Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nikmatnya Berwisata Sambil Berdinas

20 Oktober 2014   17:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:23 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak bertugas di sebuah kementerian tahun 2006, Alhamdulillah saya sudah berkeliling hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Sudah 32 provinsi dan 30 ibukota provinsi atau sekitar 90% wilayah Indonesia dijelajahi. Semua berkat penugasan kantor alias dinas luar yang dipercayakan kepadaku dan sistem rotasi yang diberlakukan oleh pimpinan, sehingga kita bisa meninjau proyek dan melakukan kegiatan sosialisasi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Beberapa diantaranya juga telah dituliskan di Kompasiana, beberapa diantaranya seperti sail Morotai, sail Raja Ampat, ayam Madamba di Palu, pesona Pulau Timor, sunset di Lasiana, pulau Rote. Selain itu penulis juga pernah tour of duty ke pulau Timor selama 6 bulan, sehingga punya kesempatan untuk mengeksplorasi lebih jauh kehidupan di sana, seperti penggunaan Dollar di Timor Leste, dan selamatkan Indonesia Timur. Sementara tulisan lainnya ada di blog lainnya.

Sail Raja Ampat (Kolpri)

Berwisata sambil berdinas memerlukan trik tersendiri karena kewajiban utama tetap menjalankan tugas, baik meninjau pekerjaan di lapangan maupun melaksanakan acara sosialisasi kepada aparatur pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk obyek wisata yang dekat dengan lokasi proyek, acara jalan-jalan dilakukan setelah peninjauan lapangan, biasanya siang atau sore hari. Misalnya saat mengunjungi museum daerah atau gedung-gedung tua peninggalan sejarah yang biasanya terdapat di kota, atau bisa juga setelah mengunjungi lokasi proyek sekalian mampir ke obyek wisata sebelum kembali ke hotel. Namun untuk obyek wisata yang jauh dan memerlukan waktu khusus, biasanya dilakukan dengan cara menambah waktu pulang sehari atau dua hari dengan biaya sendiri, jadi tidak membebani anggaran negara. Misalnya saat berkunjung ke obyek wisata alam atau adat yang letaknya di pedalaman jauh dari kota atau lokasi proyek, seperti danau, hutan, rumah adat, dan sebagainya.

1413774194374764070
1413774194374764070
Indahnya Pantai Horale (Kolpri)

Perjalanan paling seru adalah ketika berkunjung ke wilayah Indonesia Timur, karena waktu tempuhnya panjang dan sulitnya mencapai obyek karena harus menyeberang laut, namun obyek wisata disana rata-rata masih perawan alias masih jarang dikunjungi orang dan sangat indah karena belum banyak dijamah tangan manusia. Seperti ketika perjalanan dinas ke Masohi di Pulau Seram dan meninjau lokasi di Pulau Haruku. Di Pulau Haruku ternyata ada beberapa peninggalan Belanda seperti Benteng Hoorn dan Masjid Adat Haruku, jadi setelah mengunjugi proyek bisa sekalian foto-foto karena letaknya berdekatan. Demikian pula di Pulau Seram, setelah melaksanakan acara sosialisasi, siang harinya langsung meluncur ke Horale untuk menikmati pemandangan indah pantai Sawai yang masih perawan. Saat kembali ke Ambon sebelum terbang ke Jakarta, saya masih menyempatkan diri mampir ke Benteng Amsterdam yang terletak di sebelah utara Pulau Ambon, dekat dengan bandara Pattimura.

14137739231523814973
14137739231523814973
Benteng Hoorn di Pulau Haruku (Kolpri)

Namun adakalanya juga karena sulitnya transportasi dan keterbatasan hari, akhirnya rencana perjalanan terpaksa ditunda. Seperti ketika tugas ke Sorong untuk pertama kali, karena hanya tiga hari sementara untuk menyeberang ke Raja Ampat butuh waktu minimal dua hari, akhirnya terpaksa dibatalkan dan diganti dengan mengunjungi pantai di sekitar Sorong yang tak kalah indahnya dengan Raja Ampat. Baru saat kunjungan kedua tahun berikutnya niat ke Raja Ampat kesampaian juga. Namun itupun tak sampai ke Wayag, karena selain waktu terbatas, juga biayanya cukup mahal untuk solo traveller sehingga hanya berkeliling di sekitar Waisai saja. Demikian pula ketika berkunjung ke Manado untuk kali pertama, karena biaya pula terpaksa harus menunda perjalanan ke Bunaken. Baru ketika pergi dengan rombongan kantor tahun berikutnya, keinginan tersebut kesampaian karena bisa menyewa satu kapal penuh untuk rombongan.

14137743341791920622
14137743341791920622
Terowongan KA di Empat Lawang, Sumsel (Kolpri)

Perjalanan paling mengerikan adalah ketika menyeberangi selat Ternate dari Pulau Ternate ke Halmahera, pas sore hari kebetulan ombak cukup besar bahkan terkadang melampaui atap speed. Di tengah jalan speed mati, rupanya aliran solar tersendat dan karburator basah terkena ombak. Sekitar seperempat jam speed terombang ambing di tengah gelombang tinggi nyaris menenggelamkan speed, untungnya pengemudi speed sudah pengalaman, dan dengan tenangnya berusaha untuk mengeringkan karburator dan mencoba tetap melaju walau dengan satu mesin menyala dari dua mesin yang ada. Paling tidak pergi menjauhi gelombang terlebih dahulu untuk menyelamatkan penumpang. Demikian pula saat naik pesawat terbang, saat hendak mendarat di Bandara Mutiara, ternyata pilot nyaris salah mendarat, pesawat menyimpang beberapa meter ke kanan landasan akibat terpaan angin kencang. Untungnya pesawat masih bisa dikendalikan dan mampu mengatasi stall sehingga bisa kembali terbang mengangkasa. Setelah berputar kembali menyesuaikan dengan jalur landasan, barulah pesawat mendarat dengan selamat.

Perjalanan di Indonesia Barat lain lagi ceritanya. Disini bila melalui jalan darat kondisinya masih banyak yang rusak berat sehingga tubuh terasa cepat pegal dan linu karena duduk dalam kondisi kendaraan bergoyang. Namun alamnya tak kalah indah dari Indonesia Timur. Hanya bedanya bila di Indonesia Timur lebih banyak menggunakan transportasi laut, di Indonesia Barat menggunakan transportasi darat yang tak kalah serunya melalui kondisi jalan seperti diombang ambingkan ombak. Danau Toba dan air terjun Sipiso-Piso tentunya tak terlewatkan, disamping obyek lain yang tak kalah menarik, seperti terowongan kereta api di Empat Lawang, Gunung Dempo, Jembatan Barelang di Batam, dan sebagainya. Hanya memang di beberapa daerah tertentu di Pulau Sumatera masih rawan kondisinya, sehingga disarankan untuk berjalan di siang hari saja dan hindari perjalanan malam hari.

Kondisi di Kalimantan dan Sulawesi juga tak kalah indah baik wisata alam maupun bangunannya. Sayangnya pengelolaan sumberdaya alam terutama tambang Batubara cenderung serampangan, sehingga banyak meninggalkan bekas lubang galian yang ditinggalkan begitu saja. Demikian pula kondisi jalan yang sering rusak akibat dilewati truk bermuatan hasil alam dan tambang. Tugu khatulistiwa merupakan salah satu obyek bangunan menarik di Pontianak, di samping sungai Kapuas yang merupakan salah satu sungai terpanjang di dunia. Bunaken dan Danau Tondano juga tak terlewatkan ketika mampir di Sulawesi Utara, serta Danau Towuti di Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan Sulawesi Tengah. Kuburan tua di Tana Toraja juga sempat disambangi walau hanya sehari penuh, dengan menggunakan angkot yang disewa khusus dan murah daripada sewa mobil biasa. Masih banyak cerita lain yang tak mungkin diceritakan dalam halaman blog ini, namun demikian banyak pengalaman yang diperoleh tidak hanya mengunjugi obyek wisata, tapi juga mempelajari sosial budaya masyarakat setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun