Sholat jumat di negeri orang merupakan tantangan tersendiri, apalagi di sebuah negara yang mayoritas penduduknya non Muslim. Walaupun di Bangkok relatif banyak terlihat masjid sejak keluar dari Bandara Suvarnabhumi, namun tetap saja bukan hal mudah untuk menemukannya. Di daerah tertentu di seputaran Hua Lamphong sulit ditemukan masjid terdekat.
Saat itu kebetulan saya baru saja ambil tiket kereta api saat hendak sholat Jumat. Pas searching di Maps, masjid terdekat adalah Masjid Jawa dan Masjid Indonesia yang letaknya kurang lebih 3 Km dari stasiun. Dari kedua masjid tersebut yang mudah dijangkau menurut mbah Google adalah Masjid Indonesia, jadi kami sekeluarga segera naik MRT menuju taman Shukumvit, kemudian dilanjutkan naik bis menuju Kedubes AS yang merupakan halte terdekat dari masjid.
Rupanya kami salah turun bis karena gedung Kedubes AS masih satu halte lagi. Terpaksa kami jalan kaki sambil menyeberang jalan. Tak jauh setelah menyeberang, terdapat gang terdekat menuju masjid dan rupanya ada pangkalan ojek di ujungnya. Langsung saja kami naik tiga ojek dengan tarif 10 Baht per ojek. Jaraknya lumayan jauh rupanya, sekitar 500 meter dari tepi jalan raya ke dalam gang sempit. Disinilah rupanya Masjid Indonesia itu berada, diantara perkampungan penduduk yang tampak agak kumuh walaupun bersih. Karena waktu jumatan masih sekitar setengah jam lagi, kami sempatkan ngobrol dengan seorang ibu yang sepertinya pengurus masjid setempat.
Ibu itu rupanya orang Thai blasteran Padang, jadi bapaknya asal Padang dan ibunya asli Bangkok. Beliau sudah tidak bisa berbahasa melayu kecuali beberapa kata saja, seperti selamat datang, apa kabar, terima kasih. Selebihnya kami menggunakan Bahasa Inggris terpatah-patah. Dari cerita beliau, sekarang ini masjid Indonesia dikelola oleh warga setempat asli Thai dan jamaahnya selain warga Thai Muslim juga orang-orang keturunan Arab atau India, sementara orang Melayunya sendiri sudah jarang terlihat. Namun agar tetap tampak Indonesia, setiap hari libur Sabtu atau Minggu masjid ini digunakan oleh anak-anak pegawai Kedubes Indonesia untuk mengaji.
Tak terasa waktu azan tiba, kami segera mengambil wudhu dan bersiap untuk sholat Jumat di lantai dua. Walaupun namanya Masjid Indonesia, hampir tidak ada nuansa Indonesia dalam masjid tersebut kecuali ucapan selamat datang dan jam dinding pemberian Presiden Suharto. Khotbahnya sendiri disampaikan dalam bahasa Thai, sehingga kami hanya bisa manggut-manggut saja, kecuali saat menyitir ayat-ayat Quran, mulai agak paham sedikit tema apa yang disampaikan. Jamaahnyapun sebagian warga asli, sebagian lagi wajahnya tampak seperti orang Arab atau India. Tak terlihat wajah-wajah dari Kedubes Indonesia di situ, dilihat dari bahasa yang digunakan tak satupun mengandung kata-kata Melayu.
Usai sholat, saya sempatkan berfoto-foto dan membaca sebuah plakat yang menceritakan sejarah masjid tersebut. Rupanya masjid Indonesia didirikan oleh orang Jawa Muslim tahun 1949 bersama dengan masyarakat lokal yang memeluk agama
Islam yang dipimpin oleh Haji Salae. Mereka menamakan masjid Indonesia setelah memperoleh izin dari Kedubes Indonesia sebagai peringatan akan kampung halaman mereka. Awalnya masjid tersebut didirikan dari kayu, hingga pada tahun 2005 direnovasi menjadi bangunan seperti yang tampak sekarang ini. Sementara jam dinding pemberian Presiden Suharto saat berkunjung ke
Thailand pada tahun 1970 berada di sebuat sudut masjid di lantai dua.
Setelah selesai acara foto-foto, kami berpamitan kepada pengurus masjid untuk melanjutkan perjalanan. Kali jalan yang kami tempuh berbeda dengan jalan masuk. Bila tadi masuk dari arah selatan masjid, maka sekarang keluar dari arah utara masjid. Karena tak ada ojek, lumayan juga jalan kaki hampir 500 meter jauhnya ke arah jalan raya yang bersebelahan dengan Kedubes AS. Yang sedikit membedakan dengan Kedubes AS di RI, disini tidak tampak penjagaan ketat sampai ada kawat berduri, padahal Bangkok baru beberapa bulan lalu diserang bom di dekat kuil Erawan yang berlokasi tak jauh dari tempat tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya