Gerbang Benteng None (Kolpri)
Seperti janji sebelumnya, saya akan melanjutkan cerita wisata saat bertugas di Pulau Timor. Kali ini saya akan bercerita kunjungan sebuah benteng klasik dan istana raja yang terletak di jalur lintas Timor antara kota Soe dan Kefamenanu. Jalur ini sendiri merupakan titik tengah antara Kupang dengan Atambua sehingga terdapat beberapa rumah makan sebagai tempat peristirahatan sebelum melanjutkan perjalanan. Di jalur ini juga terdapat kota transit bernama Niki-Niki yang merupakan pusat perdagangan di tengah Pulau Timor dan dahulunya merupakan ibukota Kerajaan Amanuban, salah satu kerajaan tertua di pulau ini.
Saat dalam perjalanan pulang ke Kupang dari Kefamenanu, saya menyempatkan diri untuk mampir di istana raja Amanuban dan benteng None yang merupakan pusat pertahanan kerajaan dari serangan musuh. Istana raja Amanuban terletak dekat pasar Niki-Niki dan berjarak sekitar 200 meter dari tepi jalan lintas Timor yang ditandai dengan papan petunjuk kecil di sebelah kiri dari arah Kupang. Setiba di tempat, tampak bekas peninggalan istana yang telah runtuh dan rumah raja Amanuban yang masih terawat rapi. Di halaman depan rumah terdapat pohon seperti beringin yang menyejukkan lingkungan, dan di halaman belakang terdapat makam raja terakhir. Sisa-sisa peninggalan istana tampak dari tiang-tiang yang membentuk rumah adat Timor (rumah bulat) atau Lopo yang tersebar di beberapa titik dekat rumah raja.
Setelah berkeliling sebentar, perjalanan kembali dilanjutkan. Tak sampai 10 menit, sayavtiba di depan plang petunjuk arah ke Benteng None. Supir mengarahkan kendaraan masuk ke lokasi, namun tak sampai 200 meter, kendaraan tak mampu lagi menembus jalan yang licin dan becek karena hujan di pagi hari tadi. Mobil terpaksa ditinggalkan dan perjalanan menuju benteng dilanjutkan dengan berjalan kaki sepanjang kurang lebih setengah kilometer. Kondisi jalannya masih tanah yang ditumbuhi rerumputan, belum diaspal dan hanya diperkeras dengan bebatuan. Saya ditemani oleh beberapa penduduk setempat yang berperan sebagai penunjuk jalan.
Setelah berjalan sekitar 15 menit, tak tampak tanda-tanda sebuah benteng atau bangunan besar nan megah. Di kejauhan hanya terlihat susunan batu-batu sebagaimana sering terdapat di pulau Timor. Alangkah kagetnya saya ketika diberitahu penunjuk jalan bahwa susunan batu-batu itulah pagar benteng None. Dalam bayangan saya benteng itu adalah tembok besar dan megah, namun ternyata benteng None ini hanyalah berupa susunan batu-batu setinggi satu meter saja, bukan merupakan rangkaian tembok besar menutupi bangunan benteng. Pintu masuknyapun bentuknya sangat sederhana, hanya gerbang yang ditandai oleh tiang kayu saja dan terdapat pos jaga di sisi kirinya.
Sayapun masuk ke dalam benteng yang ditumbuhi rerumputan liar dan pepohonan tinggi. Di dalamnya terdapat sebuah bangunan utama rumah bulat besar yang merupakan ciri khas rumah Timor, dan beberapa rumah bulat kecil di sekitarnya. Di ujung benteng terdapat tebing yang merupakan tempat pengintai musuh. Di atas ketinggian ini dapat dilihat secara jelas kondisi di bawah yang saat ini merupakan daerah persawahan, sehingga pergerakan musuh dapat dipantau. Di dekatnya terdapat patung lingga, sebagai pusat upacara untuk menyerang musuh atau mempertahankan diri. Menurut penunjuk jalan, bila kita menempelkan sebatang kayu kecil di ujung lingga, akan tampak kemenangan atau kekalahan. Bila keluar darah, maka hampir dipastikan akan kalah, begitu pula sebaliknya. Serem juga ya ceritanya.