Sekarang bagaimana ekonomi mau tumbuh, kalau pergerakan orang dibatasi dengan surat-surat keterangan yang tidak jelas itu. Masak mau berwisata saja kudu menunjukkan surat sehat dan hasil rapid tes. Pengemudi truk logistik harus di rapid tes, mau terbang atau naik kereta api harus rapid tes.
Bagaimana maskapai penerbangan bisa bertahan kalau penumpang sepi, atau harga bahan pokok jadi mahal karena supir truk logistik mogok, hotel-hotel dan tempat wisata semakin sepi karena pengunjung malas rapid tes. Ingat dong efek dominonya, jangan cuma mengejar target tes massal saja.
Wajar kalau presiden marah besar karena niatnya untuk menumbuhkan kembali ekonomi dihambat oleh urusan-urusan birokratis semacam itu.
Penanganan wabah masih dilakukan secara birokratis, penuh dengan surat menyurat, tidak ada terobosan baru yang lebih cepat untuk memulihkan kembali kegiatan ekonomi sekaligus meminimalisir dampak kesehatannya. Masyarakat juga sudah bosan diteror terus-menerus oleh pemberitaan yang cenderung menakutkan ketimbang mencerahkan.
Sudah seharusnya tim gugus tugas mengubah strategi, pertama memfokuskan tes pada yang benar-benar sakit dan melakukan karantina secepatnya. Kedua mencabut kewajiban surat-menyurat yang tidak perlu itu dan diganti dengan pengawasan terhadap protokol kesehatan.Â
Ketiga perbanyak produksi face shield dan masker untuk dibagikan pada para penumpang, supir truk, atau pekerja daripada uangnya hanya dibuang-buang untuk tes yang hasilnya juga kadang tidak akurat.
Keempat yang terpenting adalah pengawasan aparat di lapangan terhadap kedisiplinan masyarakat menghadapi new normal. Jangan sampai surat menyurat masih dipakai karena ketidakmampuan mengawasi masyarakat di lapangan.
Tanpa adanya exit strategi atau terobosan baru, jangan harap pandemi akan segera berakhir. Malah bisa jadi negara akan bangkrut karena habis anggarannya hanya untuk pengadaan rapid tes dan swab tes serta karantina orang-orang yang sehat.Â
Hutang negara sudah terlalu besar hanya untuk mengurus penyakit yang tak sebanding dengan kerusakan ekonomi dan sosial, sementara penyakit lain yang lebih berbahaya seperti DBD dan TBC malah jadi terabaikan. Lebih baik hentikan saja pengumuman angka-angka yang hanya memperburuk keadaan tanpa adanya penjelasan makna dari angka-angka tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H