Dilansir dari Kompas.com di sini, Jokowi ternyata baru mau akan menghentikan PPKM akhir tahun ini, setelah dua setengah tahun lebih negeri ini dilanda pandemi covid-19 dan pemerintah menerapkan PPKM secara dinamis dari levei-1 hingga level-4. Di hampir seluruh wilayah Indonesia, rata-rata orang masih menggunakan masker terutama di kota-kota besar. Mereka masih merasa ketakutan dan trauma dengan pandemi, atau tidak enak kalau tidak maskeran di halaman publik.
Hal ini berbeda dengan Aceh, bahkan sejak dua tahun lalu mereka sudah merdeka dari pandemi. Saya yang baru datang dari Jakarta saat itu cukup kaget karena di tempat lain rata-rata masih menerapkan penggunaan masker dengan sangat ketat, bahkan masih memberikan hukuman bagi pelanggarnya. Di sini, orang bermasker malah dianggap aneh dan langsung di-cap sebagai orang luar daerah, atau memang sedang sakit. Razia yang diselenggarakan sekedar memenuhi kewajiban biar diviralkan ke dunia luar kalau Aceh juga ikut PPKM. Selepas razia, seluruh petugasnya malah melepas masker, bahkan di kantor PolSyariah - setingkat Satpol PP, rata-rata juga tidak menggunakan masker.
Saat ramai-ramai penutupan jalan di masa lebaran 2021, aturan tersebut hanya diterapkan semalam saja, dan diviralkan seolah-olah mengikuti aturan pusat. Esoknya pagar mulai dibuka sebagian dan kendaraan bermotor bebas melintas, dengan pajangan mobil polisi dipalang di tengah jalan. Kita bebas berkeliling ke seluruh Aceh saat lebaran, bahkan tempat-tempat wisata penuh sesak walau akhirnya sebagian ditutup saking penuhnya.
Bagi rakyat Aceh, covid-19 tak jauh beda dengan penyakit flu lainnya. Mereka menganggap biasa saja, tidak berlebihan apalagi sampai parno seperti di daerah lain. Mereka menganggap hal itu sebagai takdir Alloh SWT dan harus diterima dengan lapang dada. Tanpa rasa ketakutan berlebihan, masyarakat malah asyik duduk-duduk sambil ngopi sebagaimana tradisi masyarakat Aceh sehari-hari. Bahkan yang hanya OTG malah asyik jalan-jalan keliling kota tanpa masker!
Seharusnya Jokowi belajar dari masyarakat Aceh, bahwa covid-19 tidaklah jauh berbeda dengan penyakit lainnya. Tak perlu berdarah-darah menghabiskan anggaran hanya untuk pengadaan masker, vaksin dan pengerahan ribuan petugas untuk berjaga-jaga. Lebih baik anggaran yang ada digunakan untuk membangun infrastruktur dan basis pertanian. Sayang uang ribuan trilyun Rupiah terbuang percuma sekali pakai saja bahkan harus menambah beban hutang negara.
PPKM yang terlalu lama pada akhirnya akan membuat jenuh masyarakat yang sudah bosan dengan new normal yang membuat orang abnormal menjadi kembali normal seperti sediakala. New normal yang digadang-gadang sebagai gaya hidup baru ternyata hanya bertahan sesaat. Manusia adalah makhluk sosial, tak mungkin berlama-lama hidup sendirian terasing dari manusia lainnya. Hidup berjarak membuat manusia tak nyaman dan ingin kembali berbaur seperti sediakala.
Lagipula PPKM ternyata hanya tampak berlaku di kota-kota besar dengan masyarakat individualis yang parnoan terhadap penyakit. Penerapan 3M secara ketat hanya tampak di tempat-tempat resmi saja seperti mal, gedung perkantoran, selebihnya tampak biasa-biasa saja. Bahkan tempat non formal malah lebih ramai daripada tempat formal karena ketatnya aturan membuat orang malas mengunjunginya.
So, marilah kembali menjalani hidup normal, tak perlu lagi ketakutan yang berlebihan apalagi terus-menerus memajang angka penderita covid yang prosentasenya tetap kecil, di bawah 3% dari populasi. Covid bukan penyakit dewa yang harus terus menerus dipuja setengah mati. Anggaplah covid seperti penyakit lainnya seperti yang dirasakan masyarakat Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H