, aku belanja ke supermarket, dan sewaktu bayar seharusnya ada kembalian recehan, tapi oleh kasir ditukar dengan permen. "Emang gak ada dua ratusan mbak?", tanyaku. "Maaf mas, koinnya abis buat nyumbang Prita", tukas sang kasir sekenanya. Besoknya waktu isi bensin, aku juga ingin menukar koin, lagi-lagi dijawab, habis mas, buat disumbang ke Prita. Penasaran, aku mampir ke bank, kali-kali aja masih ada stok koin. Ternyata sami mawon, koin dalam sekejap habis diborong buat sumbangan Prita. Pengemis sekarang juga sudah tidak memegang recehan lagi, pada berebut menukar koin demi Prita.
Coin Rush, mungkin itulah istilah yang tepat saat ini. Uang koin mendadak hilang dari pasaran. Pemerintah terpaksa menarik uang kertas dan kembali mencetak uang koin demi menjaga stabilitas peredaran uang di pasar. Inflasi harus tetap dijaga agar harga-harga tidak membumbung tinggi akibat stok uang berkurang secara signifikan. Sekarang harga barang harus kelipatan Rp. 1000 supaya tidak ada kembalian dalam bentuk recehan. Anak-anak sudah tidak bisa beli permen ketengan, harus grosir karena tidak ada kembalian. Efeknya, pengemis menjadi semakin sejahtera, pedagang semakin makmur, dan kesejahteraan masyarakat bawah semakin terangkat karena tidak ada lagi uang receh beredar.
Tapi biarlah sekali-kali kita bikin rush, bukan rusuh, demi keadilan buat sesama. Kapan lagi kita punya momen seperti ini demi tegaknya keadilan berdasarkan nurani, bukan money semata. Mudah-mudahan dengan gerakan ini mata hati menjadi terbuka, melihat masyarakat sudah semakin geram dengan ulah oknum penegak hukum yang masih mencoba memainkan hati nuraninya dengan segelintir gepokan cepe'an kertas. Peace men, keep on going the movement, don't stop by.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H