Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Negeri Pelauw Penghasil Orang Terkenal Maluku

25 April 2015   12:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:41 3887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_412576" align="aligncenter" width="448" caption="Selamat Datang di Kampung Pelauw"][/caption]

Anda mungkin sering mendengar nama Latuconsina, seperti mantan Gubernur Maluku Saleh Latuconsina, mantan anggota DPR Ishak Latuconsina, atau yang terbaru aktris Prilly Latuconsina. Sebagian besar pasti menduga berasal dari Ambon atau Maluku. Tidak salah-salah amat, karena memang asal mereka dari sana. Namun pasti orang tak akan tahu bahwa leluhur mereka berasal dari Negeri Pelauw yang terletak di sebelah utara Pulau Haruku, sebuah pulau yang diapit oleh Pulau Ambon di sebelah barat dan Pulau Saparua di sebelah timurnya. Sayangnya pulau tersebut tidak seterkenal dua pulau lain yang mengapitnya, padahal menyimpan potensi wisata yang tak kalah indah dari wilayah lainnya di Maluku.

[caption id="attachment_412578" align="aligncenter" width="448" caption="Pelabuhan Pelauw"]

142994054259861664
142994054259861664
[/caption]

Saya berkesempatan mengunjungi pulau tersebut tiga tahun lalu, setelah terjadi kerusuhan antar warga yang membumihanguskan sebagian besar rumah warga di kampung tersebut. Dari Pelabuhan Tulehu di Pulau Ambon, sayalangsung menuju pelabuhan Pelauw dengan waktu tempuh sekitar satu seperempat jam. Asap masih terlihat mengepul ketika mendarat di pelabuhan, dan langsung disambut aparat desa setempat. Setelah berkoordinasi, saya langsung meninjau lapangan dan nampak puing-puing tersisa pasca kebakaran akibat kerusuhan tersebut. Nyaris kampung tersebut rata dengan tanah, namun di tengah kepungan puing tersebut, masih tegak berdiri sebuah masjid adat tanpa tersentuh api sedikitpun.

[caption id="attachment_412579" align="aligncenter" width="448" caption="Bumihangus Rumah Akibat Kerusuhan Warga"]

14299405741294782313
14299405741294782313
[/caption]

Perjalanan dilanjutkan kembali ke arah pantai, ternyata di situ terdapat sebuah bangunan peninggalan Belanda bernama Benteng Hoorn yang dibangun pada tahun 1743, untuk menjaga wilayah sekitar Ambon dan Pulau Seram dari serangan musuh. Ukurannya kecil, lebih mirip pos penjagaan, namun masih kokoh berdiri dan terawat dengan baik. Selain itu masih terdapat meriam ukuran sedang yang tersisa di salah satu sudut benteng walaupun sudah tidak aktif lagi. Benteng ini menjadi saksi sejarah hidupnya pulau ini di masa lalu, yang redup pasca penjajahan Belanda ditandai dengan banyaknya penduduk yang hijrah ke Pulau Ambon dan menjadi orang terkenal di sana.

[caption id="attachment_412580" align="aligncenter" width="448" caption="Benteng Hoorn Peninggalan Belanda"]

1429940643649989515
1429940643649989515
[/caption]

[caption id="attachment_412584" align="aligncenter" width="448" caption="Papan Penanda Benteng Hoorn"]

1429940781631896190
1429940781631896190
[/caption]

Di sebelah barat benteng, tak jauh dari pelabuhan terdapat mata air yang saat ini digunakan sebagai kolam renang dan tempat mandi cuci. Tampak anak-anak sedang berenang dan loncat indah dengan wajah riang gembira, pertanda kolam ini sebagai satu-satunya hiburan bagi mereka. Rasa airnya tawar padahal dekat sekali dengan pantai, sehingga menjadi sumber kehidupan warga setempat yang hidupnya bergantung pada cuaca laut. Ciri-cirinya adalah ikan sebagai makanan pokok disertai dengan Papeda sebagai nasinya. Sungguh nikmat rasanya karena ikannya baru sekali mati, istilah orang sana untuk ikan segar, dibanding ikan di Jakarta yang sudah berkali-kali mati alias disimpan di freezer sebelum dimakan.

[caption id="attachment_412581" align="aligncenter" width="448" caption="Mata Air Tempat Hiburan Warga"]

1429940678278172946
1429940678278172946
[/caption]

[caption id="attachment_412583" align="aligncenter" width="448" caption="Anak-anak Kampung Loncat Indah di Kolam"]

1429940741129167565
1429940741129167565
[/caption]

Demikian sekilas nostalgia perjalanan ke sebuah kampung yang telah menghasilkan puluhan orang terkenal di negeri ini. Sayangnya banyak dari mereka seakan sudah lupa kampung halaman, melihat kondisi kampungnya yang kurang terawat dan penuh dengan konflik horizontal, antara kaum tradisional yang masih mempertahankan adat istiadat dengan kaum moderat yang sudah tersirami budaya asing. Ciri kaum tradisional terlihat dengan pakaian adat yang masih tampak nuansa Hindu Bali, karena konon sebagian leluhur mereka berasal dari Pulau Lombok dan menganut agama Hindu sebelum Islam masuk ke pulau ini.

[caption id="attachment_412582" align="aligncenter" width="448" caption="Masjid Adat Kampung Pelauw"]

14299407101059469890
14299407101059469890
[/caption]

[caption id="attachment_412585" align="aligncenter" width="448" caption="Ikan dan Ketupat Menu Utama Makan Siang"]

14299408231944020802
14299408231944020802
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun