[caption id="attachment_400014" align="aligncenter" width="448" caption="Rumah Makan "][/caption]
Mencari makanan halal di negeri yang mayoritas penduduknya non Muslim merupakan tantangan tersendiri buat saya. Di Manila sendiri makanan halal baru saya temukan di Muslim Town daerah Quiapo yang merupakan pusat perdagangan barang-barang murah seperti di Tanah Abang. Namun karena masih kenyang dan juga berhemat, saya batalkan niat untuk makan disitu. Celakanya ketika berkunjung ke Hundred Island, saya tidak menemukan rumah makan yang benar-benar tidak menyediakan daging babi. Sayapun lebih memilih makan roti yang dibeli di minimarket 'S' dan makan malam dengan menu ikan.
[caption id="attachment_400016" align="aligncenter" width="448" caption="Kerupuk Kulit"]
Di tengah perjalanan, nyaris saya membeli kerupuk kulit seperti banyak dijual di Bandung. Untung sempat membaca tulisan 'pork' di bungkusnya sehingga urung dibeli. Kalau di Indonesia kulit sapi atau kerbau yang dijadikan makanan, disini menggunakan kulit babi sebagai bahan pokoknya. Terpaksa sepanjang perjalanan pulang balik puasa dan tidak berminat lagi beli cemilan yang dijual pedagang asongan dalam bis. Bukan apa-apa, walaupun bentuknya bervariasi, ada yang berbentuk bakso, sosis, atau otak-otak yang dibungkus daun singkong, tapi tetap saja khawatir mengandung daging babi. Mending kelaparan daripada memaksakan diri, toh masih ada roti sisa yang dibeli dari minimarket tadi.
[caption id="attachment_400017" align="aligncenter" width="448" caption="Kasir Mang Inasal (kolpri)"]
Malam hari setelah pulang dari Hundred Island, kebetulan dekat hotel tempat saya menginap terdapat rumah makan yang namanya mirip-mirip Sunda, Mang Inasal. Pikir saya, jangan-jangan ini waralabanya Mang Kabayan atau sejenisnya dari Indonesia. Begitu masuk, ternyata lagi-lagi makanan dengan daging 'pork' menjadi menu utama di restoran tersebut. Model restorannya merupakan makanan cepat saji walaupun untuk dagingnya tetap dimasak terlebih dahulu, mirip Jolibee atau KFC dimana kita langsung memilih menu di kasir dan langsung bayar di tempat. Karena sudah kadung masuk restoran, akhirnya saya pilih menu nasi ayam kecap dengan tusukan dan es lemon tea. Ternyata selain saya ada beberapa orang Muslim juga makan disitu, ditandai dengan sang wanita yang mengenakan kerudung dan prianya memakai peci. Mungkin mereka berasal dari Mindanao yang merantau ke Manila. Ya sudahlah akhirnya karena lapar makanan yang disajikan tandas, dan toh ada teman sesama juga yang ikut makan daging ayam disini.
[caption id="attachment_400019" align="aligncenter" width="448" caption="Nasi Ayam Panggang (kolpri)"]
Kembali ke restoran Mang Inasal, uniknya disini kita bisa memilih paket nasi yang unlimited alias boleh tambah sepuasnya seperti di restoran Sunda pada umumnya. Menu utamanya adalah daging panggang baik babi, ikan, dan ayam dengan bumbu kecap dan sebiji cabai. Di beberapa cabangnya juga ada menu desert dan menu tambahan seperti burger dan bihun. Menurut wikipedia, kata Mang Inasal sendiri berarti Tuan Barbeque, jadi mirip-miriplah dengan bahasa Sunda, kalau Mang berarti paman atau panggilan akrab terhadap seseorang yang baru dikenal. Selain Mang Inasal, ada satu lagi nama Sunda yaitu Mang Tinapay yang menjual aneka kue dan roti. Sayang saya keburu pulang sebelum sempat mencicipinya.
[caption id="attachment_400020" align="aligncenter" width="448" caption="Bumbu dan Sambal (kolpri)"]
Pelajaran dari perjalanan kali ini, agar lebih berhati-hati memilih makanan bagi kita yang Muslim ketika berada di negara yang mayoritasnya non Muslim. Bukan bermaksud SARA, namun keyakinan kita mengharamkan makan daging babi sehingga perlu ditanyakan terlebih dahulu sebelum memesan makanan. Lebih baik puasa atau jadi vegetarian sejenak, dan kalaupun terpaksa minimal tetap memilih menu yang tidak mengandung daging babi. Kita juga harus maklum dengan kondisi tersebut karena memang makanan babi merupakan menu favorit di negara itu.
[caption id="attachment_400021" align="aligncenter" width="448" caption="Restoran Cepat Saji Mang Inasal (Kolpri)"]